Terlihat seorang gadis dengan balutan jaket berwarna birunya, sedang mengeluarkan sepeda TCR milik kakaknya yang diberikan untuknya dari parkiran, lalu menaikinya dan mengayuhnya.
Vanila, atau kerap di panggil Nila, tetap mengayuh sepedanya meski matahari sudah digantikan dengan bulan.
Nila berhenti mengayuh saat melihat lampu merah menyala. Menunggu beberapa saat untuk menantikan lampu hijau menyala. Tak lama kemudian lampunya menyala.
Saat ia hendak menyebrang, seorang laki-laki seusianya yang berada diatas motor miliknya itu menyapanya dengan klakson saat melihatnya ditengah perjalanan. Bisma, teman sekelasnya yang menjabat sebagai ketua kelas. Nila pun membalas dengan anggukan kepala juga senyuman tipisnya. Lalu Bisma melaju kencang mendahuluinya.
Pengendara mobil dari arah kanan melaju dengan kencang kearahnya dan,
BRUAAAK...
Nila merasakan benturan sangat keras.
SRAAAK...
Nila tersungkur, kepalanya terbentur oleh trotoar dan banyak mengeluarkan darah. Nila hanya sesaat sempat melihat seorang lelaki dengan bet sekolahnya dengan samar-samar sedang memangkukan kepalanya dengan tangan lelaki itu sambil berteriak-teriak, serta suara kerumunan orang-orang disekitarnya dan semuanya menjadi gelap.
*~*~*~*
Nila merasakan sakit dikepalanya. Sakit sekali. Ia membuka mata perlahan, membiarkannya beradaptasi dengan cahaya. Nila terkejut mendapati dirinya terbaring diranjang... rumah sakit? Selimut tebal menutupinya hingga ke pinggang dan infus yang menempel pada punggung tangannya. Ia sama sekali tidak tahu bagaimana ia bisa diranjang rumah sakit.
Nila mengangkat sebelah tangannya, dengan hati-hati ia menyentuh kepalanya. Gelombang kesakitan membanjiri tubuhnya. Hal terakhir yang Nila ingat adalah pulang menggunakan sepeda, lalu Bisma menyapanya dan ia... Tertabrak? Ah.. Sekarang Nila ingat. Pasti benturan dengan trotoar. Itu akan menjelaskan kapas yang menempel didahinya yang Nila rasakan dibawah pemeriksaan jemarinya dan mengapa ia terbaring diranjang rumah sakit.
Dengan hati-hati, Nila beringsut duduk. Matanya terbeliak ketika gelombang gemetar yang baru menguasai tubuhnya. Selama beberapa saat rasa pusing yang ia alami itu hilang.
Ia memejamkan matanya. Dalam bayangan kegelapan pejaman matanya, ia melihat semua alur kejadian itu. Seketika, ia membuka matanya.
Tapi Nila tidak mengenal siapa orang yang menabraknya. Tidak mengenal siapa orang yang memangkukan kepalanya sambil berteriak. Tidak mengenal siapa orang yang membawanya ketempat ini.
Ia harus menyelidikinya.
Lalu ia memejamkan matanya kembali, melihat kembali dalam bayangan pejaman matanya. Kali ini ia memfokuskan pada orang yang menabraknya. Nila tidak bisa melihat jelas seperti apa wajah pelakunya. Ia hanya bisa melihat pakaian pelaku itu. Seorang pria dengan jaket hitam, dan baju sekolah dengan bet sekolahnya juga. Lalu disebelahnya ada seorang wanita berambut panjang dengan topi hitam dan pakaian yang sama namun tanpa jaket hitam.
"Itu dia." Ujar wanita itu. Lalu pria yang disebelahnya mengangguk, mengerti.
"Sekarang!" Pria itu menginjak gas nya, melajukan kecepatan diatas rata-rata. Ia tidak memerdulikan lampu merah yang menyala itu.
Nila hanya mendengarnya singkat.
Lalu, ia terjungkal dari sepedanya. Dan pelakunya melarikan diri.
Nila membuka matanya terkejut. Tak disangka pelakunya berasal dari sekolahnya juga. Nila berpikir siapa yang selama ini menginginkannya celaka. Siapa yang membenci dirinya.
Menatap sekilas keluar jendela kamar inapnya, Nila melihat sekarang bulan sudah bersinar sangat terang. Pasti sudah larut malam. Tidak ada siapa-siapa yang menemaninya. Mungkin orang yang menolongnya tidak memberi tahu keluarga Nila karena ia tak punya nomor teleponnya, pikir Nila.
Khawatir dan takut, Nila mendorong selimutnya dan terkejut mendapati kakinya yang dililiti dengan perban. Lengkap sudah tubuhnya yang dipenuhi dengan alat medis. Kapas dan plaster dikepalanya, infus di tangannya dan perban dikakinya.
Tapi Nila sangat ingin sekali pulang. Untungnya sepasang tongkat kruk yang tersandar di lemari kecil dekat ranjangnya bisa membantunya berjalan keluar dari ruangan ini.
Dengan susah payah ia turun dari ranjang. Sesaat, berdirinya sempoyongan ketika darah mengalir dikepalanya dan membuatnya pusing. Ketika kejadian itu berlalu, ia membuka pintu kamar inapnya dan melihat ke koridor. Bersyukur dengan adanya penerangan dari lampu-lampu, dan masih ada orang berkeliaran disekitar situ, baik pengunjung maupun dokter. Nila berjalan dengan pincang dengan bantuan tongkat kruknya, melewati pintu-pintu ruang inap lainnya.
Nila berhenti sejenak. Ia melihat sekeliling dengan wajah tegang. Nila berusaha mencari seseorang atau sesuatu yang membuatnya merinding.
Karena takut, ia memutuskan untuk berjalan agak lebih cepat.
Nila membuka matanya perlahan. Bayangan itu selalu menghantuinya tatkala ia hendak pergi kesekolahnya.
Tiga hari belakangan ini, ia sering melihat kejadian itu dalam bayangannya. Jadi, Nila tahu kejadian ini tidak akan bisa ia ubah olehnya.
Ketika Nila melihat suatu kejadian dalam ramalannya selama lebih dari dua hari, maka kejadian itu tidak akan bisa diubah maupun dicegah. Tetapi ia akan bisa mengetahui siapa orang yang berada didalam ramalannya dan mencarinya sebelum hal itu terjadi.
Nila menuju garasi lalu mengambil sepeda TCR nya. Sepeda yang sama seperti pada kejadian itu. Ia menarik nafas beratnya. Ia tahu bahwa kejadiannya adalah hari ini. Dan ia harus siap akan hal itu.
Ia berharap akan ada sebuah keajaiban menimpanya.
*~*~*~*~*
Happy Reading**
KAMU SEDANG MEMBACA
Nila
Teen FictionVanila Maharani, gadis bermata ungu yang membenci kemampuannya karena ia terlahir menjadi manusia spesial yang setiap harinya dapat merasakan makhluk tak kasat mata. Namun bagaimana jika makhluk tersebut adalah masa lalunya yang kini merasuk kedala...