TRS 1

185 37 83
                                    

Enjoy the story :)

***

Masih dengan wajah ditekuk, pria yang mengenakan seragam putih abu-abu yang memiliki nama lengkap Revan Anggardian itu membuka helmnya dan menggerutu pelan. Memarkirkan motornya di sebuah pekarangan rumah dan melangkah cepat menuju ke depan pintu kamar berwarna cokelat muda yang tampak feminin.

Diketuknya pelan pintu tersebut sambil lagi-lagi mengumpat pelan. Dia lelah sekali setelah menghabiskan waktunya untuk latihan muay thai, dan mamanya dengan raut wajah polosnya memintanya untuk menggantikannya menagih uang sewa kost, salah satu usaha kecil milik keluarganya.

"Iya, Mas? Cari siapa ya?" Seorang perempuan berusia belasan tahun yang tampak seumuran dengannya muncul di balik pintu. Revan sempat mengerutkan keningnya namun berusaha untuk tidak terlalu memusingkannya. Maklum, kost milik keluarganya memang rata-rata di sewa oleh anak kuliahan.

Revan menggaruk kepalanya gatal. "Gak cari siapa-siapa sih." Katanya bingung.

Si gadis tadi mulai menyipitkan mata,curiga. Merasa laki-laki tersebut tak ingin mengatakan apapun, gadis yang memiliki nama Amelia Kinandita dan disapa akrab dengan nama Amel itu hendak menutup pintu kamarnya secepat yang dia bisa.

Namun siapa sangka kalau dengan gerakan gesit, Revan segera menjadikan kakinya ganjalan pintu sehingga pintu kamar Amel tidak tertutup sepenuhnya.

"Eh, Mas! Minggir gak!" Amel menjerit. Dia kembali mencoba menutup pintu kamarnya namun tidak berhasil. Dalam pikirannya yang penuh pikiran negatif, dia berpikir kalau lelaki ini adalah pembunuh bayaran atau paling mentok ya maling atau mungkin perampok. "Saya bukan orang kaya, saya kismin, Mas! kayaan juga Mas daripada saya! minggir Mas! jangan rampok saya." cerocosnya.

"Saya gak punya tv, Mas! apalagi kulkas! di kamar saya nih ya Mas, adanya cuman kasur sama spreinya doang" Amel agak memeletkan lidahnya ke samping, tanda dia berbohong. "Mending Mas ke kamar sebelah deh! Saya pernah liat dia pake tas Gucci sama hp sama laptop sama sendal yang labelnya buah apelnya putri salju!"

Revan menatapnya aneh. Hal ini dimanfaatkan Amel untuk menginjak kaki Revan kuat-kuat dan segera menutup pintu flatnya rapat-rapat.

"AAAAARRGGGHHHH!!!!"

Teriakan Revan membuat Amel gigit jari, "Aduh maap ya Mas ya, maap. Cita-cita saya masih banyak, Mas. Saya pengen jadi milyader" sahutnya lalu mengunci pintu.

Revan ngamuk. "CEWEK GILAAA"

***

Sambil mengelus kakinya yang masih berdenyut, Revan mengambil amplop berisi uang yang di letakkan di hadapannya. Matanya memicing tajam. Dia masih amat sangat kesal pada gadis yang duduk di hadapannya ini. Kepala gadis itu masih menunduk takut-takut menatapnya. Dan Revan langsung tersenyum puas melihatnya.

"Yaudah, kan masalahnya juga sudah kelar.. kalau begitu, saya tinggal dulu ya? Mari Mas Revan, Mbak Amel" pamit satpam yang membantu Revan meluruskan kesalahpahamannya dengan Amel.

Revan dan Amel serentak langsung berdiri tegap menyalami Satpam tersebut dengan sopan. Setelah Satpam tersebut menghilang di balik pintu keluar menuju pos satpam, barulah Revan melangkah lebar-lebar menghampiri Amel yang langsung kembali menunduk, merasa bersalah.

Jari telunjuk Revan tanpa diminta mendorong kepala Amel ke belakang. "Siapa nama lo?" Songong Revan mengundang tatapan tajam Amel.

"Amel." Jawab gadis itu menahan nada suaranya agar tidak terdengar ketus.

"Abis sampe ke dalam kamar, ambil mukenah sama sajadah." Revan mendengus lucu. "Bersyukur yang banyak soalnya gue gak mukul cewek."

Amel mengelus dada, berusaha sabar. Bagaimanapun juga ini memang salahnya. "Mana gue tau lo mau ngambil uang sewa kalau lo nya gak bilang." Gerutu Amel tidak mau disalahkan. "Lagian salah sendiri wajah mirip preman." Lanjutnya tanpa suara.

TREASURE [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang