#21 The Wolf

662 73 0
                                    

Dengan didampingi wanita yang tadi menculiknya, Sig memasuki sebuah kamar berdinding putih. Ia sama sekali tak bertanya, membantah, apa lagi melawan. Sedari tadi, ia hanya berjalan dengan pandangan kosong.

"Kami sudah menyiapkan pakaian ganti." Wanita berwajah oriental itu melepaskan kacamata hitamnya. Tak mendapat tanggapan dari Sig, ia pun menaruh satu stel busana yang dibawanya ke atas dipan kamar. "Nama saya Kana dan itu Jim."

Wanita bernama Kana itu menunjuk rekannya yang tadi mengemudikan mobil. Jim, pria berambut pirang itu masuk lalu meletakkan nampan berisi makanan ke atas meja di sudut kamar.

"Makanlah, kau aman di sini," ucap Kana dengan sedikit menyunggingkan senyum.

Saat dua orang itu akan beranjak pergi, Sig bertanya lirih, "Gwen mana?"

Kana dan Jim saling berpandangan sejenak, tapi akhirnya tetap keluar dari kamar.

"Selamat malam," pamit Kana.

"Aku mohon, jawab pertanyaanku," gumam Sig dengan nada memelas.

Kana memandang Jim lagi untuk meminta persetujuan. Setelah mendapat sedikit anggukan, wanita itu menjawab, "Dia ditangkap oleh Fringe Global. Tapi tenang saja, kami akan segera menyelamatkannya."

Begitu pintu kamar itu ditutup dan dikunci dari luar, Sig membiarkan dirinya jatuh terduduk. Matanya mulai mengamati ruangan tempatnya berada sekarang. Sama seperti kamarnya dulu, ruangan itu juga tak memiliki jendela.

Lagi-lagi tak bisa melihat rembulan, tapi kali ini ia tak peduli.

"Menyedihkan, Sig."

Sig memandang ke sumber suara itu, yakni di sisi lain kamar. Di sana, ada sesosok serigala besar dengan mata kuning dan bulu abu-abu, duduk seraya memandang tajam Sig.

"Kau tak nyata," racau Sig kepada serigala itu. "Sama tak nyatanya dengan kehidupan yang aku kira pernah kulalui."

"Lalu kenapa? Hanya gara-gara itu kau jadi merajuk? Bukannya kau menganggap dirimu itu yang terhebat? Jangan membantahnya, Sig."

"Aku bukan Sig! Namaku subyek 16! Nama Sig itu pemberian dari..." Sig membelalakkan matanya. Otaknya memanggil memori-memori penting bersama Viktor. "Sig itu nama pemberian dari Viktor, orang yang aku tiru sifatnya, gerak-geriknya, kelakuannya. Bahkan aku ikut-ikutan mencintai wanita yang dicintainya!"

"Apa hanya gara-gara itu rasa cintamu bisa disebut palsu!?"

Sig tak bisa menyanggah. Kalimat sang serigala seolah menghujam jantungnya.

"Aku tahu apa yang kau butuhkan." Serigala itu menghampiri Sig. "Kau perlu membuktikan pada dirimu sendiri ­bahwa rasa cintamu itu nyata."

Sig membenamkan kepalanya ke lutut. "Untuk apa?"

"Memangnya untuk apa lagi! Kau berjanji akan melindunginya, bukan!"

"Itu juga keinginan Viktor."

"Kalau begitu, buat jadi keinginanmu sendiri!!!"

Sig mengangkat mukanya karena terkejut. Mata sang serigala mulai diselimuti cairan bening.

"Gwen sedang dalam bahaya. Entah apa yang akan dilakukan perusahaan itu kepadanya. Kau tahu mereka itu kejam, kan? Apa kau mau membiarkan gadismu itu menderita?" Kini suara sang serigala terdengar seperti rintihan.

"Tapi aku tidak dipilih oleh dewi bulan... Tidak, bahkan dewi bulan mungkin tidak pernah ada..."

"Persetan dengan dewi bulan! Tanpa dewi bulan pun, kau tetap bisa menghabisi cecunguk-cecunguk Fringe Global! Sekarang, apa alasanmu untuk menghindar!?"

"Itu..."

"Kepribadianmu, pengetahuanmu, kemampuanmu, rasa-rasa yang ada di hatimu, semua itu—darimanapun asalnya—sudah menjadi bagian dari dirimu! Fakta itu tak bisa diganggu gugat, Sig!" sela sang serigala sengit.

Awalnya Sig cuma membeku, tapi lama-lama mulutnya melontarkan tawa. Tawanya terus mengeras, bahkan sampai membuat tubuhnya terbungkuk-bungkuk. Ya, pria itu tengah menertawai dirinya sendiri.

Saat mengangkat wajahnya kembali, Sig tak melihat siapa pun. Namun, itu tak jadi masalah baginya. Serigala itu tak akan kemana-mana. Tentu saja, makhluk itu adalah bagian dari dirinya sendiri.

Sig bangkit dan kembali mengamati keadaan ruangan, sekaligus memikirkan cara untuk kabur. Begitu menemukan satu kamera CCTV di salah satu sudut langit-langit, ia menyunggingkan senyum. Kamera itu mirip dengan apa yang dipasang di kamarnya dulu. Viktor pernah berkata, perangkat seperti itu digunakan untuk mengawasi gerak-geriknya.

***

"Apa kau belum mendapat perintah untuk menyelamatkan G?" tanya wanita yang tadi mengaku bernama Kana. Sambil membawa dua cangkir kopi, Ia mendekati Jim alias agen J yang tengah duduk di depan layar komputer.

"Terimakasih," ucap agen J, terus memperhatikan layar yang menayangkan keadaan kamar Sig itu. "Aku belum mendapat perintah apa pun... Dengar, kalau bisa, aku akan membawa G sekalian, tapi prioritas utama kita itu lain, K."

"Aku tahu, kok. Aku pun akan melakukan hal yang sama kalau berada di posisimu," timpal agen K sambil menaruh cangkir-cangkir itu ke meja. Matanya ikut terarah ke layar, memperhatikan Sig yang kini terbungkuk-bungkuk. "Apa dia sakit perut?"

"Aneh sekali. Tadi dia berbicara sendiri, sekarang malah seperti itu."

Keduanya melihat Sig bangkit berdiri, mengamati ruangan, memandang ke arah kamera sambil tersenyum, kemudian berbalik menghadap tembok.

"Hei, dia mau melakukan apa?" tanya agen J.

Tiba-tiba saja, Sig mulai membentur-benturkan kepalanya ke tembok. Agen K buru-buru mengambil stun gun dari meja dan beranjak pergi.

"Kau tetap di sini, biar aku yang masuk!" serunya.

Agen K berlari ke ruangan tempat Sig disekap. Setelah menggunakan alat pendeteksi sidik jari di pintu ruangan itu, ia segera masuk. Belum juga melakukan sesuatu, agen K melihat Sig sudah melesat ke arahnya. Wanita itu mengacungkan stun gun, tapi tangannya keburu ditangkap oleh Sig. Agen K langsung pingsan begitu Sig memukul bagian samping lehernya.

Sehabis memeriksa busana agen K sekilas dan tak menemukan kunci mobil, Sig yang keningnya terus mengucurkan darah segera berlari keluar. Ia pun langsung berpapasan dengan agen J. Melihat pistol taser di tangan sang agen, Sig merubah wujudnya.

Sig menghindari satu tembakan taser lalu melompat dan menubruk tubuh agen J sampai mereka berdua berguling-guling. Agen J baru mulai bangkit saat Sig yang tahu-tahu sudah kembali menjadi manusia memelintir tangannya dari belakang.

"Tenang saja, kau ini teman Viktor, kan? Aku tak akan membunuhmu," kata Sig lantas membenturkan kepala sang agen ke dinding.

Setelah agen J tergeletak di lantai tak sadarkan diri, Sig memegangi dadanya yang kembali dihinggapi nyeri serta dahinya yang terasa perih. Kemudian, ia mengamati kedua tangannya. Hatinya bertanya-tanya: kalau kehidupannya yang dulu itu palsu, kapan dan di mana dirinya belajar beladiri?


Moon Goddess' Chosen One [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang