Diary 11 - Nomer Hp (Edited Today)

41 4 0
                                    

Februari 2013

Sudah lama sekali aku tidak membahas tentang Tirta. Tentang perasaanku yang nyaris ketahuan oleh Nanda di depan kelas Tirta.

Aku tahu, tidak baik juga menutupi ini selamanya. Sebenarnya, kalaupun aku tidak cerita tentang perasaanku dengan Tirta sama Nanda, dia pasti sudah tau. Aku yakin sekali. Melihat bagaimana rraksiku setiap Nanda berulangkali bertanya tentang Tirta padaku.

Mungkin untuk saat ini aku tidak memikirkan dia.

Aku menulis di sebuah lembaran kertas putih. Buku harian yang sudah teronggok seminggu ini tidak aku sentuh. Bukan tanpa alasan, aku selalu menghabiskan waktu dengan buku pelajaran dan membantu ibu dalam tugas rumah. Karena itu lah, buku harian ini tidak sempat aku sentuh.

Buku ini bukan seperti buku Fail—yang banyak gambarnya. Buku ini seukuran buku tulis biasa, yang membedakan disini, buku harianku sampulnya lebih tebal di sertai pita berwarna biru tua sebagai pembatasnya. Pasti kalian tahu jenis buku ini.

Oke. Saatnya menulis.

Bali, 9 Februari 2013
Jam 20.34

Ini kali pertama aku kembali menulis di buku harianku. Buku yang berisi tentang banyak hal yang tak akan orang tau.

Aku terkadang bingung mau nulis apa di sini. Begitu banyak hal yang aku lakukan di minggu ini maupun minggu sebelumnya. Sampai-sampai jika aku menulisnya dari awal, bisa-bisa buku ini habis dalam sekejap.

Tak banyak yang ingin aku tulis. Satu hal yang begitu menarik perhatianku adalah Tirta.

Tepat di tanggal ini juga, kali pertama aku bisa bicara bedua dengannya. Sebenarnya aku sedikit tidak mau, tapi setelah aku pikir, kalau aku terus begini, sampai kapanpun aku tidak akan bisa dekat dengannya.

Tidak banyak hal yang aku bicarakan dengannya. Aku lebih banyak diam nya. Dia pun sama. Karena aku dan dia sama-sama tipe orang yang tidak terlalu banyak bicara. Hanya disaat tertentu seperti mengomel dan lain sebagainya.

Banyak pasang mata melihatku dan dia. Karena tepat saat itu aku mengobrol dengannya pas lima menit sebelum bel sekolah dibunyikan.

Setelah pembicaraan singkat itu, kami sama-sama diam. Kami saling bertatapan seolah dari mata kami juga berbicara.

Saat aku ingin memulai percakapan lagi, bel sekolah berteriak nyaring. Dia menghentikan momenku dengan Tirta. Tapi ya sudahlah, tidak apa-apa. Setidaknya aku melihat dan berbicara sedikit dengannya sudah membuat hatiku berbunga-bunga.

Semoga saja ini awalan yang baik untuk hubunganku dengan Tirta. Tidak masalah teman, yang penting aku mengenalnya, begitu sebaliknya.

Aku tersenyum puas melihat tulisanku. Walau tidak sebagus penulis, tapi ini lebih dari cukup.

Sejenak aku menerawang mengingat kejadian tadi. Ahhh, aku jadi ingin bicara dengannya. Tapi, bagaimana caranya? Aku kan tidak punya nomer hape Tirta.

Ah, aku ingat. Kenapa tidak minta sama Nanda saja?

Berkat ingatanku akan hubungan Nanda dengan Tirta, aku dengan segera meletakkan buku harianku ditempat rahasia—yang pastinya tidak di meja belajar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Diary About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang