Jihoon membuka matanya perlahan. Pandangannya masih kabur. Rasa nyeri menyelimuti sekujur tubuhnya. Kepalanya terasa berputar. Rasa perih pada pipinya kini semakin menjadi. Jihoon meringis.
Ia mengedarkan pandangannya, menjelajahi tempatnya berada saat ini. Gelap, namun masih ada cahaya masuk melalui ventilasi.
"Ini dimana?" gumamnya.
Jihoon mencoba bangkit setelah pandangannya sudah mulai membaik. Ia baru sadar kalau ia tak lagi diikat pada sebuah kursi dan matanya sudah tak terikat kain hitam lagi.
Ia berada di sebuah gudang tempat penyimpanan alat-alat marching band. Jihoon mengernyit, mencoba mengingat kenapa ia bisa ada di tempat ini.
"Kau yang bahkan tak ada apa-apanya ini malah merebut Danielku!"
Jihoon kembali teringat kata-kata itu. Ia belum sepenuhnya paham maksud dari seniornya itu. Ia juga tak pernah merasa merebut Danielnya.
Hubungannya dan Daniel hanya sebatas senior-junior, tidak lebih. Daniel memang sering kali memperhatikannya, namun Jihoon tak pernah merasa ada yang lebih dari itu.
Jihoon juga tidak pernah menggoda Daniel. Apalagi hingga memberikan tubuhnya secara cuma-cuma.
Ia teringat akan hinaan itu, dadanya kembali berdenyut. Hatinya teramat sakit. Rasanya ia ingin menumpahkan tangisnya, namun air mata pemuda manis itu seolah kering.
Melihat seragamnya tergantung pada sebuah alat, Jihoon mencoba meraihnya. Ia segera menggunakannya kemudian berjalan tertatih kembali menuju asrama.
ㅡ COMPLICATED ㅡ
Beberapa hari setelah kejadian itu, Jihoon jadi tampak pendiam. Tak banyak tersenyum apalagi bicara pada siapapun. Setiap kali Woojin mengajaknya bicara, pandangannya selalu tak fokus. Ia bahkan membolos latihan. Kelelahan selalu jadi alasannya.
Saat ditanya masalah luka pada pipinya, Jihoon bilang ia terjatuh dan pipinya menggores sesuatu yang tajam. Woojin tak percaya, namun percuma mendesak Jihoon karena ia pasti tak akan mengatakan yang sebenarnya jika ia memang tak ingin.
Jihoon juga kerap kali menghindari Daniel sehingga lelaki sipit bergigi kelinci itu bingung.
"Apa aku membuat kesalahan?" gumamnya.
Dilihatnya Jihoon sedang melamun di pinggir lapangan basket indoor. Sendirian.
"Apa yang dia lakukan sendirian di sini?" gumam Daniel lagi.
Saat hendak menghampiri pemuda manis itu, sekumpulan anak basket memasuki ruangan. Langkah Daniel tertahan ketika ia melihat sesosok lelaki jangkung berlesung pipi menghampiri Jihoon. Ia duduk di sebelahnya.
Daniel memperhatikan keduanya dan sesekali Jihoon tersenyum ke arah lelaki itu. Senyum yang tak pernah Jihoon berikan padanya. Ada rasa sakit di dadanya seolah berdenyut.
"Jadi ini rasanya cemburu?" pikir Daniel.
..
.
"Kau menungguku di sini?" sapa Guanlin dan mendaratkan dirinya di samping Jihoon.
Jihoon menggeleng dan tersenyum sebagai jawaban.
"Lalu? Sedang apa kau di sini? Sendirian?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated [ PANWINK ]✓
FanfictionTak pernah sekali dalam hidupnya Jihoon membayangkan dirinya akan berakhir di sebuah boarding school menempuh pendidikan dan tinggal di asrama selama tiga tahun. Menyeretnya dengan paksa untuk keluar dari kehidupannya yang bebas. Oh, dan jangan lupa...