Aku menatap Nanda yang kini duduk di sampingku. Di teras rumahku lebih tepatnya.
Aku tengah menikmati waktu istirahat ku, setelah sebelumnya membantu ibuku mengurus pekerjaan rumah.
Ya, aku anak pertama dari tiga bersaudara. Ibuku tidak punya pembantu. Setiap harinya, kalau hari libur, sebagian besar pekerjaan rumah aku yang handle.
Mulai dari memasak, nyapu, nyuci baju dan sebagainya.
Tapi aku menikmati. Tak jarang juga mengeluh, karena terlalu capek. Tidak ada salahnya bagiku, jika aku mengeluh tentang pekerjaan yang aku handle. Karena ada saatnya dimana titik kebosanan itu aku capai. Terlebih saat aku dalam masanya.
Tapi, ya sudah. Sudah jadi pekerjaan perempuan untuk mengurus rumah, jadi ya ... Aku lakukan saja dengan baik.
Aku memperhatikan Nanda yang kini memainkan ponselnya. Aku sama sekali tidak berniat mengganggu. Hanya saja, isi pikiranku yang selalu ingin menganggu Nanda sekarang. Apalagi kalau bukan Tirta. Cowok yang sudah aku pikirkan beberapa hari yang lalu. Yang dengan mudahnya menebarkan senyum itu padaku. Manis pula! Tidak akan kebayang jika orang lain yang menerima senyum Tirta. Termasuk Nanda yang lebih jelas menerima kenyataan itu.
Nyesek.
Aku menatap dia diam-diam, ingin tahu tentang dia diam-diam. Selalu membayangkan akan bertegur sapa dengannya diam-diam.
Semuanya, diam-diam. Tidak terbayang bagiku untuk mendapatkannya secara nyata. Kalau begini, kapan suksesnya aku mengenal dia?! Sampai Evi ketemu Sehun juga gak bakal terjadi.
Huh. Nasib-nasib.
Nanda meletakkan ponselnya, sesaat setelah aku sibuk dengan pikiranku.
"Lo suka Tirta?" tanya Nanda tersenyum padaku.
Aku diam tidak menjawab, ada rasa panas yang menelusup dadaku saat mendengar pertanyaan Nanda.
"Jujur aja sama gue, ris." Ucap Nanda menepuk bahuku."lo memperhatikan dia diam-diam, bukan?"
Aku mengangguk.
Nanda tersenyum malu padaku."Gue udah kenal sama lo sekitar 13th. Gue tau betul, kalo lo tertarik sama Tirta, benar begitu?"
"Em, gue baru saja tau namanya, jadi tidak mungkin aku menyukai dia." balasku mengelak. Tentu saja aku menyukai dia! Jatuh cinta pandangan pertama pula! Eh.
"Tapi, kenapa dia senyum sama gue waktu itu?" tanyaku pada Nanda. Ya, siapa tahu dia punya jawabannya. Hehe.
"Eris, dia orang yang ramah. Tapi, ada hal yang engga lo tau tentang dia."
"Apa?" tanyaku penasaran.
"Kepo ya?" balas Nanda terkekeh.
"Ah ... Tidak, biasa aja." sahutku polos. Aku penasaran, sangat. Tapi, biarkan jadi rahasiaku sendiri dulu.
"Hahaha. Ngaku aja. Lo pasti penasaran. Tidak ada orang paling kepo sedunia yang selama ini gue kenal selain lo. Terlebih, lo sering berbohong. Di mulut tidak, di dalam hati sangat iya. Dan mungkin sekarang, kamu lagi perang batin." lanjutnya tertawa geli.
Ya Tuhan. Tau aja lo.
"Hehehe ... Iya. Gue penasaran, Nan." jawabku jujur. Percuma aku tutupi, ini bocah pasti tau. Heuh!
"Nah, udah gue duga," ujar Nanda tertawa lepas."akan aku jelaskan. Siapa tau kamu minta di comblangin sama dia."
"Rese lo. Jelasin aja sama gue, lah, Nan."
"Hahaha. Iya." Nanda memperbaiki posisi duduknya menghadap padaku."dia senyum sama lo, karena dia tau lo."
Apa tadi, dia tahu aku?!
"Dia tau gue, tapi kenapa gue tidak tau dia?"
"Itu karena lo enggak merhatiian orang di sekitar lo, Ris."
"Kenapa bisa?"
"Ya bisa aja, Ris. Dia udah tau lo, sebelum lo mengetahui dia."
"Berarti dia ... Secret Admirer gue?"
Nanda tersenyum padaku."Bukan, sih. Tapi dia selalu bertanya tentang lo."
"Sejak kapan?"
"Saat pertama kali kita sekolah. Gue mengenal dia pertama kali, sebelum teman-teman yang lain. Awalnya, dia tidak terlalu tertarik tentang diri kita, apalagi gue dan dia tidak begitu akrab. Lama-kelamaan, saat aku udah mengenal dia sampai sejauh ini, dia tidak sengaja memperhatikan kita saat kita berjalan bersama. Dia bertanya sama gue, lo kembar tiga?' Gue jawab gak."
"Dia bertanya lagi sama gue ,'terus yang dapat kelas VIIC itu siapa? Dia selalu bareng lo kan?' gue jawab aja,'dia Eriska. Wajah kita memang mirip, banyak yang bilang kita kembar tiga, nyatanya memang bukan kembar'. Begitu ceritanya."
"Oh, gitu." sahutku mengangguk pelan.
"Iya, ris. Dia sudah mengetahui lo sebelum lo sadar jika lo ingin tahu dia lebih dari itu. Cuma kamu saja yang terlalu menutup diri, tidak terlalu memperhatikan orang di sekitar lo."
"Gue emang begitu, Nan," balasku mengerucutkan bibir. "guehanya terbuka untuk orang yang benar-benar ingin menjadi teman baik gue, bukan hanya sekadar kenal saja, terus ngelupain gue gitu aja."
"Yayaya. Gue tau. Tapi, gue menyarankan lo untuk sedikit terbuka. Terlebih menebar senyum lo ke orang lain. Gue yakin, mereka yang mengangumi lo diam-diam memberanikan diri berhadapan sama lo."
"Gue emang begini dari dulu. Ekspresi wajah gue memang terlihat tidak pernah tersenyum. Kalaupun tersenyum, nanti gue di kira gila lagi," ucapku kesal,"memang ada yang suka sama gue diam-diam?"
"Huh! Susah ngomong sama lo, mah!" gerutu Nanda menoyor kepalaku."mana gue tau. Siapa tau ada kan."
"Iya. Akan gue coba." sahutku final.
"Sip deh."
Aku menatap Nanda curiga. Seperti ada hal yang dia tutupi dariku, tapi apa ya?
Tirta, maafkan aku. Aku cukup terkejut mendengar ucapan Nanda kalau kamu sudah mengetahuiku lebih dulu dibandingkan aku mengetahui kamu.
Aku senang mendengar itu, jujur saja. Apalagi saat kamu tersenyum padaku.
Apakah aku Boleh berharap jika kamu menyukaiku sama seperti aku menyukaimu?
***
Ayuinaa's note:
Dia memang selalu punya dampak tersendiri bagiku. Sama seperti dia tersenyum padaku, hanya dengan mengingat namamu saja untuk saat ini, hatiku terasa menghangat. Walaupun aku tidak bisa melihatmu, setelah 2th lamanya tidak bertemu, semenjak tanggal terakhir kita bertemu. 22 November 2015.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Diary About You
Fiksi RemajaThird Story Tidak ada yang ingin ku persembahkan untukmu. Menyukaimu sampai sejauh ini, sangatlah sulit bagiku. Jatuh bangun aku berusaha mempercayai ucapanmu, mencintaimu sebanyak aku menyayangimu. Tersenyum dalam diam. Bahagia dalam diam. Menga...