Pengakuan

54 6 50
                                    



"Callystaaaaaa"

Sang empunya nama menoleh, melambaikan tangannya agar seseorang di seberang sana segera menghampiri.

"Kau mau ke mana sih?"

"Studio radio"

"Ngapain?"

"Ada sesuatu"

"Ku kira ingin bertemu dengan Jeonmu-nim (GM)"

Ttak!!

Gulungan kertas putih mendarat dengan mulus di kepala berhias rambut kecokelatan.

"Adaaawwww!!!"

"Sudah, aku duluan"

"Eh, lama tidak?"

"Tidak, hanya memberikan ini" Callysta menunjukkan gulungan kertas putih tersebut kepada karibnya.

"Kalau gitu aku ikut hehe.." Im Changkyun terkekeh. Callysta diam saja sambil kembali melangkah. Ia tetap diam meski Changkyun cerewet sekali dengan pertanyaan-pertaanyan yang sungguh tidaklah penting sepanjang perjalanan.

"Kau bisa diam tidak?"

Changkyun menggeleng. Mengundang pukulan di kepalanya lagi--sebenarnya. Tapi urung dilakukan gadis Yoo tersebut.

"Aku boleh masuk juga?"

"Boleh"

Mereka memasuki ruangan ber-AC dengan beberapa penghuninya di dalam. Ada yang sedang naik siar, ada yang sibuk dengan berkas-berkas yang entah apa, ada pula di ruangan lainnya yang sedang mengobrol dengan raut wajah serius, termasuk Lee Minhyuk.


"Irene Sunbae, ini" Callysta menghampiri Irene yang berkutat dengan mading di salah satu sisi dinding.

"Wah, terimakasih"

"Sama-sama, kalau begitu aku permisi dulu"

"Ah, Callysta dia siapa?" Irene berbisik seraya tersenyum. Tampak menggoda sambil menaik-turunkan alisnya.

"Oh?" Callysta mengikuti arah pandang Irene pada pemuda Im di samping pintu dengan salah satu tangannya disembunyikan di saku celana. Matanya mengedar hingga jatuh pada Callysta. Ia tersenyum.

"Temanku hehe"

"Ku kira kekasihmu"

Irene maupun Callysta hanya tertawa renyah. Bedanya, dalam hati Callysta sedang mengumpat. Setelahnya sang junior pamit untuk meninggalkan ruangan. Begitu di luar, Changkyun kembali bertanya macam-macam tentang radio. Anak ini, besar sekali rasa ingin tahunya.

•••

Hawa hangatnya rumah menyapa Callysta begitu melonggokkan kepala. Namun, hening lebih senang menyambutnya. Callysta mengerecutkan bibirnya begitu sadar Kihyun belum pulang.

Hh, ia buang napasnya kasar sambil menjajalkan kakinya menyusuri tangga. Berjalan dengan gontai menaiki tiap anak tangga ke lantai dua. Jika boleh membandingkan, kadang rumahnya terasa lebih sepi daripada saat di Amsterdam.

Sebenarnya, Callysta sudah bisa menebak kalau di Amsterdam maupun di Korea sama saja. Ia tetap jarang bertemu dengan ibunya. Nyonya Yoo memang sibuk di Jepang. Tapi belakangan ini karena ia harus menginap di Daegu, rumah nenek Callysta.

Ah, Callysta jadi rindu oma (nenek:netherland) di Belanda sana. Maklum saja, oma yang selalu ada untuknya selama ini. Oma yang selalu menyayangi bahkan memanjakannya. Jelas saja Callysta jadi lebih akrab dengan oma daripada eommanya sendiri. Apalagi, saat masih kecil dulu Callysta juga sempat tinggal di Amsterdam selama dua tahun sebelum akhirnya pulang ke korea. Lalu, tak lama kembali lagi dan menetap di Amsterdam.

LOVEPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang