2 - Biru si manusia setengah triplek

38 5 1
                                    

Kali ini aku berkunjung kerumah Jira. Rumahnya tidak besar, hanya nyaman saja. Terdapat pohon mangga disebelah rumahnya yang membuatku selalu datang kesini tiap kali dia panen mangga. Namun hari ini pohon mangganya belum berbuah, tapi aku kesini cuma mau curhat soal hari sabtu kemarin.

"Jadi, maksud lo, lo nyesel masuk Brain Strom?" Jira mengunyah lays yang sengaja kubawa agar anak itu mau mendengarkan curhatanku tanpa merasa bosan.

"Jelas lah! Kalo bisa gue pengen keluar deh Ra."

"Tahan-tahanin aja dulu. Lagian lo nya juga, pake asal pilih paket VVIP!"

Aku menggaruk belakang kepalaku yang tidak gatal. "Ya mana gue tau sih kalo VVIP yang dimaksud tuh kayak gitu. Gue jadi member VVIP di Gucci aja dapet banyak keuntungan."

Oke, sebelum kalian bertanya-tanya, lebih baik biar kujelaskan sekalian.

Ingat paket VVIP yang kupilih hari sabtu kemarin? Ya, dibalik kata-kata nya yang eksklusif ternyata isi paket itu hanya sebuah jebakan. Ternyata paket tersebut berisi 5 jam untuk belajar efektif. 2 jam test. 3 jam latihan soal UN dan 2 jam sisanya digunakan untuk kuis berhadiah. 2 jam terakhir cukup menyenangkan juga. Maksudku kapan lagi aku bisa menyuruh Biru godain mba-mba cafe? Meski sebagai gantinya kalau aku salah menjawab, giliran Biru yang menyuruhku macam-macam. Macam-macam latihan soal untuk ku kerjakan maksudnya.

Jadi member VVIP sebenarnya ada keuntungannya juga. Aku jadi tidak perlu repot-repot datang ketempat janjian, karena pengajarku akan langsung datang begitu aku menyalakan gps di ponsel. Aku gak tahu kenapa organisasi ini begitu canggih. Dia bisa melacakku hanya dengan ponsel. Aku sedikit takut sebenarnya. Namun melihat wajah Biru yang seperti itu, mau tidak mau aku tidak bisa merasa takut. Maksudku, mana ada psikopat berwajah cakep sepertinya? Meski ekspresinya selalu datar sih.

"Lagian juga, pengajar yang lo bilang-bilang tadi cakep. Puas-puasin aja ngeliatin mukanya, asal jangan sampe lo jatuh cinta sama dia Lun."

Aku mengangguk setuju. Lagian sebenarnya aku hanya menyukai wajahnya sih. Aku menyayangkan sikapnya yang terlaku kaku dan datar. Coba kalau cowo itu bersikap lebih ramah, mungkin detik itu juga aku akan langsung jatuh cinta.

"Eh, tapi lo cerita gini ke gue gak bakal kenapa-kenapa kan?"

Aku baru ingat bahwa aku tidak seharusnya mengatakan apa-apa soal pengajarku. Eh, tapikan aku tidak membeberkan identitasnya, aku cuma memberitahu Jira kalau Biru itu ganteng. Ganteng itu kan luas, bisa aja mirip Shawn mendes atau Justin Bieber. Lagipula aku juga tidak berniat membeberkan identitasnya, kayak aku tahu aja dia itu siapa. Aku bahkan tidak tahu umurnya, bisa jadi umurnya ternyata dibawahku?

"Gak papa lah. Kan gue gak ngasih tahu identitas si Biru. Biru itu juga nama samaran, lagian gue juga gak tau nama aslinya siapa."

"Gue saranin lo hati-hati aja. Takutnya lo salah ngomong atau gimana."

Aku menyipitkan mata. "Bilang aja lo males denger curhatan gue kan."

Jira hanya terkekeh geli. Sepertinya memang iya. Hah, dasar teman yang jahat.

"Coba deh lo curhat yang lain. Gue bakal dengerin deh."

Aku mulai mengingat-ingat apa ada hal yang bisa ku curhatkan.

"Oh, ayah gue makin aneh aja dari hari kesehari."

"Kenapa sama Om Jefri? Kabarnya baik kan?"

Aku berniat mengambil lays, namun langsung mendelik kasar kearah Jira saat menyadari bungkusannya sudah kosong.

Brain StormTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang