17. Kampung

9.4K 1.3K 38
                                    

Ogif mengangguk, mengiyakan dalam satu kata, ya. Dia harus pulang kampung minggu ini. Ibunya sendirian di rumah, adiknya lagi studytour.

“Kenapa?” Than yang baru kembali dari kamar mandi, memerhatikan gerak-gerik Ogif yang mirip maling ayam lagi nyolong—asyik sama dunianya sendiri.

“Gue disuruh pulang kampung.”

“Yaudah, pulang sana.”

Bukannya berterima kasih udah dikasih petunjuk, Ogif malah mengabaikan Than dan memilih sibuk dengan panggilan Ibunya.

###

[Ogif]

Gue pulang kesini, rumah, bareng Than. Kenapa gue sampai bawa dia? Benar, karena dia yang maksa. Dan pemaksaan model Than benar-benar bikin modar. Dia mengikuti kemanapun gue pergi sambil bilang ‘gue ikut ya?’.

Yaaah, lo bayangin aja ada tomcat jelek, albino, nempel di hidung lo. Dibiarin itu ganggu, diusir itu susah. Jadi ya, gue turuti ajalah apa maunya. Kali aja habis dari rumah gue, dia bisa bertobat dan kembali ke jalan yang benar. Jadi manusia dan bukan tomcat.

“Gif, makannya kapan?”  tanyanya, tepat di depan ibu gue.

Gue sampai gak habis pikir, ini anak gak pernah diajarin sopan-santun atau emang dia bukti teori Darwin? Nenek moyangnya monyet.

“Than, kenalin ini Ibuku.” Minjem gayanya orang pacaran, gue pakai aku-kamu. Meskipun agak geli, tapi ya sudahlah.

Ibu gue mengangguk, tersenyum secukupnya. Than balas tersenyum. “Iya udah tau, gak mungkin kan Ibu kamu yang semuda dan secantik ini aku kira nenek kamu.” Satu detik setelah kalimat itu meluncur dari mulut Than, Ibu gue langsung akrab dengan tuh anak—mengabaikan eksistensi gue di rumah sendiri. Gue jadi bingung. Apakah berbohong demi kebaikan itu benar-benar diperbolehkan?

“Ibu, anakmu disini. Dia cuma mau numpang.” Oceh gue, agak kesel juga dicuekin.

“Iya tau kok kalau kamu anakku, jadi anggap rumah sendiri ya. Ibu mau jadi pemandu Adek Than dulu.”

What? Adek Than? Sejak kapan ibu gue bikin julukan itu?

Yang disebut Adek cuma senyum-senyum gak jelas. Mungkin dia seneng karena berhasil merebut perhatian Ibu gue. Bocah sialan.

Disaat mereka sibuk dengan obrolannya tentang gosip receh para artis muda, gue diam-diam nyari tabung LPG di dapur. Gue pengen bikin kembang api dirumah. Spontanitas aja sih. Sayangnya, gak ada korek api disini. Karena gue males gosokin batu ala orang purba, gue langsung ke kamar buat tidur. Than sama ibu gue? Semoga kesasar ke antah berantah. Lagian sih, ngapain juga adik gue harus studytour ke luar kota?! Kentang kan gue..

###

“Yo!” Remaja putri setengah tanggung melambaikan tangan dari seberang jalan.

Perasaan Than sulit dideskripsikan.

Ogif putar balik, memacu sepeda motornya mendekati sosok yang menyapanya.

“Lama nunggunya, Chan?” tanya Ogif, begitu posisinya sejajar dengan sepeda motor Chan.

“Gak, barusan nyampai kok.” Chan tersenyum.

“Oh ya,” Ogif menoleh ke belakang. “Ini temen sekamarku di asrama. Than.”

Than diam, gak ngerti harus merespon apa. Telapak tangannya mulai dingin. Dia terlalu goblok kalau gak sadar siapa sebenarnya perempuan di depannya.

“Dan Than, ini Chan. Pacar gue.” Ogif menaik-turunkan alisnya main-main.

Than berubah sewot. “Gak tanya.” Balasnya, ketus.

Meskipun sedikit tersinggung, Ogif tetap pasang senyum manis. “Iya gak apa-apa. Kan aku sukarela jelasin.”

“Ayo pulang.” Sambar Than, terus terang. Dia gak suka jadi kentang di antara dua orang yang lagi kasmaran, apalagi salah satunya orang yang dia suka.

“Lah…? Kok pulang?” Chan heran dengan perilaku teman pacarnya yang—menurutnya—aneh.

“Kita kan belum jalan-jalan Than. Lo, sehat?” gurau Ogif.

“Gak, gue sakit. Sakiiiit banget.” Balas Than sembari menyilangkan tangan di depan dada ala FTV.

Ogif dilema. Antara ingin menuruti ucapan Than tapi membuat Chan kecewa atau menolak ucapan Than dan melakukan pembunuhan paling sadis di dunia-akhirat padanya.

“Than, kita jalan-jalan seben—“ Ogif berniat menawarkan sebuah perjanjian, ketika Than memotong ucapannya.

“Budek? Gue bilang pulang, ya pulang. Atau mau gue aduin ke Ibu lo kalau lo habis pacaran?!”

Ogif mendengus kesal. “Anjrit.” Meski begitu, sejujurnya Mamaknya adalah ancaman paling mematikan dalam hidupnya. “Nyesel gue ngajak lo!”

Kemudian, pertemuan yang direncanakan jauh-jauh hari itu selesai begitu saja. Dan sepanjang perjalanan pulang, Ogif mendiamkan Than.

###

Halo, saya balik lagi. Hehe.

Lagi libur panjang, jadi (mungkin) bakalan lebih sering update :v

Terima kasih sudah menunggu ya, jangan lupa vote dan comment.

19/12/2017

Gay Code 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang