ENAM

946 54 0
                                    

This ain't a movie that I wanna see
A tragic story, starring you and me
Yell cut we're stuck inside this scene
This is heartache on the big screen
~5 Seconds Of Summer ‘Heartache On The Big Screen’~
.

Iqbaal baru saja melangkahkan kaki keluar dari rumahnya, tapi tiba-tiba saja seseorang menarik tangannya. Belum sempat Iqbaal meronta, orang itu langsung menendang perut Iqbaal dan menonjok pipinya.
Iqbaal pun jatuh tersungkur ke tanah dan ia mendongak untuk melihat siapa pelakunya. Seorang pria bertubuh kekar dengan wajah memerah tengah memandanginya penuh amarah.
“LO SIAPA?” teriak Iqbaal sembari memegangi perutnya.
Pria kekar itu pun menarik kerah Iqbaal sekuat tenaga, membuat Iqbaal berdiri secara terpaksa. “Lo tanya gua siapa, huh? GUA PACARNYA STEFFI. STEFFHANIE ZAMORA.”
Iqbaal mengerutkan dahi, pria bertubuh kekar itu adalah kekasih Steffi? Bagaimana bisa? Kenapa Steffi cepat sekali menemukan penggantinya? Dan apa maksud dari pria itu datang ke rumah Iqbaal dan memukulinya? Sebelum Iqbaal berpikir lebih jauh, sebuah tonjokkan keras mendarat di bibir bawahnya.
BUGH!
Iqbaal memejamkan mata sembari memegangi bibirnya yang robek dan berdarah. Pria itu melepaskan kerah Iqbaal dan membiarkannya jatuh terduduk.
Dapat Iqbaal lihat tetes-tetes darah dari bibirnya jatuh ke tanah. Rasa marah sudah sampai di puncak kepala Iqbaal, pria itu segera bangkit dan membogem dada pria kekar itu. Ia hanya tertawa karena pukulan Iqbaal tidak terasa apa-apa.
Lagipula pria kekar itu tahu bahwa Iqbaal adalah pria yang sangat lemah, ukuran tubuhnya saja tak sebanding untuk pria berumur 28 tahun. Iqbaal lebih terlihat seperti remaja SMA yang kurus kering.
“Lo ga bakal bisa ngebales gua, Baal.”
“Kenapa gua gabisa? Gua bisa! Gua bisa mukul lo lebih dari lo mukul gu—“
BUGH BUGH BUGH! Pria kekar itu tidak mau mendengar ocehan Iqbaal, ia segera menendang Iqbaal agar kembali jatuh. Iqbaal tentu saja tidak bisa melawan, seandainya ia meminta tolong pun tidak akan ada yang menolongnya.
Rumah Iqbaal jauh dari keramaian, dan asisten rumahnya baru akan datang jam 8 nanti. Iqbaal menyerah, ia melambaikan salah satu tangannya ke depan wajah pria kekar itu.
“Gua tau lo bakal nyerah, Baal.” Pria kekar itu tersenyum miring, “dan gua yakin lo pasti mau nanya kenapa gua mukulin lo, kan?”
Iqbaal mengangguk dengan nyawa yang tersisa setengah. Kepala pria itu sudah berputar-putar dan nafasnya tidak teratur. Darah juga keluar dari hidungnya dan mengotori jas yang ia kenakan.
Pria itu merasakan apa yang ada diperutnya meminta untuk dikeluarkan, ia sudah tidak sanggup lagi. Tapi Iqbaal harus menahannya sampai pria itu mengatakan apa maksudnya datang kesini.
“Well, gua cuma mau ngasih pelajaran ke lo. Sekaligus mau ngasih tau lo sesuatu yang spesial.”
“S-spesial?”
Iqbaal mendongak menatap pria itu dengan tatapan menyakitkan. “m-maksud lo? Uhuk!” Pria itu terbatuk dan mengeluarkan sarapan yang tadi dimakannya. Ia memuntahkannya dalam bentuk yang menjijikkan, membuat pria bertubuh kekar itu menatapnya sinis.
“Ya. Jadi, selama ini—selama lo pacaran sama Steffi—sebenernya dia ga nganggep lo bener-bener pacarnya. Karena gualah pacarnya Steffi dari dulu sampe sekarang. Dia cuma kasian sama lo dan dia juga butuh uang lo buat tempat tinggalnya, dan sayangnya lo terlalu bodoh sampe ga nyadarin itu semua.” Jelas pria bertubuh kekar itu.
Iqbaal merasakan pandangannya mulai berbayang, “A-apa? Jadi Steffi—“
“Ya. STEFFI GA PERNAH CINTA SAMA LO, BAAL. DAN GUA DATENG KESINI UNTUK NGASIH TAU LO ITU."
"Dan jangan pernah lo bentak-bentak Steffi lagi! Dia cerita ke gua gimana lo mutusin dia, ya meskipun bagi dia itu ga berarti apa-apa dihidupnya.” Pria itu menginjak kaki Iqbaal secara tiba-tiba, dan otomatis Iqbaal menjerit amat keras. “Jangan pernah lo buat Steffi-nya gua marah, sedih, sakit, atau apapun itu!”
“D-dia yang ny-nyakitin gua!” Iqbaal berusaha menaikkan nada suaranya, tapi malah terdengar seperti pekikan belaka.
“OH YA? Sayangnya gua ga peduli kalo dia yang nyakitin lo, karena lo emang pantes disakitin, Baal. Jangan lo kira semua orang di dunia ini gatau kalo lo itu manusia ga tau diuntung! Dunia ga butuh lo! Bahkan... orang yang ngelahirin lo pun ga mau nganggep lo lagi hahahahha”
“SHUT THE FUCK UP!”
“Saran gua, mendingan lo mati aja deh, Baal. Oh ya, nama gua Teuku Ryzki. Kalo lo masih hidup nanti dan mau bales apa yang gua lakuin, lo bisa cari gua di ujung jalan. Tapi inget, itu cuma kalo lo masih hidup setelah hari ini ya, Baal.”
Iqbaal menyipitkan pandangan, sekali lagi ia meneliti wajah pria bertubuh kekar itu. Ia mengenakan jaket jeans yang sobek-sobek begitu juga dengan celana panjangnya. Ada kalung berliontin jangkar di lehernya dan sebuah anting hitam di telinga kirinya.
Tidak salah jika tenaganya sekuat itu, pasti pria itu sejenis preman ataupun anggota punk. Dan Iqbaal tidak akan melupakan namanya—Teuku Ryzki—karena suatu hari ia harus membalas ini semua dengan rasa sakit yang sama.
“L-liat aja Teuku R-ryzki, suatu hari l-lo bakal dapet bales—“
BUGH!
“Selamat jalan, Mr. Iqbaal Blackford, semoga tenang di neraka sana.”
Iqbaal merasakan sakit yang amat sangat di pelipisnya karena pria itu menonjok tepat dibagian sana. Ia mendengar langkah kaki yang menjauh disertai tawa yang puas.
Mungkin Teuku Ryzki itu benar, Iqbaal tidak akan hidup setelah hari ini, karena sebelum pria itu bisa memastikan apakah ia sanggup bangkit atau tidak... tubuhnya sudah menyerah dan seluruh pandangannya berubah gelap.
***
“Sha, kenapa di foto itu leher lo keliatan luka? Perasaan kemaren belum ada luka itu deh?” tanya (namakamu) pada Salsha di ujung telepon.
Ya, (namakamu) merasa sangat bosan karena tak ada Iqbaal di ruangannya. Pria itu tidak masuk dengan alasan yang tidak jelas, pihak kantor meneleponnya, tapi tidak ada jawaban. Mungkin pria itu lelah atau ia ada urusan yang sangat penting, sehingga tidak sempat memberi kabar pada... (namakamu).
Gadis itu pun memilih untuk menelepon Salsha setelah melihat foto di instagram Salsha yang beberapa menit lalu baru di upload.
Perlu diketahui jika di foto itu, ada suatu luka berwarna kebiruan di leher Salsha. Tidak cukup besar, tapi cukup terlihat seperti bekas gigitan. Yang pasti bukan gigitan vampire, tapi gigitan... sesama manusia atau mungkin hewan.
Tapi (namakamu) curiga, hewan apa yang menggigit Salsha? Dan jika manusia, siapakah yang berani melakukannya? Toh Salsha tidak pernah cerita jika akhir-akhir ini ia punya kekasih atau teman dekat pria.
Terdengar nafas Salsha yang sedikit menderu, ‘Itu... itu bukan apa-apa kok, (namakamu).’
“Jujur aja, Sha. Itu luka karena apa? Kenapa kayak gigitan gitu?”
‘ITU BUKAN APA-APA! Lo ngerti bahasa indonesia kan, (namakamu)?’
“Kenapa lo jadi marah gitu? Kan gue cuma nanya, Sha...”
‘Okay, sorry-sorry, gue lagi dalem period mungkin.’ Salsha pun menghela nafas kasar. ‘pokoknya itu cuma luka kecil, lo ga perlu khawatir, (namakamu).’
“Sha, lo punya pacar?”
‘Kenapa tiba-tiba lo nanya gitu?’
“Gue rasa luka di leher lo itu karena ciuman berlebihan deh, Sha. Jadi, apa lo punya pacar?”
‘Enggggg.... Gue.... ga... eh, dosen gue dateng, nanti lagi, ya? Byeeeeee!’
(namakamu) memutar mata dan segera memutuskan sambungan teleponnya, ia tahu bahwa Salsha hanya mengalihkan pembicaraan. Ia yakin jika Salsha pasti menyembunyikan sesuatu darinya.
Salsha termasuk salah satu mahasiswi populer di kampusnya, masa ia tidak ada yang naksir padanya? (namakamu) yakin jika Salsha pasti mempunyai kekasih, ia tahu bagaimana tipe gadis seperti Salsha. Tapi apa yang membuat gadis itu tidak mau memberitahu (namakamu)?
(namakamu) menghembuskan nafas kasar dan menatap ke meja Iqbaal yang benar-benar kosong. Tak terasa ia berdiri dan melangkahkan kaki ke arah sana.

60 Shades Of IqbaalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang