06- Thomas Malley

50 24 1
                                    

Anak panah ke seratus kalinya melesat tepat di titik lingkaran yang berjarak 100 meter. Gadis dengan rambut dikepang itu menghapus keringatnya yang bercucuran akibat latihan memanah yang dilakukan semenjak pagi. Sudah berapa jam ia melakukannya? Satu jam? tiga jam? atau.. lima jam?

Anna duduk di atas rumput yang lembut. Beristirahat sejenak melepaskan penatnya memanah. Ia menengok sekitarnya yang kosong. Tidak ada siapa pun di sana, kecuali dirinya. Anna terheran ketika tidak melihat laki-laki yang biasa mengganggunya. Sudah lima jam ia berlatih dan laki-laki itu masih tidak muncul di hadapannya.

Apa yang aku harapkan dari laki-laki itu? Bukankah bagus ia tidak mengganggu latihanku?

Anna beranjak dari posisi duduknya. Ia ingin melanjutkan kembali latihannya. Sampai suara tepuk tangan membuatnya menoleh ke belakang.

"Kurasa kau akan menjadi pemanah terbaik di Tritora." Ujar seorang laki-laki yang asing bagi Anna.

Laki-laki dengan rambut panjang pirang yang berantakan karena tertiup angin. Matanya yang berwarna cokelat ketuaan kontras dengan warna kulitnya yang putih. Dengan pakaian khas Tritora, laki-laki itu tersenyum dan menghampiri Anna.

"Thomas Malley. Panggil saja Tom," laki-laki itu mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Anna.

Anna menyelidikinya dari atas hingga bawah. Ia pun membalas uluran tangan itu dengan ragu. "Hanna Dalisha Amaryllis. Kau bisa memanggilku Anna."

Setelah saling berjabat tangan. Laki-laki itu mengalihkan pandangannya ke arah anak panah yang sudah menancap di papan berbentuk lingkaran. "Damino mengajarimu dengan baik ya?"

Anna ikut mengalihkan pandangannya mengikuti pandangan Tom. Ia tersenyum kecil. Bagaimana pun juga ia mengakui bahwa setelah anak panah ke sepuluh itu melesat, dihari-hari berikutnya Damino mulai mengajarinya dengan sabar.

"Apa kau sudah siap untuk latihan selanjutnya?" suara laki-laki itu membuyarkan pikiran Anna.

"Latihan selanjutnya?" Anna menatap Tom dengan tatapan tidak mengerti.

"Aku adalah teman baik Damino. Laki-laki sialan itu yang memohon padaku untuk membantumu menemukan bakat murni yang kau miliki," Tom memutar bola matanya saat mengingat perlakuan kasar Damino terhadap dirinya beberapa jam lalu.

"Kau tahu.. dia bahkan lebih pantas disebut mengancam ketimbang memohon." Laki-laki itu berbisik ditelinga Anna.

"Jadi.. apa yang akan kita lakukan?" Anna memilih untuk tidak menggubris perkataan Tom yang terakhir.

"Mari ikut denganku." Laki-laki itu memegang tangan Anna dengan spontan. Sementara Anna hanya memperhatikan tangannya yang sudah berada di genggaman Tom. 

Tom yang sadar akan arah pandangan Anna. Melepaskan genggaman itu secara sepihak.

"Damino bisa membunuhku jika tahu." Gumam Tom meruntuki dirinya sendiri.

"Apa?"

"Tidak ada." Tom beralih memegang baju Anna yang tampak kebesaran. Setelah itu keduanya menghilang bersamaan.

***

Air mengguyur seluruh tubuh Tom dan Anna ketika mereka sudah berteleportasi ke tempat yang menjadi tujuannya. Derasnya air membuat Anna tidak dapat melihat dengan jelas dimana keberadaan mereka sekarang.

Apakah kita sampai saat hujan? ujar Anna yang berusaha membuka pandangannya agar lebih jelas.

"Anna!" teriakan Tom berhasil membuat Anna menoleh di tengah-tengah percikan air yang kian deras.

Your DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang