Tama duduk di dalam ruangan besuk, sendirian.
"Mas." Dia menoleh dan berdiri, kedua tangannya terulur memelukku.
"Gimana kabar? Sehat?"
"Alhamdulillah. Gimana kabar semuanya? Sehat?"
"Alhamdulillah. Ayah ikut fisioterapi untuk gerakkin tangan dan kakinya, agak sulit tapi paling gak ada gerakan. Gak terlalu kaku. Ibu titip salam, lewat Pempek." Tama mengeluarkan kotak makanan dan menyodorkannya padaku.
Aku tertawa, berterima kasih.
"Anis udah lahiran, baru aja. Anaknya laki - laki dan sehat, gue langsung kesini dari rumah sakit."
Tama menyodorkan ponselnya, disana terpampang foto bayi mungil yang masih merah. Senyumku mengembang melihatnya.
"Anis minta tolong elo yang kasih nama." Aku menengok ke arah Tama. Wajahnya serius tidak ada raut bercanda atau apa.
"Anis inget gue, Mas?"
Tama mengambil ponselnya dan menyerahkannya padaku lagi.
Itu video, Anis yang sedang berbaring di ranjang rumah sakit. Wajahnya menghadap kamera dan berbicara.
"Mas, maaf Anis belum pernah tengokin Mas Giri disana. Tapi Anis selalu berdoa, semoga Mas Giri sehat dan baik - baik aja disana. Selalu dilindungi Allah." Dia terisak, "Anis mau lahiran hari ini, Mas. Tolong, beri nama untuk bayi Anis ya, Mas. Juga, Anis ingin Mas Giri yang mengadzankan si kecil nanti."
Setetes airmataku meleleh, dengan cepat aku menghapusnya.
"Ini rekaman tadi pagi waktu baru mules - mules. Gue telpon Aji, lo adzan-in bayinya Anis ya."
Aku mengangguk dan mengatur napasku. Membersihkan tenggorokan dan berdeham.
Telepon tersambung, Tama menyetelnya dengan mode speaker.
"Ji, gue udah sama Giri. Loudspeaker ya."
"Iya, bentar." Terdengar suara Aji yang berbicara dengan perawat, "bayinya udah sama gue nih."
Aku mulai mengumandangkan adzan.
Tak bisa dihindari, hatiku bergetar hebat. Airmataku terus mengalir.
"Namanya, udah ada belum, Gi?" Tanya Aji begitu aku selesai melantunkan adzan.
Aku memutar otak, mencari nama - nama yang baik untuk keponakanku.
"Uhm, Mahesa--"
"Ya? Mahesa apa?"
"Uhm--" Berpikir, Giri! "Ares?"
"Mahesa Ares?" Tanya Aji di seberang sana.
"Tunggu. Uhm---Genta."
"Mahesa Ares Genta?" Tanya Aji lagi.
"Bukan. Genta Ares Mahesa. Iya, itu namanya, Mas."
Aji mengulangi namanya disana, berbicara dengan Isna, sepertinya.
"Genta Ares Mahesa? Oke. Ini Anis mau ngomong, Gi. Tunggu sebentar ya."
"Iya."
Ponsel berpindah, "Mas?" Suara Adikku menyapa disana. "Mas Giri sehat?"
Menahan tangis, aku menjawab Anis. "Sehat, Nis. Alhamdulillah. Mas harap kamu juga ya. Selamat untuk kelahiran bayinya. Semoga Genta bisa jadi anak sholeh dan berbakti--"
Anis menangis disana, tersedu - sedu.
Kurasakan rangkulan Tama menguatkan kedua lututku disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
R E - W R I T E
General FictionWARNING 21+ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA! Hidupku sebuah cerita. Yang kelam dan penuh drama. Tapi jika aku harus menulis ulang, kamu lah yang akan kujadikan tokoh utama. Dimana ceritaku akan bergerak dan berwarna. Sebab kamu adalah pelangi dengan airma...