Cerita 34 - Mang Arie, Abah Amin, dan Mbak Suci

12K 1.5K 87
                                    

Hari keberangkatan Leeandra ke kota kembang pun tiba. Dengan diantar oleh supir salah satu supir yang bekerja di Hendratama Group, akhirnya gadis itu sampai di villa milik Mbak Nadine tepat di saat jam menunjukkan pukul 16.11.

Begitu kakinya melangkah menuju pintu utama, tiba-tiba saja, "Dengan Neng Lindra?" Seorang pria datang dari arah kanan dan menyapanya dengan sangat ramah dan sopan.

"Maaf. Ini dengan Mang Arie, ya?"

"Ah, benar sekali Neng." Pria yang memang dipanggil Mang Arie itu pun berinisiatif untuk membawakan tas-tas Leeandra.

"Hatur nuhun, ya, Mang," ucap Leeandra lengkap dengan senyum manisnya.

"Eh, Neng Lindra teh bisa basa Sunda?" Selain mengatakan perihal ketidakmampuannya dalam berbahasa daerah, Leeandra juga mencoba membenarkan panggilan Mang Arie padanya.

"Duh, maaf ya, Neng. Maaf kalau Mamang salah manggilnya. Jadi, yang benar itu Lee'andra, ya?" Meski secara ejaan namanya sudah benar, nyatanya pengucapan yang dijeda itu membuat Leeandra tertawa kecil.

"Tidak apa-apa, Mang Arie," tanggap Leeandra sembari mengikuti pria tersebut masuk ke dalam bangunan yang sangat luas dan terawat dengan baik itu.

Saat keduanya sudah berada di ruang keluarga, sebuah foto yang menampilkan betapa hangat dan bahagianya keluarga yang terdiri dari Mas Bagas, Mbak Nadine dan keempatnya anaknya itu pun tertangkap oleh kedua netra Leeandra. Tanpa bisa dicegah, kenangan atas percakapannya dengan Pak Rizal perihal jumlah anak itu bangkit dan membuatnya sontak menitikkan air mata.

"Neng? Neng Lee'andra kok menangis?" tanya Mang Arie bingung.

"Saya nggak menangis kok, Mang. Cuma kelilipan debu saja."

"Wahduh, kalau begitu, nanti Mamang lapor ke Abah deh, ya," tanggap Mang Arie dengan ekspresi wajah yang tampak lucu di mata Leeandra.

"Eh, nggak usah, Mang. Ini mah bukan salah debunya. Tapi dasar mata saya saja yang sensitif." Sungguh Leeandra merasa tidak enak karena telah berbohong dengan pria baik di hadapannya itu.

Usai memastikan bahwa keadaan Leeandra baik-baik saja, "Okelah kalau begitu, Neng. Mamang pamit pulang dulu, ya. Kalau ada apa-apa, langsung telepon nomor saya atau Abah yang ada di kulkas saja," pesan Mang Arie yang membuat Leeandra mengerutkan dahinya.

"Loh, Mang Arie mau pulang ke mana?"

"Ke rumah Mamanglah, Neng." Mang Arie kemudian menjelaskan bahwa setiap malam, Abahnya yang berjaga di sini.

Begitu mendengar penjelasan itu, villa yang tadinya mendapat penilaian asri, kini berubah menjadi horror dalam perasaan Leeandra. Tolong lindungi dan bantu aku agar semua agenda kegiatanku selama di sini bisa berjalan dengan lancar, ya, Allah. Aamiin, doanya di dalam hati sebelum masuk ke dalam kamar yang sudah disediakan special untuknya..

*****

Di keesokan harinya, Leeandra yang sudah selesai sarapan lantas berpamitan pada Abah Amin, bapak dari Mang Arie yang sangat ramah dan juga baik padanya. Setelah semalaman menjaganya, pagi ini, laki-laki yang diperkirakan berusia lebih tua dari Bapak itu juga membuatkan sarapan berupa nasi goreng super lezat untuk Leeandra.

"Loh, kan, si Arie belum jemput, Neng?" tanya Abah Amin setelah menghentikan sejenak aktivitas menyirami tanaman.

"Saya mau naik angkot saja, Bah."

"Wahduh, Neng... Apa kata dunia kalau Neng naik angkot." Leeandra terlihat mengerutkan dahinya saat mendapati Abah Amin yang langsung menelepon anaknya. "Sebentar lagi Arie akan datang dan anter Neng Leeandra kok."

Cerita Ci(n)ta Sang Asdos ✔ (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang