6

87 17 1
                                    

Kepala ini benar-benar saya dikte untuk terus menoleh ke kanan, melihat ke arah pemandangan malam hari di sepanjang jalan milik Toronto.

Sparkling

Tidak sih. Sebenarnya saya hanya mencegah supaya tidak melihat sosok Abrian yang sedang menyetir saja.

Lagian, Mas Genta juga aneh-aneh aja yang mau test drive lah apalah, padahal sebenarnya alasan saja untuk dirinya yang berencana terlelap di jok belakang setelah kami menyelesaikan makan malam tadi di Matahari Bar & Grill, dimana tempat itu menyediakan masakan-masakan Indonesia.

Sebenarnya saya jarang sekali makan disana, derita anak kuliahan sih ya.

Jangan salah lho, disini sama aja kayak pas saya di Jogja.

Tapi karena hari ini It's on himㅡkatanya. Dan tidak kebetulan, Abrian ingin makan makanan Indonesia. Akhirnya saat masih di flat Natalie, Natalie menyarankan agar saya membawa Abrian dan Mas Genta ke restaurant itu.

Dan sekarang, setelah kami sudah menyelesaikan makan malam, Abrian pun jadi menggantikan Mas Genta yang benar-benar sudah terlelap kekenyangan akibat paket all you can eat yang saya pesankan untuk Grill-nya.

Untungnya, Abrian bisa menyetir left wheel.

"Ini kemana abis ini?"

"Kamu ikutin aja jalan ke arah Yorks, nanti pas ketemu minimarket yang dekat perempatan kamu belok kiri, terus masuk ke deretak blok situ,"

"Nggak paham."

"Idih,"

Reflek saya kesal karena jawaban Abrian yang sangat menyebalkan. Figur sampingnya berkesempatan saya lihat kembali, memakai mantel tebal, rambutnya pun di biarkan tumbuh lebih panjang daripada dulu. Lebih terlihat dewasa.

Dan satu lagiㅡ

"Yaudah sih temenin nyetir aja,"

Saya membulatkan mata terkejut atas kata-kata Abrian barusan. "Iya iya," Jawab saya mendengus pelan sambil berusaha tidak lebay karena perkataannya.

"Hoaaam. Sudah sampe mana nih?"

Saya menoleh ke sumber suara yang ternyata adalah Mas Genta.

"Hiyuh mas, ngomong aja mau bobok." Imbuh saya sambil mengejeknya.

Mas Genta mengusap-usap matanya sambil menahan malu. "Hehehehehe,"

Saya menertawakan Mas Genta dengan puas, dan Mas Genta pun demikian. Kami berdua saling berbincang satu sama lain, dari hal-hal yang tidak penting sampai riddle dan tebak-tebakan ala dirinya pun dikeluarkan.

Jujur ya, saya tidak menyangka kalau Mas Genta se-receh itu. Abrian saja sampai geleng-geleng di buatnya.

Tapi sebenarnya, Abrian sih diam saja dari tadiㅡhanya fokus pada jalanan.

Dasar gengsian.

"Ambil kiri ya abis ini Bri,"

Kata saya menginstruksi Abrian supaya tidak salah ambil jalur. "Dua blok dari sini, pas belokan kok,"

"Oke."

***

"Mas Genta sama Brian nginep dimana?" Tanya saya sambil menata gelas yang berisi coklat hangat di meja untuk kami bertiga.

Baru sampai di pintu flat saya, Abrian meminta izin untuk meminjam kamar mandi.

"Gerah, pinjem kamar mandi ya?" Katanya memohon sambil cemas.

Mungkin khawatir saya nggak membolehkan kali ya?

"Nginep di tempat keluarganya Abrian." Jawab Mas Genta.

"Hah?" Jawab saya tidak percaya. "Serius?"

"Ya iyalah, Shaloom. Masa mas bohong,"

"Kali," Jawab saya sambil mengendikkan bahu.

Saya bangkit dari menata gelas ke posisi duduk senyaman mungkin di sofa beludru yang sudah ada saat saya pindah ke sini. Hampir segala macam furniture di flat ini sudah terisi sihㅡsaya beruntung sekali hanya memindahkan beberapa barang yang penting saja dari flat lama. Beda dari flat lama, yang harus saya isi sendiri kecuali tempat tidurnya. Sisanya, saya jual lagi saat pindah kesini.

"Abrian.. gimana?"

Saya membuka percakapan itu kepada Mas Genta yang sedang asik meniup gelas coklatnya hingga uapnya mengepul.

"Kepo ya?" Jawab Mas Genta meggoda saya.

"Ih, yaudah."

"Hehehe, maaf dong Shaloom. Abis kamu kalau care sama Abrian care aja, dia nggak masalah kok." Lanjut Mas Genta.

Saya mengerutkan dahi, "Terakhir padahal udah ngomong aku-kamu lagi lho mas, ini kok begini lagi, aku kan bingung."

"Iya soalnya udah lama gak ketemu, pangling mungkin."

"Iya po? Nggak percaya,"

"Abrian baik kok. Dia taun lalu udah mulai kuliah lagi, sekarang lagi liburan. Eh iya, kalau kamu bingung saya punya relasi apa sama dia, saya kerja sama mamanya. Soalnya dia cerita katanya kamu kepo ya," Jelas Mas Genta.

Oh, jadi Mas Genta ini bisa kenal sama Abrian karena kerja sama Tante Ratih.

"Iya waktu itu pengen tau sih, eh tapi Mas Genta jadi ngejudge aku kepoan gara-gara Brian nih pasti ya?"

"Nggak kok," Jawab Mas Genta.

Saya ikut-ikutan menikmati coklat panas sebelum menjawab obrolan dengan Mas Genta.

"Eh iya, sampe lupa tadi mas bilang kalau Brian udah balik kuliah. Syukurlah. Tante Ratih sekarang gimana, Mas?"

"Baik. Lagi merintis lagi,"

"Oh... aku ikut seneng dengernya,"

Tiba-tiba di tengah keheningan yang di isi hanya dengan suara tiupan ke masing-masing gelas, Mas Genta membuka percakapan.

"Shaloom, terimakasihㅡ"

"ㅡuntuk buat Abrian kembali," Lanjutnya.

Perasaan saya terenyuh saat Mas Genta mengatakannya. Apa iya saat itu saya benar-benar berhasil? Saya nggak tau, saya cuma berharap saja. Tapi detik ini, saat Mas Genta mengucapkan terima kasih, perasaan saya menjadi sangat lega.

"Abrian jadi aktif kembali, dia masih sering ke komunitasnya, tapi nggak lupa untuk menyelesaikan apa yang sudah jadi pilihannya. Malah sekarang katanya pengen cepet lulus, mau bantu Ibuㅡkatanya."

Saya tersenyum mendengar cerita Mas Genta, "Lucu ya mas,"

"Bukan lucu, Shaloom. Tapi bangga," Jawab Mas Genta membetulkan.

"Udalah gitu sekarang makin subur ya anaknya, jadi gemes." Saya terkekeh.

"Apa? Gemes?"

Mampus.

"Ahㅡanu nggak masㅡmaksudnya lucu. Iya, lucu." Jawab saya senormal mungkin.

"Semoga jalan terbaik ada untuk kalian berdua," Kata Mas Genta disusul senyuman yang merekah dari kami berdua.

ParkourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang