Ketidaksadaran

875 48 2
                                    

"Dorrr!"

Aku tersentak kaget, "Apa sih, Bil. Kaget tau!" ujar ku saat tahu ternyata Bila yang membuat jantungku nyaris copot.

Bila nyengir. "Sorry, sorry. Gue kira, lo gak akan sekaget itu."

"Lagian ngapain juga ngagetin orang, gak ada kerjaan banget si."

"Yaelah, De. Gue kan udah minta maaf. Lagian gue juga nyari lo gak ada, eh ternyata lagi di koridor." kata Bila sambil ikut duduk di sampingku.

"Kenapa nyari gue?"

"Ngajakin sholat lah, ini kan udah jam istirahat kedua."

Aku melirik jam tangan ku. Jarum jam tepat menunjukan kalau ini memang waktunya untuk sholat dzuhur.

"Gue lagi gak sholat."

Mendengar jawaban ku Bila mengangguk. "Yah gue sholat sama siapa dong? Hari pertama ya, De?"

"Iya. Kan di kelas masih ada yang lain. Bareng aja sama mereka."

"Yaudah deh."

Baru saja Bila berjalan beberapa langkah untuk kembali ke kelas. Tapi dia memutarkan badan berjalan menghampiri ku lagi.

"Eh, eh, bentar. Lo ngapain di koridor, De?" tanya Bila penasaran.

"Gue lagi," ada jeda ketika aku menjawab pertanyaan Bila. "Gue lagi baca novel." lanjut ku sambil sedikit mengangkat novel yang ada ditanganku.

Bila tersenyum menggoda. "Baca novel atau baca novel?"

"Apa sih, Bil! Hobi deh kayanya godain gue!"

Bila tertawa. "Lo lagi nunggu doi, ya? Gue bener kan?"

"Bil, berhenti kenapa sih. Nungguin apaan coba."

"De, emang gue gak tau ya, kalau lo jadi suka diem-diem merhatiin Mika. Diem-diem nyariin dia."

Aku mengelak mendengar pernyataan Bila. Selama ini aku hanya melakukan hal biasa saja. Tapi Bila melihatnya lain.

"Terus lo ngapain baca di sini?"

"Karena di kelas kan berisik. Gue gak konsen baca."

Kenapa sih Bila ini, jelas aku memilih membaca di koridor, karena sudah tahu kelas biasanya berisik kalau tak ada guru. Dan koridor pilihan yang tepat untuk membaca.

"Deandra, lo tiap hari loh nongkrong di koridor gini. Di waktu yang sama lagi. Iya emang bukan buat baca doang. Terus kadang sebelum kita sholat juga, lo minta buat nunggu sepuluh menit dan lo milih diem di koridor."

"Itu kan karena lo juga suka nyalin catatan dulu."

"Alasan yang itu masuk akal sih. Tapi coba kita liat ya."

Aku tak mengerti maksud dari perkataan Bila. Dan ku lihat, dia juga tak ingin menjelaskan sesuatu. Hingga akhirnya aku mendengar suara tawa dari arah kanan.

Gerombolan Iqbal dan temannya. Entah sedang menertawakan apa. Dan ku lihat ada Mika juga di sana. Dia berjalan menunduk, tak ikut tertawa seperti teman-temannya yang lain. Apakah Mika memang seperti itu? Terlihat dingin.

"Gotcha!"

Suara Bila terdengar saat setelah gerombolan Iqbal hilang di belokan.

Aku menatap Bila bingung.

"Bener kan, apa yang gue pikirin,  alasan lo diem di koridor itu cuma satu. Lo nunggu Mika ngelewat biar lo bisa merhatiin dia."

Aku terdiam mendengar pernyataan Bila kali ini.

"Sekali, dua kali saat lo diem di koridor, gak sengaja lo liat gerombolan Iqbal ngelewat buat sholat dan ada Mika di sana. Yang akhirnya tanpa lo sadari lo nunggu gerombolan Iqbal ngelewat, tapi yang lo tunggu bukan Iqbal atau teman-temennya. Lo cuman nunggu Mika. Dan selama dua bulan ini, De, lo selalu diem di koridor di waktu istirahat kedua. Tanpa lo sadari, nungguin Mika dan memperhatikannya jadi kegiatan yang asik buat lo." 

Sesaat Aku mencerna ucapan Bila.
"Iya, lo bener Bil. Rasanya gue selalu pengen diem di depan koridor mendekati bel istirahat kedua."

Bila tersenyum mendengar ucapanku.
"De, kalau lo suka jangan mengelak atau pun menolak. Toh percuma, ketika bibir lo bilang gak, tapi hati lo berkata lain."

"Gue bukan mengelak. Gue cuman nyembunyiin rasa ini. Karena gue gak bisa apa-apa, Bil."

Rasanya siapa yang tak ingin perasaannya terbalaskan oleh orang yang kita cintai? Aku salah satu orang dari itu. Aku ingin perasaanku terbalaskan. Hanya saja, aku tak bisa apa-apa. Mengenal Mika saja tidak. Aku hanya tahu namanya saja—itu pun juga beberapa hari yang lalu.

Maka dari itu, hanya ini yang bisa ku lakukan. Melihatnya dari jauh. Cukup itu saja membuatku senang. Biar menjadi harap, untuk perasaan yang ingin terbalaskan.

DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang