Marcolie Antonius

58 4 2
                                    

Katanya tak ada yang namanya persahabatan antara laki-laki dan perempuan. Namun bersamanya, aku selalu nyaman dengan sebutan 'sahabat'

_Saras Endara_
.
.
.

"Saras hari ini kurang enak badan banget ya? Kamu pucat sekali lho, tadi pingsan di lorong juga."

Kak Laila duduk di samping tempat tidur sambil melipat kedua tangannya di ranjang.
Saras hanya menghela nafas. Kepalanya pusing.
Ah, ya!

"Kak, tadi yang bawa Saras kesini siapa?"

Kening kak Laila berkerut. Lama sekali dia berfikir.

"Ah.. Anu.. " lagi gadis berjilbab itu berfikir sambil mengetuk-ngetuk kepalanya dengan jari telunjuk.
"Itu lho laki-laki putih kayak bule anak 9B..Siapa sih namanya? Koli-koli, ah apa sih? Pokoknya namanya mirip brokoli!" jawab Kak Laila sambil terkekeh.

Saras tertawa. Oh, Marco.

"Marcolie Antonius, kak?" Saras membetulkan sambil terkekeh.

"Ah.. Hahaha.. Iya itu, markol siapa? Marcolie? Salah siapa nama kok mirip sayuran. Hahaha" Saras dan kak Laila tertawa.

Menurut Saras, gadis muda berjilbab di hadapannya itu adalah perempuan kedua yang dapat lebih memahaminya, tentu setelah ibuk.
Namun untuk satu hal, Kak Laila lah yang paling mengerti.

"Kak.." Bisik Saras.

"Hm?"

"Kakak taukan sebenarnya aku gak pingsan gara-gara sakit, tapi gara-gara itu?"

Kak Laila memandang Saras kemudian mengacak puncak rambutnya. Ia tersenyum manis pada Saras.

"Mungkin itu baru permulaan Saras, buat selanjutnya kamu harus lebih mempersiapkan diri untuk kemungkinan-kemungkinan yang tidak kita tau." ucap Kak Laila sambil masih terus tersenyum.

Saras ingin lebih banyak bertanya lagi, sayangnya pintu UKS langsung berdecit. Dari balik daun pintu muncul seorang laki-laki berkulit putih dengan warna rambut agak kecoklatan.
Dia Marcolie Antonius. Sahabat Saras sejak, entahlah, mungkin sejak mereka bayi. Rambut coklat dan kulit putihnya di warisi dari kakek Marco yang berdarah Jerman.

"Kalau aku masih seumuran kalian, sudah kupastikan si brokoli coklat akan ku gebet." bisik kak Laila di telinga Saras.

Saras terkekeh saja. Hal seperti ini yang Saras sukai dari kak Laila. Sangat misterius, terkadang dapat serius, namun sedetik setelahnya bisa membuat orang lain terbahak.

"Eh koli! Sini masuk!" sapa Kak Laila pada Marco yang masih mematung di depan pintu. "Sini koli! Mau nengok Saras ya? Ini Saras udah baikan kok, untung tadi kamu tangkap, kalau nggak mungkin dia udah jadi santapan tikus got." Saras menyikut pinggang Kak Laila. Sedangkan Marco terkekeh sambil menggelengkan kepala.

Marco melangkah mendekat ke ranjang Saras.
Meskipun dia tersenyum, tampak sekali jika Marco mengkhawatirkan Saras, sahabat kecilnya.

"Saras nggak papa?" tanya Marco.

"Ekhm," Kak Laila berdeham. "Mm.. Kakak tinggal ke ruangan dulu ya. Awas jangan macem-macem ya, koli!" Kak Laila mengedipkan sebelah matanya pada Saras.

Ini pasti akal-akalan kak Laila, yakin deh! pikir Saras.
Marco hanya tersenyum sambil memandang kak Laila yang berjalan ke ruangannya. Ruangannya yang hanya di sekat oleh kaca putih dan pintu.

"Hei, aku khawatir banget tau!" Marco mencubit hidung Saras.
Saras mengerang.

"Ihh.. Marco! Jangan dicubit, nanti tambah mancung! Kalau aku tambah mancung kamu akan tersaingi."

Marco tertawa sambil mengacak rambut gadis dihadapannya.
Ada rasa hangat menjalari dada Marco. Kadang gadis ini terasa seperti adik baginya, namun terkadang ada perasaan lebih untuk memilikinya.

"Bagus dong kalau kamu mancung. Karna nanti aku gak bakal malu lagi bawa jalan-jalan gadis pesek seperti kamu. Hahahaha" Marco tersenyum lebar. Menampakkan gigi-giginya yang berderet rapi.

"Ih Marco nakal!" Saras memanyunkan bibirnya sambil melayangkan beberapa pukulan ke lengan Marco.

Mata coklat kehitaman itu tetap lekat memandang ke dalam ruangan. Kali ini seorang laki-laki berambut kecoklatan dan seorang gadis. Gadis yang sempat ia tabrak tadi siang. Lebih tepatnya masuk ke dalam tubuhnya.

.
.
.
Aku tak peduli, meski kau tak jadi milikku sekalipun, aku bahagia memandang senyummu. Dan aku akan ikut tertawa bersamamu sebagai 'sahabat'

_Marcolie Antonius_

Hope, Wind And TreeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang