Suara ketel air yang bersiul dengan nyaring memecah keheningan di dalam kamar tidur yang masih terasa asing untuknya. Jeon Wonwoo bergelung dibawah selimut tebal yang berwangi citrus, tetapi aroma masakan yang menyergap hidung memaksa dia untuk bangun meninggalkan kasur--tubuh kurusnya mendadak merasakan lapar setelah tidak makan apapun dari kemarin.
Sebulan terakhir ini dia memang sering melewatkan jam makan, jika hari senin dia makan teratur maka hari selasa dia tidak makan sama sekali atau jika dia benar-benar malas maka dia bisa tidak makan tiga hari berturut-turut dan hanya meminum air mineral atau jus buah.
Wonwoo melangkahkan kakinya keluar kamar dengan gontai menuju dapur minimalis yang terletak persis di sebelah kamar tidur. Dia melihat Minghao berdiri membelakangi dengan tangan yang sibuk membolak-balik masakan diatas wajan.
"Pagi," sapa Wonwoo pelan, mendudukkan dirinya di salah satu kursi makan.
Minghao memutar badan, tersenyum mendapati Wonwoo yang menuang secangkir teh untuk dirinya sendiri. Ini pertama kalinya Wonwoo berinisiatif ke meja makan tanpa harus dibujuk atau diingatkan.
"Pagi, hyung. Aku sedang menghangatkan tumisan kemarin malam, mau?"
Wonwoo mengangguk.
Sudah sebulan semenjak dia pergi meninggalkan apartemennya dan memutuskan hubungan nyaris tiga tahunnya bersama Mingyu. Selama itu pun sang mantan mencoba menghubunginya beberapa kali di minggu pertama dan kedua perpisahan mereka. Pernah sekali dia memergoki Mingyu berdiri di depan gerbang universitasnya dan tanpa berpikir dua kali dia langsung memutar arah dan pulang melalui gerbang yang lain agar tidak bertemu atau berpapasan dengan lelaki itu.
Fancafe milik Peach tetap aktif, beberapa artikel dan obrolan forum mebahas tentang The Boy I Love dan Peach--Mingyu memposting beberapa kali yang isinya ucapan terima kasih. Segalanya terlihat normal bagi Mingyu, tetapi tidak baginya.
Lalu, saat memasuki minggu ketiga mereka putus, Mingyu tidak menghubungi lagi. Wonwoo berpikir mungkin mantannya telah lelah menghubungi tetapi tidak mendapatkan jawaban.
Lagipula, kenapa Mingyu harus repot-repot menghubunginya sih? Mingyu kan sudah punya yang lain, dia kan selama ini hanya selingan saja... selingan selama tiga tahun.
Ah.
Sialan.
Sialan.
Setiap kali mengingat perpisahan mereka, Wonwoo tidak bisa untuk tidak menangis. Seakan berjalan diatas pecahan kaca, hari-harinya tidak bisa disebut menggembirakan--setiap kegiatan, setiap jalanan yang dilalui, setiap masakan yang dia makan semuanya mengingatkannya dengan Mingyu. Terlalu banyak kenangan bersama dengan Mingyu di kota ini, meskipun dia ingin meninggalkan kota ini tetapi tanggungjawab tidak bisa dia lempar begitu saja--kuliah dan pekerjannya tidak bisa dia buang begitu saja.
Wonwoo mungkin bodoh karena masih menangisi perpisahan mereka, tetapi tidak cukup bodoh untuk melepaskan tanggungjawabnya.
Dia boleh kehilangan pacar tetapi dia tidak akan kehilangan pekerjaan dan pendidikannya.
Sebelum bertemu dengan Mingyu dia bisa mandiri, kenapa setelah bertemu dengan Mingyu dia menjadi lemah. Wonwoo membenci itu.
"Hyung, selamat makan." suara Minghao dengan logat china yang kental memecah lamunannya. "Makan yang banyak, hyung. Kau kurus sekali."
Lelaki rambut kuning jagung itu meletakkan sepiring tumisan masakan china dan semangkuk nasi, semuanya dalam porsi besar. Dia tertawa getir dalam hati, Mingyu dulu juga sering memberinya makanan porsi besar dan menyuruhnya banyak makan serta mengatainya kurus.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Peach
FanfictionJeon Wonwoo sudah dua tahun menjalin hubungan dengan Kim Mingyu, tetapi dalam kurun dua tahun mereka berpacaran, dia tidak mengetahui profesi sampingan pacarnya tersebut. ------------------------------ Mature content for swearing and provanities ...