DUA

1.1K 70 0
                                    

You got that James Dean day dream look in your eye
And I got that red lip classic thing that you like
And when we go crashing down, we come back every time.
We never go out of style We never go out of style

~Taylor Swift ‘Style’~
.
.

“Hai, (namakamu)?”

(namakamu) tidak perlu terkejut mendengar suara nan manis itu. Dan ia tidak perlu marah pada orang itu karena datang ke kamarnya malam-malam lewat jendela. Ia tidak bisa marah padanya, lagipula (namakamu) senang dengan kehadiran orang itu. Setelah melepas sepatu dan meletakannya di dekat jendela, Aldi pun berjalan mendekati (namakamu).

“Hai, Ald.” Jawab (namakamu) yang langsung bangkit dari kasur dan memeluk kekasihnya.

“kamu bau...”
Aldi terkekeh dan balas memeluk kekasihnya.

“Ya kamu kan tau kalo ngeband—apalagi kebagian main drum—itu nguras tenaga dan ngehasilin banyak keringet,” ucapnya.

(namakamu) mengangguk mengerti, lalu merenggangkan pelukannya. Dapat ia lihat wajah Aldi yang kelelahan dan setengah mengantuk, tapi tetap berusaha untuk tersenyum padanya. Bahkan datang ke kamarnya tanpa gadis itu minta.

“Eh,” Aldi teringat sesuatu.

Ia langsung mengepalkan kedua tangannya dan menyodorkannya ke hadapan (namakamu).

“kamu pilih yang kanan atau kiri?” tanyanya.
Otomatis (namakamu) mengerutkan dahi, apa maksud pria itu? Tiba-tiba saja mengepalkan kedua tangan dan menyuruh (namakamu) memilih salah satunya? Apa dibalik kepalan tangan itu ada sesuatu yang spesial? Jika iya, apa yang Aldi sembunyikan dibaliknya? Tanpa sadar gadis itu tersenyum.
Ia tahu jika Aldi memang sosok yang romantis dan beruntungnya, Aldi hanyalah miliknya.

“Yang kanan.” Jawab (namakamu) sembari menyentuh kepalan tangan kanan Aldi.

Pria itu mengangguk sembari tersenyum dan membuka kepalan tangan kanannya. Sedetik kemudian, ia membalikan tangannya ke arah (namakamu).

Oh, ternyata, dibalik kepalan tangan Aldi itu ada sebuah tulisan di telapak tangannya.
Dan (namakamu), harus sebisa mungkin untuk tidak terbang tinggi ketika membacanya.

“I really miss you, (namakamu).” Begitulah yang tertulis di telapan tangan kanan Aldi, kemudian (namakamu) mengode Aldi untuk membuka kepalan tangan kirinya.

“Kamu serius mau tau apa yang aku tulis di tangan kiri ini?”
(namakamu) mengangguk cepat,

“Ayolah, Ald? Jangan buat aku penasaran.” Gadis itu memberi tatapan memohon yang sangat menggemaskan.

“Okay,”

BAM!
Memang, saat membuka telapak tangan kirinya, tidak ada bunyi sekecil apapun yang dihasilkan.
Tapi bagi (namakamu), itu sudah seperti suatu bom yang baru saja meledak di dalam hatinya.

Aldi pun tiba-tiba berlutut di hadapan (namakamu) sembari memperlihatkan apa yang ia sembunyikan dibalik telapak tangan kirinya. Sebuah cincin berlian biru.
(namakamu) menutup mulutnya tidak percaya, apa Aldi sedang melamarnya? Apa Aldi benar-benar sedang menyodorkan sebuah cincin ke hadapannya? Apa (namakamu) tidak sedang bermimpi?

“(namakamu),” Aldi menatap mata gadis itu dalam-dalam.

“apa kamu bersedia jadi tunanganku, malam ini?”
Mau tidak mau, (namakamu) mengangguk.

“Aku bersedia. Bahkan, untuk jadi cinta terakhir hidup kamu pun aku mau, Ald.” Jawabnya dan tidak terasa ia mulai menangis.

Aldi langsung memasukkan cincin berlian biru itu ke jari manis (namakamu).
Ia mencium telapak tangannya berkali-kali sebelum akhirnya mendongak.
Ia menatap (namakamu) yang wajahnya memerah dan mulai sesegukan.
Gadis itu benar-benar terharu, meski acara melamarnya sebagai tunangan tidak seromantis drama-drama Korea.

60 Shades Of IqbaalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang