Act 7 (Someone Else.)

3.7K 597 39
                                    

Di antara gelap malam, di antara semilir angin dan ombak yang berhembus memecah sunyi, daripada ramai bintang bertabur di langit hitam, aku lebih memilih terpaku pada sosok yang hanya mematung di ujung daratan. Jeon Jungkook berdiri kokoh di antara garis samar laut dan pasir putih. Sedangkan aku di belakang sini, meski hanya melihat punggung lebarnya, tetap saja terpesona. Tetap memilih pemuda itu sebagai sosok yang paling menarik duniaku.

"Jimin, sini."

Saat ia berbalik dan memberi senyum indahnya padaku, saat itu kurasa dunia ini berputar lebih lambat. Malam terasa memiliki warna terindah dalam sejarah warna-warna di bumi. Mengalahkan pelangi yang katanya harta karun sehabis hujan.
Tubuh ini bergerak mendekat layaknya magnet mencari kutub pasangan, aku berjalan menuju Jungkook seolah sepasang kaki ini memang tercipta hanya untuk menghampirinya.

Memang benar. Jungkook hanya perlu mengulurkan tangan padaku, maka aku akan segera datang padanya.

Naif memang jika perasaan ini kusebut cinta. Terlampau cepat menguasai seolah ia sel kanker yang menggerogoti tiap ruang di kepala. Aku sendiri tidak menemukan jawaban. Mengapa aku jatuh cinta secepat ini. Jatuh cinta pada sosok yang bahkan tak mampu mencintai dirinya sendiri.

Saat langkahku tiba didepan Jungkook, kubiarkan mata kami saling beradu tatap. Kuharap sekarang Jungkook dapat mendengar suara jantungku. Kuharap dia bisa memberiku kunci cadangan untuk membuka hatinya yang tertutup.

Yang tidak pernah terbayangkan dalam benakku adalah Jeon Jungkook yang menarik tubuh ini mendekat. Merapat erat seolah ia ingin merasakan sendiri getar pacu jantung dalam dada.

Aku hampir gila saat Jungkook memiringkan kepala. Saat bulu mata lentiknya bergerak lembut menutup bagian orbs hitam yang selalu kupuja. Aku ingat bagaimana saat itu bibir Jungkook menyentuh bagian atas filtrumku, sebelum kemudian bergerak menuju bagian bibirku yang terasa kering.

Jungkook menciumku. Ciuman dengan gerakan selembut kapas, mengitari tiap inci permukaan kulit bibirku yang tebal. Mata ini tertutup saat ia menarikku semakin dekat. Menaut jari kami dalam gerakan pelan memabukkan.

Dan jika saja aku bisa menghentikan waktu, maka momen ini adalah momen yang ingin kuabadikan sepanjang masa. Kusimpan dalam piringan kaset yang bisa kutonton kapan saja. Karena aku yakin semua memiliki akhir. Jungkook sudah melepas ciuman sebelum aku membuka mata. Mengundang rasa kecewa dibalik bahagia yang terlalu kentara. Jungkook menatapku tajam, irisnya bersinar seterang bulan di belakang tubuhnya.

Lalu aku tersadar jika bulan bersinar terlalu terang malam ini. Cahayanya putih menyilaukan. Menelan apa saja bagian yang tersentur sinarnya. Seperti api yang merambat di musim kemarau, seperti badai pasir ditengah gurun, seperti ombak yang menghancurkan istana pasir.

Aku mencengkram tangan Jungkook dengan perasaan cemas.

"Lari! Lari!" itu kata tersulit yang bisa kukatakan pasca kulihat sinar bulan mendekat. Kaki ini serasa diberi beban besi sehingga tak mampu pergi kemanapun. Sedangkan Jungkookie masih berdiri di depanku. Wajahnya yang rupawan kehilangan senyum.
Aku terpaku, ketakutan.

"Begini jadinya kalau kau tidak mendengarkan aku."

Yang kulihat setelah itu adalah adegan tubuhnya yang terbelah cahaya, seperti garis petir di langit tiap badai datang. Aku ternganga dalam rasa takut yang luar biasa. Tak ada yang bisa kulakukan selain menunggu cahaya putih itu menebas tubuhku hingga menjadi kepingan menyedihkan menyusul Jungkookie.

"J-JUNGKOOK!"

Aku membuka mata dengan gerakan secepat yang kubisa, duduk terburu-buru hingga mengedarkan pandangan pada daerah lapang tanpa atap -terasa familiar sebelum aku sadar dimana aku berada-. Langit biru di atas kepalaku terasa membakar. Ternyata matahari sekarang sedang bersinar terik-teriknya.

PURE (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang