Bagian 09
Another ConflictSetelah kejadian sarapan di rumah Kevin kemarin aku tak bisa berkata apa-apa. Aku tidak mau menemui Kevin ataupun keluarganya. Aku juga tak mau bicara dengan mamaku. Aku mengunci diriku di dalam kamar. Semalaman. Aku tak ingin berbicara dengan siapapun. Ini benar-benar gila. Aku belum bisa menerima semuanya. Kenyataan bahwa Kevin mencintaiku. Kenyataan bahwa mama kami saling merestui. Kenyataan bahwa kak Rein tak menyetujui. Why? Bagaimana ini akan berjalan? Aku tak tahu. Aku benar-benar frustrasi.
Tok tok tok...
Mama mengetuk pintu kamarku pelan. Oh ayolah, mama mana yang tidak khawatir saat anak satu-satunya ini sedang sedih dan mengunci dirinya di dalam kamar semalaman.
"Rino...makan dulu. Mama buatin sup ayam kesukaan kamu. Sini. Enak lho." Mama membujukku. Aku tak berkata apapun.
"Rino...kalau ada masalah, kamu bisa cerita sama mama, kok." Mama sepertinya tidak mau menyerah kali ini.
"Ada masalah dengan Kevin ya?"Shit! Kenapa mama selalu tepat nebaknya. Lagian masalah apalagi kalau bukan dengan Kevin. Cuma dia satu-satunya temanku di kompleks ini. Kalau aku badmood atau ngambek pasti ketahuan ngambeknya sama siapa.
"Kalian udah dewasa. Nggak seharusnya menyelesaikan masalah dengan kekanak-kanakan seperti ini." Mama masih nyerocos. Aku sebal.
"Kalau kamu nggak mau cerita sama mama, sekarang juga mama bakal ke rumahnya Kevin. Mama mau dengar ceritanya." Mendengar hal itu aku langsung membuka pintu.
Gila! Bisa jadi perang dunia ini kalau sampai mama pergi ke rumah Kevin. Bisa-bisa mamaku dan mamanya saling sepakat dan menikahkan kami(?) Apa ini! Aku tidak mau! Aku masih labil!"Jangan, Ma...jangan pernah lakukan itu." Aku menunduk sedih di depannya.
"Astaga, Rino! Apa kamu tidak tidur semalaman?" Mama memelukku.
"Sini, cepat sarapan. Kamu harus makan. Mama nggak mau kalau kamu sampai sakit." Mama menarikku ke meja makan. Aku hanya menurut saja."Ceritakan kalau kamu ingin cerita." Ucap mama.
Aku mengalihkan pembicaraan, "Ma, kenapa mama belum siap-siap? Hari ini kan ada rapat umum pemegang saham?" Aku benar-benar ingin sendiri dulu untuk beberapa hari.
"Kesehatan kamu jauh lebih penting daripada perusahaan mama. Rapatnya bisa ditunda dengan persetujuan dewan. Sekarang mama mau pastikan kalau kamu makan."
"Iya, iya, Ma." Sebenarnya mendengar hal itu aku sedikit lebih baik. Jarang sekali seorang mengatakan anaknya lebih penting daripada perusahaannya. Bahkan ada yang mengatakan kalau perusahaan itu adalah anaknya. Aku cukup bersyukur karena punya mama yang benar-benar tulus dan tidak serakah.
Mama terus menatapku saat aku mulai menyendok makanan. Aku merasa gusar dan ingin sekali menceritakannya. Tatapan mama terlihat iba.
Aku tak tahu harus memulainya dari mana. Aku harus bilang kalau mamanya Kevin juga setuju dengan hubunganku dengan Kevin, kah?
"Mamanya Kevin juga merestui hubunganku dengan Kevin." Aku bicara dengan cepat setelah menelan makananku.
Mama melongo. Ia semakin antusias mendengar ceritaku.
"Lantas apa yang membuatmu seperti ini? Bukankah kamu seharusnya senang?" Tanya mama.
"Aku masih ragu dengan perasaanku pada Kevin. Dan kak Reinthard pun juga tidak menyetujui hubungan kami." Aku meneruskan, "Aku bilang ke Kevin kalau aku akan menerimanya kalau mamanya dan kak Reinthard setuju."
"Kamu masih ragu? Apa yang kamu ragukan, No?"
"Mama...Kevin itu sahabatku. Sudah kuanggap seperti kakakku sendiri sejak kecil. Aku tak punya perasaan cinta padanya. Aku mengatakan itu karena aku tak ingin menyakiti Kevin. Aku masih belum siap dengan kenyataan ini. Namun demikian bagaimana bisa aku menikmatinya pagi itu..." Aku mengacak-acak kesal rambutku.
"Hah? Pagi itu? Kalian pernah melakukan sesuatu?" Mamaku semakin antusias.
"Nggak seperti yang mama pikirkan. Tidak lebih." Aku menyela.
"Lalu jika kamu tidak menyukainya, kenapa kamu tidak bilang langsung saja padanya?"
"Mama...ini sangat rumit. Aku takut. Sebenarnya..." aku menggantungkan kalimatku.
"Sebenarnya apa, No?" Mama semakin penasaran.
"Sebenarnya dari dulu aku menyukai kak Reinthard." Jawabku sedikit berat karena mengatakan beban yang selama ini aku pendam.
"Hah? Kakaknya Kevin? Kamu menyukainya?" Mama terlihat terkejut dan tak habis pikir. Aku hanya menganggukkan pelan kepalaku. Kemudian menyeka air mataku yang keluar.
"Apa yang harus aku lakukan? Aku menyukainya. Di sisi lain aku tidak mau membuat Kevin terluka. Bukankah ini menyedihkan jika aku bilang kalau aku menyukai kakaknya dan menolak cinta tulus Kevin? Dan juga, belum tentu kak Reinthard juga menyukaiku." Aku semakin terisak.
"Sudah, sudah. Sini." Mama berdiri dan memelukku. Ia terlihat berkaca-kaca sambil mengelus pelan kepalaku. "Nggak usah bingung. Sekarang kamu pikirkan pelan-pelan saja. Jangan dipaksakan. Cerita sama mama kalau ada apa-apa."
"Terima kasih, Ma." Aku mengeratkan pelukanku ke mama.
***
Wah wah...
Gimana gimana? Ternyata Rino menyukai kak Reinthard. Bagaimana nasib Kevin?
Apa kak Reinthard juga menyukai Rino?To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mother is Fujoshi! [END]
Ficção AdolescenteAnnyeong, yorobun! Hola! Ini adalah cerita pertamaku di Wattpad. Mungkin ini rada absurd dan gaje, tapi coba kalian baca aja deh. Mendekati hari ibu nih. Aku pengen nyajiin cerita yang manis-manis gitu. Tapi ingat, cerita ini mengandung unsur boyxbo...