Aku akan segera terbiasa, pada datangnya hujan di musim kemarau. Aku akan segera terbiasa, pada rasa asing yang menelusup di antara udara, pada bisik dan tatapannya pula
_Saras Endara_
Langit mendung sore itu. Gelap menemani sementara senja belum lagi datang.
Saras masih enggan bergeser dari tempatnya duduk. Ia menatap jalanan, trotoar, langit dan pada sebuah gang sempit di seberang halte tempatnya duduk.
Disana ada segerombol siswa berseragam. Entah apa yang membuat Saras tertarik pada perkumpulan itu. Ia tetap lekat mengamati apa yang terjadi disana.
Matanya menangkap seorang gadis mungil terduduk di tanah, badannya kecil, rambutnya mengembang acak-acakan, dan sepertinya.. Dia menangis.Pembulian, ya? Pikir Saras. Ia mencoba mengamati sekali lagi. Takut-takut ia salah mengira. Saras tak mau tiba-tiba berlarian sambil berteriak 'hei hentikan pembulian itu!' menyebrangi jalan raya yang ramai oleh kendaraan yang lalu lalang dan saat ia menyebrang ada satu motor oleng kemudian di tabrak oleh sebuah mobil, mobil lepas kendali lalu mengarah ke sebuah bus yang melintas lalu bus menabrak truk muatan gas elpiji dan gas elpiji meledakkan seluruh kota dan seluruh kota hancur hanya karena ia berpikir bodoh.
Saras menepuk dahinya. Pikiran bodoh apa itu? rutuknya pada diri sendiri.
Tapi Saras yakin, gadis mungil itu tengah di bully. Ya, penampilannya sudah menggambarkan bagaimana menderitanya gadis itu sekarang.
Saras memutuskan untuk menyebrang. Ini bukan kisah heroik pahlawan bernama saraswoman sang penyelamat dari bully, ini hanya seumpama besi yang di tarik oleh magnet hidup."Hei! Hentikan!" Saras berkacak pinggang dengan berani.
Tiga siswa menoleh ke arahnya. Entah ini perasaan apa, tapi mereka terlihat..abstrak.
Mereka semua perempuan. Dengan masing-masing punya bentuk rambut yang hampir sama, lurus, lepek, dan terlihat kasar.
Terlihat seperti orang jadoel. Orang zaman dulu.
Kulitnya kuning, lebih tepatnya pucat. Matanya bulat dan berkantong mata kebiruan.
Saras meneguk air liurnya. Bukan saatnya takut, Saras! Teriaknya dalam hati.
Tatapan mata mereka mengintimidasi Saras. Dan itu menakutkan. Tamatlah sudah nasib Saraswoman.Mereka maju mendekati Saras. Tubuh Saras begidik, tak dapat bergerak seolah sendi-sendinya telah beku oleh aura dingin yang menyebar sejak tadi. Setidaknya Saras sedikit merasa lega karena telah menyelamatkan si gadis mungil. Namun sekarang keadaan berbalik padanya, dia yang sebentar lagi akan habis oleh ketiga gadis berambut lepek. Mereka mengelilimgi Saras, tanpa berkata apapun. Mereka berbicara lewat mata.
Saras terengah, jantungnya mulai berpacu cepat. Sedang tubuhnya tetap tak dapat bergerak. Ada apa dengan tubuhku? Pikir Saras.
Saras menyerah, apapun yang akan di lakukan ketiga perempuan ini, SarasWoman sudah menyerah."Jangan dekati dia!" di detik-detik terakhir, satu suara menghentak mereka. Suara yang sangat familiar di telinga Saras.
Saras mendongak, dan dia mendapati mata coklat milik Evan.
Pandanglah mataku, masuklah kedalam sana. Bila kau temukan kekosongan, isilah dengan separuh cintamu. Karena cintamu yang separuh, akan kau berikan pada yang ada di dunia nyata.
Evan Sebastian
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope, Wind And Tree
Novela JuvenilAdakah kesempatan untuk bersama diantara perbedaan yang tak akan pernah bisa bersatu? Adakah harapan diantara angin rindu yang menyusup? Dapatkah menyentuh perasaanmu seperti tanganmu yang mampu meraihku?