Wonwoo memutuskan untuk kembali pulang ke apartemennya. Dia membutuhkan waktu sendiri di tempat yang sudah familiar, seperti di kamar tidurnya dan Mingyu. Dia merindukan lelaki jangkung tersebut.
Apartemen yang dia tempati bersama Mingyu tidak menunjukkan keberadaan kehidupan, bahkan dia tidak melihat ada jejak keberadaan Mingyu pulang ke apartemen kemarin malam saat dia menginap di Jeonghan. Seluruh perabotan makan, letak kursi, isi kulkas, perabotan dapur bahkan selimut dan bantal guling di tempat tidur pun masih berada dalam posisi sama seperti saat terakhir dia meninggalkan apartemen kemarin.
Dengan helaan napas panjang dan perasaan gundah, Wonwoo melangkah masuk ke dalam kamar tidur mereka. Menanggalkan seluruh pakaiannya kecuali kaos putih tipis dan celana pendeknya, ia merebahkan diri diatas kasur, menciumi bantal yang biasa Mingyu pakai untuk tidur.
Dia benar-benar merindukan Mingyu.
Ponsel yang dia lempar begitu saja ke kasur berbunyi pesan masuk.
1004-hyung
Won, kamu ada dimana?
Seungcheol tadi pulang sebentar ke rumah
dan mengatakan kamu tidak ada.Aku sedang ingin sendiri.
Terima kasih hyung.Setelah membalas pesan tersebut, Wonwoo lalu beranjak menuju lemari pakaian untuk mengambil salah satu sweater milik Mingyu, dia ingin memakainya--dia ingin merasakan kehadiran Mingyu. Tetapi sebuah kardus yang berada di dalam lemari pakaian menarik perhatiannya, dia ingat Mingyu pernah melarangnya membuka kardus itu dan karena penasaran sekaligus keadaan yang kacau ini mendorongnya untuk mengambil kardus tersebut.
Di dalamnya terdapat banyak buku-buku catatan dan kertas-kertas yang sudah lusuh. Lelaki bermata rubah tersebut tersenyum penuh nostalgia sambil membaca isi buku dan kertas tersebut.
Seluruh buku-buku dan kertas-kertas di dalam kardus ini adalah milik Mingyu. Dia ingat, ini semua adalah puisi-puisi dan cerita pendek yang pernah Mingyu tulis selama masa kuliah mereka--Mingyu sangat menyukai membuat puisi dan cerita pendek. Setiap selesai, Mingyu akan menunjukkan karyanya kepada dirinya dan Wonwoo merindukan itu, entah sejak kapan--dia tidak ingat--Mingyu tidak pernah lagi membuat puisi ataupun cerita. Wonwoo sedikit kecewa karena jika Mingyu adalah seorang penulis maka Wonwoo akan menjadi penggemarnya.
Wonwoo membuka sebuah buku catatan berwarna serenity yang terlihat baru, tetapi kedua alisnya saling bertaut dan dahinya berkerut bingung. Mimik wajahnya menunjukkan sebuah kekagetan yang tidak pura-pura. Buku tersebut berisikan puisi yang sama persis dengan yang ada di The Boy I Love--bahkan puisi berjudul Reverie itu pun ada.
Wonwoo semakin bingung. Apakah mungkin Mingyu itu Peach? Tetapi, bagaimana bisa? Bagaimana dia tidak mengetahui itu semua? Jika dia bekerja menjadi Peach maka dia harusnya tahu karena mereka tinggal seatap, kecuali jika....
.... Astaga... Apartemen lama milik Mingyu..
Wonwoo tersentak oleh deduksinya tersendiri.
Tetapi, jika dipikir kembali dengan dalam, Mingyu sering mengatakan hal-hal ambigu ketika mereka membahas tentang Peach, jawaban wawancara Peach di majalah mirip dengan perkataan Mingyu--saat Wonwoo menangis dan mengatakan jika Peach menulis cerita suram, Mingyu meyakinkannya bahwa Peach tidak bermaksud seperti itu--di majalah pun Peach mengatakan yang sama.
Beberapa kali Mingyu mengatakan hal-hal yang mirip dengan isi postingan Peach, kemudian isi postingan Peach yang mirip dengan omongan Mingyu--atau jika dia ingin berbesar kepala, beberapa isi postingan Peach seakan ditunjukkan untuknya. Lalu, nama Joshua Hong yang ada di perjanjian tersebut sama dengan nama Joshua Hong yang merupakan editor Peach dan bukti yang tidak terbantahkan adalah buku yang sejak tadi dia perhatikan, dengan halaman terbuka pada puisi berjudul Reverie.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Peach
FanfictionJeon Wonwoo sudah dua tahun menjalin hubungan dengan Kim Mingyu, tetapi dalam kurun dua tahun mereka berpacaran, dia tidak mengetahui profesi sampingan pacarnya tersebut. ------------------------------ Mature content for swearing and provanities ...