Bab 5 : Please Come Back

31 6 1
                                    

-Kino's Point Of View-

Sore ini sepulang sekolah, aku lebih memilih untuk berkumpul dengan teman-temanku. Aku sudah beberapa hari ini sedikit melupakan keberadaan mereka.

Ku hentikan mobilku di halaman rumah Kyungsoo hyung. Dia adalah seniorku di sekolah sekaligus kakak sepupuku.

Langsung kulangkahkan kakiku memasuki rumahnya. Satu kata, sepi. Tampaknya aku adalah orang pertama yang datang ke rumahnya hari ini.

Tidak ada orang di rumah. Maksudku, pemilik rumah ini. Hanya ada beberapa pelayan dan penjaga. Orangtuanya? Mereka melakukan bisnis di London beberapa bulan yang lalu.

"Apa Kyungsoo hyung belum pulang?" Tanyaku pada salah satu pelayan yang sempat melewatiku.

"Tuan Kyungsoo sedang ada di kamarnya, Tuan."

"Terimakasih"

Langsung saja kulangkahkan kakiku untuk menaiki tangga menuju kamarnya.

Ceklek

Terlihat dia yang sedang berbaring di kasurnya yang nyaman itu.
"Wah... kau terlihat sangat santai sekali kali ini" ucapku ketika melihatnya sedang mendengarkan lagu lewat headphone sambil memainkan tabletnya.

Aku melangkah lebih masuk ke dalam kamar dan mendudukkan bokongku di karpet bludru di dekat kasurnya.

"Tumben sekali kau datang awal" sindirnya.

"Aku sedang malas melakukan sesuatu. Jadi aku kesini saja untuk mengembalikan mood ku"

"Ck! Alasan. Kalau ingin berkonsultasi tentang masalahmu, cari saja psikolog ahli. Uangmu banyak."

Kalau aku boleh memukulnya, maka akan aku pukul dia sekarang juga. Dia itu hanya kelihatannya saja tenang dan baby face. Pada kenyataan, dia hanyalah manusia bermulut ular berbisa. Dia sangat tidak mau susah-susah menjaga perasaan temannya. Apalagi aku ini sepupunya sendiri.

"Hyung.. aku kesini untuk memperbaiki mood, bukan memperparahnya."

"Aku tidak memperparah. Justru aku memberimu solusi, kalau kau ingin tahu. Dasar tidak tahu terimakasih."

"Aku baru saja sampai di sini dan kau sudah merusak mood ku."

"Kalau begitu pulanglah."

Dia mengusirku? Dasar!

Aku yang tidak ingin membuat mood ku semakin hancur, memilih untuk berbaring dan memainkan ponsel. Sekarang aku merasa keputusanku untuk kesini adalah kesalahan besar.

"Hubunganmu dengan Yerim bagaimana?" Moodku sekarang benar-benar hancur. Kuhembuskan nafas perlahan dan mendudukkan diri.

"Dia masih sulit ku hubungi." jawabku mencoba terlihat biasa saja.

"Kau sudah mencoba ke rumahnya?"

"Sudah. Aku baru saja dari sana."

"Dia tidak ada di rumah, benar?" Mataku memicing "bagaimana kau tahu?"

"Terlihat dari tampilanmu. Dan jika gadis itu ada di rumah, pasti kau masih ada di sana untuk berusaha meyakinkannya." Dia seperti peramal ulung.

Ku usap wajahku dengan kasar. "Aku harus bagaimana lagi? Apakah aku harus meminta orangtuaku untuk menjodohkan aku dengannya?"

"Jangan bodoh! Mana mungkin orangtua Yerim mau. Kalau dia mau, maka sudah jauh-jauh hari dia meminta agar Yerim bertunangan denganmu, bahkan hubungan kalian sudah dia ketahui sejak lama."

"Lalu bagaimana? Apakah harus menculik dan menghamilinya?" Ucapku karena terlalu frustasi memikirkan jalan keluar akan hubunganku.

"Kau gila?!" Teriaknya membuatku sedikit berjengit

Winter's TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang