”Dia tidak mengancamku, mungkin seperti wanita lainnya dia bosan padaku. " Kataku berbohong di depan Caleb. Karena aku tidak ingin kedua saudara kembar itu bertengkar karena hal sepele.
"Baiklah," Caleb memegang tanganku.
Caleb terlihat kecewa mendengar penjelasanku, Dia menunduk, lalu berbisik, " Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Kau mau ikut denganku."
"Kemana?"
"Sesuatu tempat kau pasti akan suka." Kata Caleb kamu menaiki kuda menuju dinding Utara kota Osso
Perjalanan kami cukup lama. Suara derap kuda dan angin sepoi-sepoi menemani kami. Aku mencoba menikmati pemandangan di sekitar, sekitar hutan sangat gelap.Semakin mendekati dinding Utara, semakin banyak pohon rimbun yang kami temui. Cahaya bulan mulai terhalang oleh awan.
kegelapan yang semakin pekat, tapi juga karena rasa penasaran. Aku mencuri pandang ke Caleb yang masih fokus pada jalan di depan. Wajah tulangnya perlaham menghilang.Kenapa kau mengajakku ke sini?" tanyaku.
Caleb menoleh, lubang matanya terlihat gelap di bawah cahaya bulan yang samar. "Kau akan tahu nanti," katanya, senyum tipis terlihat bagian tulang rahang bawahnya.
Saat kami memasuki hutan yang lebih dalam, pepohonan tampak semakin tinggi dan menjulang. Cabang-cabang yang saling berjalinan menghalangi cahaya bulan, entah kenapa aku pernah kesini .
Dia turun dari kuda dan membantu aku turun juga. Kuda itu diikat pada sebatang pohon besar, lalu Caleb menarik tanganku dan melangkah lebih jauh masuk ke dalam hutan.
"Ke mana kita akan pergi?" tanyaku, suasana sedikit dingin.
"Ke tempat rahasia," katanya, matanya menyiratkan sebuah rahasia.
Kami berjalan dalam diam, hanya suara langkah kami yang terdengar di antara pepohonan. Aku melihat banyak kerangka yang sudah menjadi lumut. "Tempat apa ini?"
"Ini adalah kuburan para tulang. Mereka di kubur di tempat ini." Dia berbaliknya. "Kau takut?
"Sedikit." Aku melihat pohon tinggi menjulang menyeburkan bau wangi. "Ini pohon apa?
"Pohon Tarru, pohon ini mengeluarkan bau yang khas. Sehingga orang yang di kuburkan disini mayatnya tidak akan bau.'
Kami terus berjalan di antara barisan pohon Tarru yang menjulang tinggi, bayangan mereka menari-nari di tanah seperti hantu. Suasana semakin dingin dan sunyi, bau menyan tercium.
"Ini dia," kata Caleb, berhenti di sebuah cekungan yang terbentuk di antara akar-akar pohon Tarru.
Aku melihat ke bawah dan melihat sebuah lubang berbentuk lingkaran kecil, tertutupi oleh batu-batu kecil. Cahaya bulan yang menembus celah-celah pepohonan membentuk lingkaran cahaya di atas lubang itu, seperti sebuah pintu masuk ke dunia lain.
"Apa ini?" tanyaku.
"Ini adalah pintu menuju dinding Utara. "Masuklah."
Aku menatap Caleb dengan mata terbelalak. "Pintu? Ke dinding Utara?" tanyaku.
Caleb mengangguk,"Ya, ini jalan rahasia menuju dinding Utara. Hanya sedikit orang yang tahu tentang tempat ini."