"Terimakasih, Gwen. Aku pasti akan mengganti semuanya," ucap Sig yang baru saja mengambil dua bucket besar ayam goreng dari jendela Drive-thru. "Aku yakin orang-orang di kastil akan menyukai makanan ini."
"Sama-sama." Sembari merentangkan senyum lebar, Gwen menerima makanan itu dari Sig lalu menaruhnya di dasbor.
Menyadari sesuatu yang lain, Sig pun berkata, "Sebelumnya, kau tak pernah tersenyum seperti itu, Gwen."
"Tersenyum seperti apa?" Gwen mengerutkan kening.
"Selama ini, senyummu terkesan dipaksakan, berbeda dengan yang barusan."
Rona merah mulai muncul di pipi Gwen. "Huh? Apa kau merayuku?"
Sambil tersenyum jahil, Sig cuma mengangkat bahu. Gwen pun langsung berdecak kesal.
Begitu keluar dari area restoran siap saji, mereka tak berkata apa pun lagi. Sig fokus menyetir, sedangkan Gwen memandang keluar dengan sesekali melirik pria itu.
"Sepertinya kau menaruh perhatian lebih kepadaku." Sig tertawa kecil.
Serta-merta Gwen memalingkan wajahnya yang kembali merona merah.
"Ah, aku sudah tidak sabar memperkenalkan dirimu kepada keluargaku," ujar Sig pelan.
Sambil memandang keluar, Gwen berucap lirih, "Hei, bagaimana kalau kau bercerita mengenai keluargamu itu."
"Kalau aku bercerita, apakah kau mau melepas bramu?"
"Jangan harap."
Untuk kedua kalinya, Sig tertawa kecil. "Tidak banyak yang bisa kuceritakan, aku ini anak pertama dari tujuh bersaudara. Biasa saja."
"Biasa saja? Memangnya apa yang biasa saja dari keluarga manusia serigala?" Kedua alis Gwen menaut.
"Kehidupan kami biasa. Kelompokku mempunyai jadwal berburu. Kalau tidak mendapat giliran berburu, kami menjaga kastil atau melakukan pekerjaan lain," ungkap Sig.
"Kalian berburu dengan wujud serigala, kan? Percayalah, itu bukan sesuatu yang biasa."
Sig kembali mengangkat bahu. "Lalu, bagaimana dengan kehidupanmu?"
"Lebih tidak menarik. Aku ini anak tunggal... Hei, bagaimana dengan saudara-saudaramu?"
Meski mendapat kesan kalau Gwen menghindar, Sig melanjutkan ceritanya, "Aku dan saudara-saudaraku tidak bisa dibilang akur. Setiap hari, ada saja hal yang bisa membuat kami bertengkar, padahal kami ini bukan anak kecil lagi. Namun, kalau ada satu saja anggota keluarga yang terancam atau tersakiti, kami pasti bersatu..."
Sig menghentikan ucapannya saat mendapati linangan air mata Gwen yang terefleksi di kaca mobil.
"Gwen?"
"Hei!" Gwen menatap Sig dengan air mata yang turun semakin deras. "Lebih baik kau ikut aku ke Amerika! Aku akan kabulkan semua permintaanmu! Kau akan aman di sana! Kau tidak akan..."
Gwen tercekat. Kata-kata yang sudah mendesak dari hatinya seolah tersangkut di kerongkongan. Menyadari ekspresi kebingungan Sig yang makin kentara, gadis itu buru-buru menyeka air matanya.
Sig menghentikan mobil di pinggir jalan lantas berkata, "Tenang saja, aku pasti akan menghancurkan perusahaan itu. Kau tak perlu kabur dari mereka lagi."
Dengan gerakan kaku, Gwen kembali menoleh ke arah Sig. "Itu... Bukan... Maksudku..."
Gwen tak bisa melanjutkan kata-katanya saat bibir Sig mendarat di bibirnya. Kehangatan yang tersalur dari mulut pria itu langsung membuat Gwen terlena. Gadis itu memejamkan matanya, menikmati setiap gerakan lembut bibir Sig. Namun, itu hanya bertahan sebentar. Gwen segera tersadar dan menarik wajahnya. Air matanya kembali turun.
Sedikit mendesah, Sig kembali melajukan mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moon Goddess' Chosen One [END]
Hombres Lobo"Kalian tahu legenda dewi bulan, kan? Dia memilih satu yang paling istimewa dari kaumku, seseorang yang akan dinobatkan sebagai pemimpin, raja, atau kalian biasa menyebutnya sebagai Alpha." Sig mempunyai dua keinginan besar dalam hidupnya. Pertama...