2

65 2 4
                                    

He still my son

_____

00.00

Suara ketukan pintu yang memekakan telinga berhasil membangunkan seorang wanita paruh baya dari mimpi indahnya. Dengan langkah lambat ia arahkan kaki rentanya menuju pintu utama.

"Ma! Buka pintunya!"

Teriakan seorang pemuda di luar sana membuat irama jantung Hera berubah menjadi dua kali lebih cepat, tentu saja ia terkejut. Hera sudah pasang badan dan telinga, bersiap untuk menerima segala hujatan yang akan menghujani dirinya dari Jungkook.

Batin Hera terasa seperti di hujani ribuan belati. Tatapan tajam Jungkook terlihat begitu mengintimidasi saat pintu itu terbuka. Wajahnya merah, rambutnya sudah berantakan serta ada cap biru di salah satu tulang pipinya. Terlebih lagi tercium bau alkohol yang menyeruak di udara. Hera menebak anak itu tengah mabuk.

Dengan langkah gontai pemuda berusia sembilan belas tahun itu langsung memeluk ibunya dengan erat. Begitu erat sampai Hera sulit bernapas.

"Ma, aku kangen sama dia." Ucap pemuda itu ngelantur dengan suara yang serak dan rendah, membuat Hera kebingungan.

"Kangen sama--"

Belum rampung terucap, Jungkook mendorong dengan kasar tubuh ibunya sampai tersungkur ke lantai tanpa alasan yang jelas. Hiasan pot bunga yang semula berdiri di atas meja langsung terjun ke lantai rumah Jungkook yang dinginnya menusuk tulang. Pot itu pecah, bersamaan dengan telapak tangan Hera yang mendarat di atas pecahan beling pot tersebut. Hera meringis di sertai dengan terciptanya kaca tebal yang melapisi kedua netranya.

"Nggak usah nangis." Ucap Jungkook yang sudah berlutut di hadapan ibunya seraya mengelus satu pipi Hera yang mulai mengendur.

Terlambat, air mata Hera terlanjur mengalir di atas kedua pipinya. Hal itu lantas memancing amarah Jungkook.

"Aku bilang jangan nangis!" Ucap Jungkook kasar. Semenjak kejadian itu sopan santunnya sudah ia buang entah kemana, dibiarkan menghilang begitu saja.

Cairan merah mulai mengalir keluar dari luka di telapak tangan Hera. Suara isakan tangis perlahan-lahan keluar dari bibirnya.

"Yah, berdarah." Ucap Jungkook yang tubuhnya sudah semakin lemas, efek dari kuatnya kandungan alkohol pada minuman yang ia tenggak 30 menit yang lalu. Ia sentak satu tangan ibunya yang terluka--membuat Hera meringis kesakitan.

Jungkook mengambil selembar serbet lusuh dan langsung membersihkan darah pada telapak tangan ibunya dengan kasar, membuat luka sobek pada telapak tangan Hera menjadi lebih parah.

"Aduh!"

Jungkook menghentikan kegiatannya dan langsung menatap nyalang wajah ibunya. Jungkook persis seperti singa yang ingin menerkam mangsanya sekarang.

"Udah di tolongin nggak tau diri banget sih!" Jungkook membentak seraya bangkit dari posisinya.

Gertakan Jungkook membuat Hera terkejut dan air matanya kembali jatuh untuk kesekian kalinya. Sudah satu tahun sikap kasar Jungkook bersarang pada dirinya.

Hera bangkit dan langsung mencengkram kedua bahu kekar anak bungsunya. "Kenapa kamu berubah jadi kayak--"

"Sialan!" Dengan cepat pemuda itu mendorong tubuh ibunya ke lantai, membuat belakang kepala Hera terbentur bibir meja. Mata Hera mulai berkunang-kunang, mungkin tak lama lagi kesadarannya akan lenyap.

"Belum sadar juga, hah?!"

"Sialan!!" Pekikan tadi keluar dari mulut Seokjin yang baru saja turun dari lantai atas. Suara Jungkook yang begitu menggelegar berhasil menginterupsi jam tidur kakaknya.

Seokjin layangkan sebuah pukulan telak pada salah satu sudut bibir adiknya yang langsung tersungkur ke lantai. Setelahnya Seokjin tarik kerah jaket boomber merah maroon yang terpasang pada raga Jungkook, memaksanya untuk berdiri.

"Udah mabuk, sekarang durhaka sama orang tua. Lo mau jadi apa, hah?!" Bentak Seokjin yang masih meremas ujung kerah jaket adiknya.

Hera yang melihat pertengkaran kedua anaknya langsung bangkit. Berusaha melerai keduanya. "Udah, nggak apa-apa."

Seokjin menatap ibunya tak percaya. "Nggak apa-apa gimana, Ma?!"

Saat Seokjin lengah, Jungkook balas perbuatan Seokjin dengan memukul wajahnya. Namun, Hera yang keburu sadar dengan tindakan yang akan Jungkook lakukan langsung mendorong tubuh Seokjin, alhasil Hera lah yang menjadi korban dari pukulan ganas Jungkook. Hera langsung pingsan di tempat.

"Dasar biadab!" Seokjin geram. Dengan cepat ia langsung mendorong kedua bahu Jungkook, membuatnya mundur beberapa langkah. "Mendingan lo pergi ke kamar. Gue muak liat muka lo!"

Dengan langkah yang tertatih dan sedikit gontai, Jungkook dekatkan wajahnya pada wajah kakaknya--hampir membuat hidung runcing keduanya bersentuhan dan langsung berucap,

"Gue lebih muak liat muka lo." Jungkook mendesis dan langsung pergi dari hadapan Seokjin dengan sengaja mengadu satu bahunya.

Pandangan Seokjin mulai kabur, irisnya sudah terlapisi cairan bening yang akan runtuh saat mata itu berkedip. Ia bawa raga Hera untuk di tidurkan di kasur empuknya. Setelahnya Seokjin gerakan kedua kaki jenjangnya menuju dapur untuk mengambil semangkuk air hangat serta sebuah handuk kecil. Begitu urusannya selesai ia kembali ke kamar ibunya.

Seokjin duduk di bibir ranjang yang di atasnya terbaring raga Hera yang masih tak sadarkan diri. Pada salah satu tulang pipinya sudah terlihat cap biru. Seokjin tepuk pelan-pelan wajah ibunya pada daerah yang lebam menggunakan selembar handuk yang sudah basah dengan air hangat. Pikiran Seokjin melayang entah kemana, kepalanya memikirkan banyak hal. Terutama pikiran perihal perubahan sikap Jungkook.

Kalau saja dulu Seokjin bisa melindungi adiknya dengan cara yang benar pasti Jungkook tetap menjadi anak yang baik. Kalau saja dulu Seokjin lebih berani untuk melawan anak-anak itu pasti hal seperti ini tak akan terjadi pada Jungkook. Kalau saja.. ah, percuma saja ia menyesali perbuatan yang sudah berlalu karena semuanya tak akan pernah bisa di putar kembali.

Kita tak akan pernah bisa memperbaiki kesalahan yang telah terjadi. Kita juga tak bisa mengambil hal baik yang pernah terjadi dan membawanya ke masa depan. Yang lalu, biarlah berlalu. Seperti pertengkaran Seokjin dan Jungkook hari ini. Keduanya sama-sama di kuasai oleh rasa berang yang telah menumpuk di dalam diri dan tak dapat keduanya tahan. Rasa kesal itu sudah terlanjur meledak, semakin memperlebar jarak pada hati masing-masing dari mereka. Seokjin dan Jungkook semakin jauh. Tak seperti dulu, hubungan mereka sedekat nadi. Keduanya saling menyayangi satu sama lain.

Atensi Seokjin langsung beralih ke tubuh ibunya yang mulai menggeliat lemah. Pelan-pelan Hera membuka matanya, tak lama ia meringis saat rasa perih di pipinya terasa. Hera bangkit dan mengambil posisi duduk, dengan sigap Seokjin langsung memberi segelas air mineral kepada ibunya.

"Jungkook mana? Dia nggak kamu apa-apain kan?" Hera bertanya dengan suara bergetar.

Seokjin berdecak. Di kondisi seperti ini Hera malah menanyakan keberadaan anak yang telah memperlakukannya dengan kasar?

"Mama nggak marah sama Jungkook?"

Hera menggeleng pelan sambil tersenyum; tulus. Menunjukkan kalau tak ada rasa benci yang timbul di dalam relungnya untuk Jungkook barang setitik pun.

"Rasa sayang mama ke kamu dan Jungkook masih sama. Mau bagaimana pun dia tetap anak mama." []

-,-

Maap gaje :,)



Salam, NaNa

The Truth [JJK] (17+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang