Gadis berambut pendek itu untuk kesekian kali melirik pada sosok yang duduk di samping kirinya. Tangannya yang dingin terus dia genggam. Belasan tahun bersama, baru kali ini ia menyaksikan pertahanan kakaknya benar-benar runtuh. Berjam-jam terus menangis dan tak ada yang bisa ia lakukan selain terus berusaha menenangkannya.
Sepanjang perjalanan tidak ada siapapun yang berbicara. Saling terdiam dengan pikiran dan hati mereka yang pilu. Suasana duka masih kental terasa pun dengan air mata yang tercetak jelas membekas di wajah. Kepergian Jonghyun merupakan pukulan besar bagi mereka. Dan, tadi pagi mereka harus melepas Jonghyun ke tempat peristirahatannya yang terakhir.
"Cha! Kita sudah sampai."
Suara Yuri memecah kesunyian. Ia melihat kedua sahabatnya dari kaca spion tengah. "Kajja!"
"Unni," Yoona mengusap telapak tangan Taeyeon dengan ibu jarinya. "Ayo."
Yuri membuka lebar pintu belakang mobil dan mengulurkan kedua tangannya untuk membantu Taeyeon. Kondisi gadis mungil itu belum begitu membaik. Wajahnya masih pasi dan tatapannya pun terlihat kosong.
"Yuri,"
Pergerakan tangannya terhenti. Ia menoleh ke arah kanan dan mendapati namja bersweater hitam berjalan cepat mendekatinya.
"Oppa?"
Laki-laki itu mengangguk sembari melayangkan senyum tipis. Yuri melangkah mundur dan membiarkan ia berganti posisi dengan namja tersebut.
"Hei, Baby." Ia membungkukkan tubuhnya ke arah Taeyeon yang masih duduk bersandar. "Kita ke dalam, ya."
"Jiyong?" tanyanya ragu.
"Iya. Aku pulang."
Taeyeon seketika beringsut dan bangkit berdiri lalu menghambur memeluk Jiyong. Satu minggu ini Jiyong berada di New York karena pekerjaan dan dia sangat menyesal tidak bisa menemani Taeyeon ketika hal buruk itu terjadi. Baru kemarin, setelah pekerjaannya selesai, ia bisa memesan tiket untuk kembali ke Seoul.
"Kita masuk, ya."
"Kau kuat berjalan, Unni?" tanya Yoona yang berdiri di samping Yuri.
Taeyeon terdiam seraya terus mengeratkan pelukannya. Kedua lengannya melingkar kuat pada leher Jiyong. Dengan jarak sedekat itu ia bisa merasakan tubuh Taeyeon yang berguncang. Kekasihnya kembali menangis.
"Ayo, Baby." Jiyong mengangkat tubuh Taeyeon dan menyilakan Yuri serta Yoona berjalan terlebih dulu. Taeyeon menyerukkan wajahnya pada Jiyong karena enggan terlihat oleh kedua adiknya kalau dia lagi-lagi menangis.
Tiba di dalam, mereka disambut oleh Nyonya Kim, wanita paruh baya itu langsung membuka pintu kamar puterinya dan mengisyaratkan Jiyong untuk membawa Taeyeon ke dalam.
Perlahan Jiyong membaringkan Taeyeon di tempat tidur. Gadis itu masih terisak tertahan dan seakan tidak ingin melepas pelukannya.
"Baby...."
Aku rindu padanya, Jiyong." ucapnya lirih. "Aku sangat merindukannya."
Jiyong akhirnya ikut berbaring di sebelah Taeyeon dan merengkuhnya kembali. Ia membiarkan Taeyeon meluapkan emosinya.
Entah berapa lama yang dihabiskan Taeyeon untuk menangis sampai akhirnya ia tertidur. Jiyong dengan hati-hati melepaskan pelukannya. Membenarkan letak bantal dan menyelimuti tubuh Taeyeon. Ia tahu benar kalau tenaga Taeyeon sudah terkuras banyak. Jiyong berharap agar Taeyeon bisa tertidur nyenyak dan sejenak melupakan kesedihannya.
"Apa dia tidur?" tanya Yuri saat melihat Jiyong kembali ke ruang tengah.
Jiyong mengangguk. Dia menghempaskan tubuhnya di sofa kecil berhadapan dengan Yuri dan Yoona. "Dia baru saja tertidur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Piece of Gtae
Fiksi PenggemarIni hanyalah kepingan-kepingan cerita. Tentang penggalan satu rasa atas setiap episode kehidupan. Tentang bagaimana cara berdamai dengan keadaan. Because, life can be so cruel sometimes.