Karantina

55 13 8
                                    

Tidak ada yang namanya kebetulan, semuanya telah diatur oleh Yang Maha Kuasa

--------------------

Mentari timbul dari ufuk timur memancarkan cahayanya, cahaya yang dapat menembus apa saja yang dilewati sambil membawa hawa hangat yang membakar semangat semua makluk untuk memulai hari baru. Burung-burung keluar dari sangkar mereka, bersiap  terbang untuk mencari makan untuk diri dan keluarga mereka. Kalelawar dapat beristirat dan menghilangkan lelah karena telah menjelajahi gelapnya malam. Para tanaman hijau tersenyum karena mereka akan mendapat bahan penting untuk melakukan fotosintesis. Bunga pukul sembilan yang merambat didepan rumahku pun merasa gembira karena sebentar lagi bunga mereka akan mekar dan menambah keindahan di bumi.

Aku juga merasakan kebahagiaan yang mereka rasakan. Kerena hari ini aku masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menghirup oksigen dan hari ini adalah hari yang kutunggu-tunggu. Mulai hari ini semua peserta OSN akan dikarantina. Jadi peserta OSN tidak akan masuk kelas, semuanya akan dikumpulkan di perpustakaan untuk mendapatkan bimbingan. Yang membuatku senang adalah aku tidak ketemu lagi dengan pelajaran-pelajaran yang membosankan. Satu hal lagi yaitu aku akan terbebas oleh tugas-tugas dan dijamin nilaiku akan aman. Aku bersyukur karena sekolahku mempunyai kebijakan seperti ini.

"Ibu, aku kesekolah dulu yah" sambil meraih telapak tangannya  dan menciumnya.

"Hati-hati yah, yang semangat belajarnya" ucapnya dengan memberikan senyum terbaiknya. Melihatnya tersenyum membuat hatiku makin senang.

Aku segera memasang helm berwarna hitam dikepalaku, merangkul tas dibahuku, kemudian meraih kunci motor yang tergantung diatas kalender. Aku berjalan menuju motorku yang terpakir didepan teras rumah, memasukkan kuncinya dan menyalakan mesinnya.

Waktu masih menunjukkan jam 6.45, masih lima belas menit sebelum gerbang sekolahku dikunci. Aku memutuskan untuk menikmati perjalan pagi ini karena waktu untuk sampai di sekolah hanya sekitar lima menit.

Jarum dispeedometer menunjukkan angka 40. Ya aku mengendarai motorku cukup pelan sambil memandangi setiap tempat yang kulewati.

Sebenarnya tempat ini begitu membosankan, setiap hari aku sudah melihatnya dan tidak ada yang special disini. Diawal perjalanan akan mendapatkan sebuah jembatan yang dibawahnya mengalir sungai yang mempunyai air yang begitu keruh. Jembatan ini menghubungkan tempat tinggalku dengan pusat kota, andai jembatan itu tidak ada maka aku harus menempuh sekitar tiga puluh menit untuk mencapai pusat kota.

Setelah melewati jembatan, akan terlihat jejeran tempat makan dan beberapa toko yang menjual souvenir, daerah ini cukup sepi kalau pagi hari, karena banyak tempat makan yang mulai berjualan pada sore dan malam hari. Bangunannya biasa saja, tertata cukup rapi, memiliki warna yang tidak berbeda jauh dan tidak terdapat bangunan bertingkat. Diujung jalan ini terdapat sebuah tugu, tapi tidak bisa dibilang tugu sih, soalnya ukurannya yang tidak begitu tinggi. Setelah melewatinya, maka akan memasuki daerah perkantoran.

Kiri dan kanan tidak terdapat perumahan penduduk, sepertinya pemerintah sudah mengaturnya sehingga daerah ini hanya khusus untuk bangunan perkantoran. Kantornya ada yang bertingkat, tapi cuman bertingkat dua dan hampir setiap kantor terdapat pepohonan yang cukup besar, hal ini yang membuat udara dijalan ini terasa segar dipagi hari.

Diujung jalan ini terdapat perempatan, aku membelokkan stir motorku kekanan dan sekitar tiga ratus meter lagi aku akan sampai di sekolahku. Sekolah yang menyimpan banyak cerita, entah itu cerita cinta ataupun persahabatan.

Di gerbang sekolah telah berdiri seorang guru dan beberapa anak-anak OSIS, mereka memeriksa setiap siswa yang masuk, jika ada yang melanggar aturan berpakaian maka mereka akan menahannya dan memberikan denda.

DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang