16

1.3K 231 20
                                    

Sepanjang Ospek, Umji terus menundukkan wajahnya. Jennie pun tidak memanggilnya dengan nama asli, begitu pun pembimbing lain. Tidak ada yang berhenti memperhatikan Umji. Sampai akhirnya dia pulang.

Sesampainya di lobi, Umji menemukan Suga sedang menunggu sambil duduk. Ia mendekati Suga sambil menunduk.

"Kak Suga?"

"Eh Ji. Udah selesai?"

Umji mengangguk sebagai jawaban.

"Ya udah, cari makan dulu yuk?"

"Ngajak aku?"

"Yang di sini cuma ada lu doang Ji."

"Oh iya. Ayo."

Senyuman tercetak di bibir Suga. Dia menarik tangan Umji, lalu menggenggamnya. Umji menatap Suga terkejut. Tapi Suga tidak menjawab dan malah menariknya, membuat Umji mengikuti Suga sembari tertunduk. Keduanya berusaha menetralisirkan detak jantung.

***

Kemacetan terjadi di tengah hujan yang turun dengan lebat. Di dalam mobil pun hanya ditemani dengan suara radio. Namun, Suga tidak bisa mengabaikan penumpang di sampingnya.

"Masih kerasa?"

"Kerasa? Apanya kak?"

"Trauma.."

"Eng. Kakak tau?"

Suga mengangguk. "Tau. Jadi?"

"Iya. Masih.. kerasa."

"Kalau trauma lu balik. Lu lakuin ini."

"Lakuin apa kak?"

"Tarik napas dalem, tahan, keluarin. Ulang itu sampe lu bener-bener tenang."

"Aku udah terlalu sering lakuin itu kak. Jadi, cuma ngaruh sedikit."

"Pikirin hal positif juga, pikirin kalau nama lu itu gak akan buat lu celaka."

"Tapi aku terlalu takut buat mikirin nama aku. Bahkan nyebut aja kadang aku ragu. Aku suka ngerasa jantung aku berhenti berdetak."

Suga terdiam mendengar ungkapan Umji, lalu dirinya memberanikan untuk bertanya. "Emang apa yang dia lakuin sampe lo trauma kayak gini?"

"..."

"Kalau gak mau cerita jangan Ji."

"Aku— hampir di.."

"Hm.. hampir di?"

"Perkosa," suaranya begitu kecil namun cukup terdengar jelas oleh Suga. "Aku beruntung saat itu ada Somi dan Sinb di sebelah. Mereka coba buat ngejauhin aku dari dia. Tapi dia nyayat telapak tangan aku sampe aku pingsan."

Begitu mendengar semua yang terucap dari bibir Umji, Suga memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Tangannya menarik badan mungil Umji untuk memberi kehangatan.

Suga memeluk Umji yang menangis terisak di bahunya. Ia mengusap sayang rambut Umji. "Nangis aja gak apa-apa. Maaf gua nanya hal kayak gini. Maaf buat lu nangis lagi. Maaf Ji."

Kepala Umji menggeleng di dalam pelukkannya. "Maaf aku cengeng," Umji malah meminta maaf.

"Wajar lu nangis Ji. Lu ga cengeng. Lu adalah cewek terkuat setelah ibu gua."

Setelah beberapa lama akhirnya Umji meredakan tangisannya karena ia sudah merasa tenang lalu melepaskan pelukan Suga. "Makasih udah nenangin aku kak."

Suga tersenyum, namun matanya memancarkan segala perasaannya. Tangan Suga menangkupkan kedua pipi Umji. "Liat gua Ji. Gua akan lakuin apapun buat lu karena gua sayang sama lu."

Detak jantung keduanya berdetak tak karuan. Umji yang tadinya digenangi air mata, kini tersenyum manis dengan kedua pipi yang bersemu. Suga yang melihat wajah Umji akhirnya melepaskan tangannya.

Pandangannya mengalih pada kemacetan jalan yang masih diguyuri hujan dengan deras. Tangannya menutup mata lalu ia arahkan untuk mengusap rambutnya, sembari ia menggigit bibirnya. Merasa frustasi.

"Shit." bisik Suga pelan sambil menghembuskan napasnya kasar.

Penumpang di sebelahnya menatap heran. "Kakak kenapa?"

"Bentar Ji. Gua ga bisa natap lu. Jantung gua mau loncat." Suga menyenderkan kepalanya. "Ya Tuhan."

Umji yang melihat Suga seperti itu, tertawa geli. Pendengar tawa di sebelahnya menoleh. "Kenapa lu ketawa?"

"Aku juga ngerasain hal yang sama. ㅋㅋ"

"Kenapa lu polos banget sih Ji? Gua jadi takut ngelepasin lu."

"Maksudnya?"

"Gua jadi pengen lu ngedampingin hidup gua. Di sisi gua. Selamanya."

。『Blind』

Oh shiet—

Blind『Min Yoongi』Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang