chapter 3

279 27 2
                                    


Chapter 3

Sehun POV.

"Aku sama sekali tidak takut padamu Sehun."

Gila! Apa yang ada di pikiran si mesum ini sebenarnya. Suara itu membuat desiran darahku mengumpul di kepala. Nafasku tercekat sepersekian detik karena menyadari posisi canggung ini. Darahku memanas, dan lidahku kelu. Pikiranku tak berjalan dengan benar. Semua terasa acak.

Nafasnya menggelitik tengkukku dengan irama menggoda. Aku bahkan bisa mendengar nafas beratnya. Ku eratkan peganganku pada meja marmer dapur karena sungguh, mungkin jika ia menjauh dariku, tubuhku akan merosot kebawah karena saat ini kakiku berubah menjadi jeli.

"Kau manis Sehun."

Si manusia mesum menjilat tengkukku sekali lagi. Aku bisa membayangkan bahwa sekarang ia sedang menyeringai. Tawa rendah terdengar olehku. Percayalah itu bukan tawaan biasa, orang normal tidak akan tertawa seperti itu. Ia menarik wajahku agar menghadap padanya dan tertawa miring dengan tatapan elang.

Cupp..

"Apa setelah ini kau mau menonton film? Aku harus mengerjakan sesuatu jadi aku tak bisa menemanimu." Kemana si bajingan mesum yang telah melecehkanku tadi? Auranya berubah sempurna setelah ia mencium ujung hidungku. Seringaian dan tatapan elang itu lenyap dalam hitungan detik digantikan dengan senyuman tampan yang selalu ia tunjukkan padaku.

Aku tidak mengerti. Bagaimana ia bisa bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun? Nada suaranyapun berubah. Nada rendah yang menakutiku berubah menjadi lebih hidup dan hangat. Aku tidak menjawab karena kejadian barusan masih mengagetkanku.

Aku merasa terancam dengan kejadian barusan. Bagaimana jika tiba-tiba ia berbuat sesuatu yang mengerikan? Jangan-jangan dia yang mengidap bipolar. Kemungkinan-kemungkinan aneh mulai terbentuk dalam kepalaku. Kai berjongkok dan mengambil tongkatku yang terjatuh ke lantai, lalu menyodorkannya padaku.

"Aku pikir kau belum sepenuhnya sadar Sehun. Kau menatapku seolah aku mahluk neraka." Aku mendengar suaranya. Dia memang mahluk neraka. Tapi mulutku sangat tidak mau diajak berkompromi dan lebih memilih untuk diam. Aku menerima tongkat jalanku dan Kaipun berjalan menuju ruang keluarga.

"Jika kau mau menonton film, kemarilah akan ku tunjukkan bagaimana menyalakan tv." aku mengikuti Kai dari belakang. Aku tau ia menyadari bahwa aku berjalan di belakangnya. Kai mendudukkan dirinya di atas sebuah sofa kulit berwarna coklat tua. Aku juga duduk di sana. Hanya saja, jarak kami lumayan jauh. Aku kipikir sekitar dua meteran.

"Perhatikan." Kai memencet salah satu tombol yang kuyakini itu tombol power, lalu tv besar itu menyala. Ia kembali meraih remot lain dan memencet beberapa tombol sesuai menu yang tertera di layar tv, dan saluran tv itu berubah menjadi monitor komputer yang bisa digerakkan dengan mouse. Ia membuka sebuah website untuk menonton film dan memberikan mouse itu kepadaku.

"Aku yakin kau tau bagaimana cara memilih filmkan?" Aku mengangguk. Ia berjalan melewatiku.

"Aku di ruang kerja jika kau mencariku." Ia mengatakan itu tanpa menoleh padaku. Sok keren sekali dia. Setelah Kai pergi ke lantai dua, aku meraba telinga dan tengkukku. Tepat dimana Kai meninggalkan sentuhannya. Aku bahkan merasa baunya menempel di tubuhku.

Dan dengan tak tau malunya, otakku mengulang kejadian tadi tanpa sadarku. Aku bisa gila jika seperti ini terus. Kutarik nafas dalam-dalam lalu kukeluarkan. Aku berusaha menjernihkan pikiranku secepat mungkin. Karena aku yakin, terlalu banyak memikirkan si bajingan mesum itu tak baik untuk kesehatanku.

.

.

.

Author POV.

Sea DiamondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang