3 - ikan-ikan yang sempat menghilang

240 40 3
                                    


"Percaya nggak kalau di kehidupan selanjutnya kita bisa memilih? Kalo iya gue bakalan milih jadi terumbu karang daripada ketemu Salma Kayana."

***

"ASTAGAAAA! GUE KEBELET BOKER, BYE BRO, JANGAN MISS MISS GUE, TATATITITUTU! MWAH," Salmon yang menyadari kehadiran makhluk disampingnya langsung cepat-cepat meninggalkan lokasi, meninggalkan Bram yang masih shock dan tatapan membunuh seseorang."

"Bangsat tuh anak," kata orang itu, berkali-kali menyumpahi Salmon yang seenaknya kabur agar dia keselek tiang listrik.

"Yah lo juga sih Pler, kalo nagih uang kas nggak usah manggil-manggil manis dulu, langsung aja palak. Tau sendiri kan tuh anak otaknya seperdelapan sendok nyamnyam." Dengan santai, Bram malah menyantap pisang goreng yang ditinggalkan Salmon dengan keadaan menggenaskan, "Jorok tuh anak, untung gue anaknya nggak suka mubazir,"

"Cih munafik lo, ngomong aja lo laper," Sosok yang dipanggil Pler itu menarik salah satu kursi kantin lalu mendudukinya.

Bukan, namanya bukan benar-benar Pler. Hanya saja karena tingkat kekonsletan otak Bram yang melebihi definisi normal, Atara Angkasa Putra tiba-tiba menjadi Pler. Bego emang.

"Oh, jadi gini, jam pelajaran malah makan-makan di kantin Ra?" Pler, alias Atara yang merasa namanya dipanggil, menoleh pelan.

Demi kolornya Salmon.

Atara mendongak kaget, sebagai anggota osis yang termasuk jajaran murid berprestasi, berdedikasi penuh sebagai bendahara kelas, kesayangan guru-guru, Atara tentu saja tidak boleh membiarkan citra martabatnya rusak gara-gara tidak sengaja menagih uang kasnya Salmon.

"Hm?" Salma Kayana, sosok ketua osis itu meminta penjelasan.

"Itu, Kay, gue, em, tadi nagih uang kasnya Salmon, dia nunggak 7 bulan." Salma hanya mengangguk singkat lalu bertanya, "Oh jadi yang makan-makan tadi disini yang namanya Salmon itu ya?" Atara hanya mengangguk kaku.

"Kebetulan barusan aja gue punya masalah sama dia, biar sekalian, dimana sekarang?"

"Buang air besar, Kay,"

tanpa berkata-kata, Salma meninggalkan mereka berdua yang sekarang menatap kikuk satu-sama lain.

"GUOOOOBLOOOOOOOOOOK" sembur Bram secara tiba-tiba, "Loooo, eloooo! Nggak tau masalahnya dia sama Kayana, anjer, kalo Salmon nyalahin gue, abis gue," Bram mengumpat berkali-kali setelahnya, Atara hanya menatap bingung.

Ini dua anjing kenapa lagi, anjing

"Lo nggak tau kalo Salmon nyolong minumnya Kayana terus ditebusnya lo tau pake apa? Disiram tuh ketua osis pake air bekas ikan,"

"Astagfirullah,"

***

"Alhamdulillah Ya Allah, Yes, Salmon berhasil terbebas dari kakek-kakek pemalak!" Salmon menghela napas lega, namun sepersekian detik berikutnya,

"Innalilahi Wa Inna Illahi Ra'jiun."

"Ngapain disini? Bukannya tadi buang feses ya?" tanya Salma, meledek.

"Iya, lo kebelet juga? Tapi toiletnya nggak disini, ini kan--"

"Ini halaman belakang, gue tau. Sekarang lo ikut gue ke ruang BK, lo cabut makan pisang goreng tadi kan pas pelajaran?"

Salmon mendengus pelan, jika saja ia memiliki keberanian, pasti dia akan melontarkan keras-keras, "Terus lo ngapain woy patung karapan sapi, lo sengaja nyari gue biar gue dihukum hah? kurang ajyiar."

***

"Waduh, terimakasih ya nak Kayana, berkat kamu yang mulai patroli sekarang, jadinya sedikit anak yang berani melanggar peraturan lagi." Bu Indah memberi senyumam pepsodent kepada Salma.

"Iya bu sudah tugas saya menjaga ketertiban sekolah, sekarang saya balik ke kelas dulu ya bu, nanti digantikan Ara."

cuih pencitraan lo mentega basi.

"Iya, iya, nak. Sekali lagi terimakasih ya! Hati-hati sampai kelas!" Namun, bagaikan bertopeng ganda, wajah Bu Indah langsung berubah menjadi mengerikan.

"Ibu kalo marah tambah cantik aja," Salmon mengedipkan mata, iya, semenjijikkan itu, dia benar-benar mengedipkan matanya.

Tapi bukan, Bu Indah bukan termasuk golongan siswi-siswi yang akan luluh pada pesona Salmon, "Kamu saya hukum untuk mencabut rumput di halaman belakang sampai habis!"

Salmon ternganga, buset, woi, anjir, halaman belakang 'kan gedenya bahkan lebih gede dari kebegoannya Bram!

"Yah, bu, saya nyabuti rumput di pot bunga itu aja,"

"Gila ya kamu, di pot itu kan nggak ada rumputnya! Sudah, nggak usah banyak protes atau nanti saya suruh Kayana yang ngasih kamu hukuman!"

Orang itu lagi, orang itu lagi.

Seakan mendengar nama ancaman, Salmon langsung mengangguk pasrah.

"Tapi saya kan sudah bilang ibu cantik, dikurangin dikit ya bu hukumannya?"

Bu Indah ingin muntah on the spot.

***

Pler sama Bram lagi ngapain ya?

Mainan sudoku kali. Yah gue kan pingin ikut.

EH NGGAK JADI ANJIR, MEREKA MENJERUMUSKAN GUE, NGAMBEK GUE TIGA HARI, SOALNYA KALO LEBIH DARI TIGA HARI NGGAK BAIK.

Salmon mencabuti rumput halaman belakang yang berlimpah dengan tenang, walau sebenarnya pikirannya penuh,

1% tentang betapa kurang ajarnya kedua temannya itu.

98% tentang dendamnya dan beberapa opsi pembalasan dendam kepada Salma Kayana.

1%-nya lagi tentang pisang goreng yang ditinggalnya.

Salmon terus mencabut rumput, merasa bahwa dirinya menyedihkan, dan sesekali bertanya kepada Yang Maha Kuasa kenapa dia ganteng setelah itu dia bilang Alhamdulillah.

Namun, dari kejauhan ada sosok yang memperhatikannya. Bukan, bukan Bram yang sujud-sujud minta maaf atau Atara yang menagih hutang dengan garang.

Ini seorang gadis. Gadis yang pernah menjadi mimpi indah bagi Salmon sekaligus mimpi terburuknya untuk sekarang.

Namanya Ara.
Gadis berambut pendek.

***

Hidden Salmon [discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang