Ketakutan

83 6 1
                                    

"Akhh!!! Ibuk..ibuk!!"

Suara teriakan seorang gadis belia itu sontak membangunkan seorang wanita paruh baya dari tempat tidurnya. Mungkin putri semata wayangnya yang menginjak usia tiga belas tahun tersebut bermimpi buruk lagi. Suara isakan kecil keluar dari bibir mungil Saras, beberapa hari belakangan ia selalu bermimpi buruk. Tangan ibunya merengkuh pundak Saras. Menepuk-nepuknya perlahan sambil sesekali mengusap puncak kepala putrinya itu. Ia berusaha menenangkan gadis kecilnya dari ketakutan luar biasa.

"Kenapa? Saras mimpi buruk lagi?" tanya ibunya tenang. Saras menggeleng, masih dalam isakannya.

"Terus apa dong? Coba sini putri ibuk cerita ke ibuk ya! Saras kenapa?" jari-jari ibunya meraih dagu Saras. Mengusap beningan kristal yang mengalir di pipi gadis jelita itu.

"Itu buk, tadi Saras liat ada orang tinggi besar, bulunya lebat banget, dari kaki sampai kepala. Matanya merah dan punya taring." Jari telunjuk Saras mengarah pada jendela yang terbuka, bukan, lebih tepatnya pohon besar tepat di depan jendela kamar tersebut.

Ibunya menatap ke arah jendela yang terbuka, tirai gordennya melambai-lambai diterpa angin sepoi malam. Mungkin gadis kecilnya sedang berkhayal atau semacamnya. Ia melangkahkan kaki menuju jendela dan segera menutupnya.

"Mungkin Saras lagi mimpi buruk. Makanya kalau mau tidur jangan lupa berdo'a, kan ibuk selalu bilang jangan lupa berdo'a sebelum tidur."

Saras menatap ibunya dengan sorot mata sendu. Menyiratkan bahwa ia benar-benar ketakutan saat ini.

"Buk, Saras tidur bareng ibuk ya malam ini?"

Ibunya menghela nafas. "Yaudah, tapi janji cuma malam ini ya? Saras kan harus terbiasa tanpa ibuk, harus berani."

Saras mengangguk pelan. Kemudian cepat-cepat menyusul langkah ibunya.

~

Sulit mengatakan ketakutan yang ia rasakan. Berkali-kali siluet-siluet itu mondar-mandir di depan kelasnya. Saras sulit konsen, matanya mulai nanar. Ia ingin secepatnya keluar dari ruangan. Kepalanya berat.

"Saras Endara!" Bu Asmi memanggilnya.

Saras menaikkan wajahnya, menatap bu Asmi yang juga menatapnya cemas.

"Kamu sakit?"

Saras menggeleng. "Enggak bu, hanya sedikit kurang enak badan karena sulit tidur semalaman."

Bu Asmi mengangguk paham.
"Kalau kamu sakit lebih baik ke UKS. Nanti malah mengganggu konsen yang lainnya."

"Kamu kuat kan ke UKS sendiri?" tanya bu Asmi lagi.

"Kuat bu"

Saras mengangkat pantatnya. Berusaha menopang berat tubuhnya sendiri yang entah mengapa bertambah berat saat ini.
Saras berjalan dengan tertatih-tatih sambil berpegangan pada tembok atau benda-benda yang setidaknya dapat menopang tubuh lemahnya.
Jarak kelas 8A sampai UKS kurang lebih seratus meter. Dan Saras harus sampai secepatnya. Matanya mulai berkunang-kunang.

Matanya menatap lurus ke arah lorong menuju kelas sembilan. Ada yang berlari. Cepat sekali. Sangat cepat. Menuju ke arahnya. Semakin dekat. Sangat dekat.

Wushhh...

Angin kencang melanda tubuh Saras. Ap..apa itu ta..tadi? Pikir Saras. Tubuhnya hampir limbung sesaat sebelum sebuah tangan menopang tubuhnya. Saras pingsan.

Hope, Wind And TreeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang