11 | Wedding Dress

44.6K 2.7K 42
                                    

4 Januari and Happy New Year!
Apa resolusi kalian tahun ini?
Kalau aku sih, ga muluk-muluk, disukai readers udah cukup kok

Karena vote & komentar kalian adalah bahan bakar menulisku \(*T▽T*)/

Ga mau banyak ngoceh, langsung aja, happy reading!

.
.
Part 11 Wedding Dress
.
.

Segala sesuatunya terjadi atas kehendak Tuhan
Kalau kamu menyalahkan keadaan
Berarti kamu menyalahkan zat yang telah menciptakan takdir itu

Hari ini tiba.

Siapa yang menyangka kalau anak bungsu Ardhani akan melangkahi anak sulungnya dan menikah di usia kedua puluh? Ditambah lagi dengan pernikahan yang jauh dari kata suka cita. Kondisi Mama Ario membuatku harus mengubur wedding goals yang setidak-tidaknya mirip sedikit saja dengan konsep garden partynya Isabella Swan di Twilight. Hari ini, aku hanya akan menikah di ruangan VVIP rumah sakit tempat Tante Riani dirawat. Tidak meriah, tidak diketahui teman, tidak diiringi lagu riang nan romantis, tidak ada makanan enak untuk menjamu tamu. Huft....

Aku tahu aku terdengar kekanakan dan egois, tapi... tapi... ini pernikahan sekali seumur hidup lho! Dan... ah, sudahlah!

Aku mengembuskan napasku kembali, pantulan seorang gadis dengan dress berkerah warna pastel yang rambutnya tergerai dari cermin membuatku takjub. Aku tidak pernah tampil sefeminin ini sebelumnya dan aku tak pernah menyangka bahwa aku akan berpenampilan seperti ini di hari pernikahanku. Maksudku, ini terlalu sederhana, biasanya kan orang-orang akan mengenakan wedding gown berwarna putih yang begitu panjang sampai gaunnya bisa dipakai untuk mengepel lantai pesta.

Argh.... Aku memejamkan mata sambil menggoyangkan kepala, berhenti berpikir yang aneh-aneh, Alifya! Pernikahan ini terlaksana demi kemanusiaan! Jangan mengharapkan yang tidak-tidak!

Pintu yang terbuka membuatku langsung menolehkan kepala, Kak Ian berdiri di sana dengan kemeja dua warna secara horizontal dan celana bahan hitam. Dia kini berjalan ke arahku dan mengulurkan sebuah bando dengan hiasan berbentuk bintang di atasnya.

"Dipakai, ya. Hadiah pernikahan dari Kakak."

Aku mendengkus. Pernikahan sederhana dengan hadiah yang kelewat sederhana, pas sekali! Aku mengambil bando itu dan memasangnya segera meski dengan setengah hati.

"Cantik, Kakak nggak pernah sadar kalau Ify-nya Kakak cantik banget selama ini."

Entah kenapa, rasanya ada yang membuat dadaku sesak mendengar Kak Ian mengucapkannya. Tiba-tiba, Kak Ian berlutut di depan kursi meja rias yang sedang kududuki sekarang. Iris hitamnya menatapku tanpa berkedip.

"Ke-kenapa, Kak?" tanyaku gugup, Kak Ian tidak pernah bertingkah begini sebelumnya.

"Kakak tahu, kamu kecewa karena harus menikah dengan sangat sederhana. Tapi, Alifya. Segala sesuatunya terjadi atas kehendak Tuhan, takdir Allah. Kalau kamu menyalahkan keadaan, berarti kamu menyalahkan zat yang telah menciptakan takdir itu."

"Ify nggak mau nyalahin siapa-siapa, ini keputusan Ify, Ify siap tanggung segala risikonya, Kak." Entah darimana, kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku. Aku menggigit bibir bawahku setelahnya, apa benar aku siap menanggung semua risiko? Aku sangat meragukannya.

Bibir Kak Ian melengkung, dia tersenyum dengan tangan yang terulur ke puncak kepalaku. "Bagus, Ify-nya Kakak udah berubah jadi dewasa dalam waktu cepat. Kakak bangga banget sama kamu. Meskipun nanti terasa sulit, Kakak yakin kamu pasti bisa jadi istri yang baik."

Twenty Couple: Secret Wedding (TELAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang