Bagian 2

77 8 0
                                    

"Terlihat bedakah aku dimatamu?" ~ Vanilla


*~*~*~*~*

Jam belajar telah selesai, waktunya pulang. Seluruh siswa maupun siswi berhamburan keluar kelas.

Nila memakai jaket birunya dan pergi ke parkiran, mengeluarkan sepedanya dari parkiran, lalu menaikinya dan mengayuhnya.

Matahari sudah digantikan dengan bulan. Nila merasa tegang.

Nila berhenti mengayuh saat melihat lampu merah menyala. Menunggu beberapa saat untuk menantikan lampu hijau menyala. Tak lama kemudian lampunya menyala.

Saat ia hendak menyebrang, seorang laki-laki seusianya yang berada diatas motor miliknya itu menyapanya dengan klakson saat melihatnya ditengah perjalanan. Bisma, teman sekelasnya yang menjabat sebagai ketua kelas. Nila pun membalas dengan anggukan kepala juga senyuman tipisnya. Lalu Bisma melaju kencang mendahuluinya.

Sama persis seperti pada ramalan, pikirnya saat melihat kejadian itu.

Lima detik dari sekarang, mobil dari arah kanan melaju cepat.

Lima...

Empat..

Tiga..

Nila menoleh kearah kanan

Dua..

Satu..

BRUAAAK...

Nila merasakan benturan sangat keras,

SRAAAK...

Nila tersungkur, kepalanya terbentur oleh trotoar dan banyak mengeluarkan darah. Nila hanya sesaat sempat melihat seorang lelaki dengan bet sekolahnya dengan samar-samar sedang memangkukan kepalanya dengan tangan lelaki itu sambil berteriak-teriak, serta suara kerumunan orang-orang disekitarnya. Dan semuanya menjadi gelap.

*~*~*~*

Nila merasakan sakit dikepalanya. Sakit sekali. Ia membuka mata perlahan, membiarkannya beradaptasi dengan cahaya. Nila terkejut mendapati dirinya terbaring diranjang rumah sakit. Selimut tebal menutupinya hingga ke pinggang.

Nila mengangkat sebelah tangannya, mendapati infus yang menempel pada punggung tangannya. Dengan hati-hati ia menyentuh kepalanya. Gelombang kesakitan membanjiri tubuhnya. Lalu ia meraba kedahi nya. Kapas?

Jangan-jangan...

Dengan hati-hati, Nila beringsut duduk. Matanya terbeliak ketika gelombang gemetar yang baru menguasai tubuhnya.

Nila mendorong selimutnya dan terkejut mendapati kakinya yang dililiti dengan perban.

Persis,

Kapas,

Infus,

Perban,

Rumah sakit.

Ia memejamkan matanya. Dalam bayangan kegelapan pejaman matanya, ia melihat semua alur kejadian itu. Seketika, ia membuka matanya.

Semuanya persis.

Menatap sekilas keluar jendela kamar inapnya, Nila melihat sekarang bulan sudah bersinar sangat terang dan melihat dirinya pada pantulan kaca.

Ternyata bukan kapas yang menempel pada kepalanya. Melainkan perban yang juga meliliti kepalanya.

NilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang