(11)

45 6 4
                                    


Alona sudah tiba dirumah. Karena kejadian tadi gadis itu memutuskan untuk kembali kerumah saja--membatalkan niatnya ke rumah Rani.
Alona tahu kalau Tavino sempat mengejarnya, namun sebisa mungkin Alona menghindarinya dan syukurlah gadis itu berhasil melakukannya.

Dengan langkah cepat Alona menuju ke kamarnya. Syukurlah, baik Diana maupun Miko tidak melihatnya. Bisa panjang ceritanya kalau mereka mendapati Alona yang pulang dengan keadaan mata sembab seperti ini.

Alona menghempaskan tubuhnya ke ranjang, tak perduli dengan pakaian serta sneakers yang masih melekat ditubuhnya. Mata sembabnya menerawang ke langit langit kamar.
Wajah ketakutan Tavino kembali terbayang diotaknya. Sungguh Alona tidak mengerti apa yang terjadi dengan kakak kelasnya tadi. Belum pernah Alona mendapati kasus seperti itu. Ada apa dengan Tavino, Alona tidak dapat berbohong kalau dia sangat mencemaskan kakak kelasnya itu.
Namun, apa yang diterimanya tadi menendang jauh jauh rasa cemasnya. Perkataan kasar Tavino kini bergantian mengisi fikirannya.

Tidak mungkin ada wanita yang terima diperlakukan kasar atau dikatai kasar oleh kaum adam. Benar begitu bukan? Ya, memang begitu kenyataannya.

"Gila tuh orang. Gue udah nolongin dia! Kalau gue nggak disana, bisa bisa mobilnya ancur di amuk massa. Bukannya makasih malah marah marah. Dah gitu dia bangsatin gue lagi! Demi apapun gue nyesel nolongin dia tadi!"

"GUE BENCI BANGET SAMA LO TAVINO!"

"ALLAHUAKBAR. Kenapa bisa gue pernah naksir sama dia. Cowok kasar! Dingin! Nggak ada bagus bagusnya sama sekali. Bener bener bertolak belakang sama Savero." gadis itu tak kunjung mencibir Tavino. Tidak perduli yang dicibir sedang berada jauh entah dimana.

Alona mengusap wajahnya kasar, fikirannya sungguh kacau sekarang. Perlakuan Tavino terus saja terngiang di otaknya. Hanya dengan memikirkannya saja sudah berhasil menghancurkan moodnya.

Handphone Alona bergetar. Dengan gerakan cepat dia mengambilnya, mengecek notifikasi yang masuk dari whatsappnya.

Savero

Chat masuk dari Savero.

Biasanya, mendapat pesan masuk dari Savero saja hatinya sudah bahagia tak karuan, mood nya yang buruk akan langsung berubah jika Savero menghubunginya.
Tapi kali ini, tidak ada obat manjur yang bisa mengembalikan moodnya. Chat dari Savero pun tak mengefek apa apa.

Savero : Hay pacar! Lagi ngapain lo? Baru ketemu tadi aja gue udah kangen, bahaya banget kan :(

Alona : Lagi sibuk.

Savero : Dih. Lo kenapa?

Alona typing....

Savero calling..

Baru hendak membalas, tiba tiba saja Savero menelphonenya.

Alona menggeser tombol hijau lantas membawa ponselnya ke telinga kanannya.

"Hallo? Lo kenapa? Lo sakit? Lo laper? Yaampun lo pasti belum makan yaa. Gue udah bilang sama lo, jangan sampe telat makan! Nanti kalo lo sakit gimana?!" berbagai pertanyaan dilontarkan berurutan dari sebrang telephone, yang tadinya cemas nada bicara Savero terdengar berubah menjadi kesal.

Meski dengan mood yang sangat hancur. Namun jujur, Alona tidak bisa menahan senyum dibibirnya.

Savero yang selalu perhatian.
Savero yang selalu mematahkan emosinya hanya dengan gombalan.
Savero yang selalu menjadi alasanya tersenyum.
Savero yang selalu ada untuknya.
Savero yang selalu memberi dan meminta kabar.
Savero yang lebih baik dari pada mantan mantannya.
Dengan semua itu cukup menjadi alasan besar mengapa hatinya selalu jatuh cinta berkali kali kepada lelaki itu.

Fate FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang