Anna memandang langit malam dari jendela kamarnya. Tampak bulan purnama indah yang ukurannya lima kali lipat dari bulan purnama yang biasa di lihat dari bumi. Kerlap kerlip bintang memenuhi langit yang tampak ke ungu-unguan. Pemandangan malam paling indah dari yang pernah ia lihat sebelumnya. Di tempat yang asing ini, bersama orang-orang yang baru ia temui. Entah mengapa terasa lebih menenangkan.
Anna yang sudah berdiri cukup lama mulai merasakan angin yang menggelitik tubuhnya.
"Kau seharusnya mengenakan mantel untuk menghangatkan tubuhmu." Suara laki-laki yang tidak asing baginya berbisik di pendengarannya. Laki-laki itu memakaikan mantel untuk menutupi tubuh Anna yang mulai kedinginan.
"Apa kau masih merasa dingin?" tanyanya dengan lembut.
Anna mengangguk pelan. Laki-laki tampan itu lalu memeluk tubuh Anna dari belakang, mencium aroma alami dari tubuh Anna. Gadis itu terkejut ketika Damino memeluknya dari belakang, namun ia tidak berkomentar sama sekali. Ia sadar bahwa pelukan laki-laki itu membuatnya nyaman.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" laki-laki itu melihat Anna yang terus menatap ke arah bintang-bintang yang bersinar terang.
"Kau tahu apa yang aku pikirkan."
Laki-laki itu tidak menjawab. Ia memper-erat pelukannya seolah tidak ingin melepaskan Anna dari sisinya.
"Sejak kapan kamu mengenaliku, Damino?" tanya Anna yang masih menatap luar jendela.
"Sejak kau mengendap-endap membawa sekantong cokelat lalu memakannya di perpustakaan rumahmu,"
Anna membalikkan tubuhnya ketika mendengar pengakuan Damino, "Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Anna yang sedikit terkejut.
"Aku bersembunyi diantara lemari bukumu, Anna. Jadi aku melihat semua yang kau lakukan,"
"Bagaimana kamu bisa berada di sana?"
"Saat itu pertama kalinya aku mencoba melakukan teleportasi. Entah bagaimana aku bisa berada di sana,"
"Bukankah kau bilang, penyihir bisa melakukan teleportasi hanya ke tempat yang pernah mereka kunjungi saja?" Anna mengeryitkan dahinya.
"Entahlah, aku rasa aku pengecualian," jawab Damino dengan ringan.
"Itu aneh,"
"Itu takdir, Anna," Damino tersenyum tulus ke arah Anna.
"Damino, berjanjilah untuk tetap bersamaku?"
Damino yang mendengarkan ucapan gadis itu, menatap lekat iris mata hazel gadis yang kini berada di hadapannya. Ia sangat mencintai gadis itu, bahkan sejak pertama kali melihatnya. Sudah sejak lama ia ingin bertemu langsung dengan gadis itu. Sayangnya Federick tidak memberikan izin sebelum gadis itu berusia 18 tahun. Dan lihat sekarang, gadis itu sekarang adalah miliknya.
"Aku akan selalu bersamamu.. bahkan hingga aku mati, aku akan tetap mencintaimu." balasnya, lalu memeluk gadis di hadapannya.
***
Suara dentuman sepatu nyaring terdengar di lantai koridor kastil. Sebuah pintu dari kayu yang mulanya menutup rapat, terbuka lebar dengan sendirinya. Wanita paruh baya dengan di damping seorang pria di sampingnya itu masuk ke dalam pintu yang sudah terbuka lebar tanpa permisi.
Sementara si pemilik ruangan itu terkejut ketika melihat pintu kamarnya tiba-tiba saja terbuka lebar. Ia merasa ada seseorang yang datang. Dengan memberanikan dirinya, ia mengambil payung yang tak jauh dari ranjangnya. Ia menoleh ke arah pintu dengan tatapan menyelidik. Matanya intens melihat ke segala sudut kamarnya. Gadis yang kini sedang memegangi payung itu pun berjalan perlahan mendekati pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Destiny
FantasySebuah pertemuan yang mengantarkan Hanna Dalisha masuk ke dalam kehidupan yang berbeda. Sejak bertemu laki-laki menawan yang menyatakan bahwa ia adalah takdirnya, membuat kehidupannya menjadi rumit dan penuh dengan teka-teki. Apakah ini takdirnya?