Satu bulan kemudian.
Suasana butik cukup ramai. Banyak orang berlalu lalang untuk memilah dan memilih barang-barang yang mereka inginkan, membuat para pegawai yang sedang berjaga disibukkan oleh aktivitas mereka.
Berbeda dengan Yana. Di saat ketiga rekannya sibuk turun tangan mendampingi para pegawai, Yana justru disibukkan dengan aktivitasnya sendiri. Yana terlihat sesekali melirik jam tangannya, dan setiap beberapa saat dia selalu mengecek ponselnya, membuat Vita yang penglihatannya masih dapat menjangkau keberadaan Yana heran oleh sikapnya. Dia beranjak dari pegawainya, menghampiri Yana.
“Hei, Yan.” Vita menepuk pundak Yana dari belakang. “Lo ngapain sih? Gue perhatiin dari tadi, lo liatin handphone mulu. Nungguin telepon dari siapa sih?”
“Hah? Enggak.” Yana sedikit tersentak saat Vita menepuk pundaknya. “Gue cuma lagi nungguin telepon dari Tante gue.”
“Lo ada janji sama Tante lo? Kenapa nggak lo aja yang telepon duluan? Daripada lo gelisah kayak gini.” Vita memberi saran.
“Hah? Itu… anu…” ucapan Yana terpotong karena ponselnya tiba-tiba berdering.
-Tante Yuni-
Seketika Yana tersenyum melihat nama itu tertera di layar ponselnya.
“Eh, Vit. Gue angkat telepon dulu, ya.” pamit Yana. Dan belum sempat Vita menjawab, Yana sudah berlalu dari hadapannya.
“Halo, Tante.” sapa Yana setelah dia menyambungkan panggilan itu.
“Yan, maaf ni ganggu. Sekarang kamu bisa ke rumah Tante nggak? Ada yang mau Tante perlihatkan sama kamu.” jawab Yuni yang ada di seberang telepon.
“Tentang apa, Tan?" tanya Yana pura-pura.
“Ini… Tante sudah punya data laki-laki yang cocok sama kriteria kamu.”
Seketika wajah Yana semakin sumringah “Hah? Yang bener, Tan?”
“Iya, bener. Makanya, kamu ada waktu nggak, sekarang?”
“Iya, Tante. Yana ada waktu kok. Sekarang juga Yana kesana.” jawab Yana penuh semangat.
“Tante tunggu, ya.”
Setelah sambungan teleponnya terputus, Yana segera menemui ketiga sahabatnya, meminta ijin untuk meninggalkan butik. Namun dia tak mengaku kepada mereka alasannya pergi dengan terburu-buru.
==== 09071809 ====
“Gimana, Kak? Ada?” tanya Owi kepada Kido perihal urusannya beberapa waktu lalu.
Saat ini Owi sedang berada di kantor tim jodoh, karena memang Kido memintanya untuk datang ke sana.
“Kami ada beberapa calon, Wi. Mungkin kamu mau lihat-lihat dulu.” kata Kido sambil terus menatap dokumen-dokumen yang ada di tangannya.
“Hmm … boleh, Kak, kalau diijinkan.”
“Tentu. Kan kamu yang bakal ngejalanin, masa’ nggak boleh. Nih…!” kata Kido seraya menyerahkan tiga map kepada Owi.
Tangan Owi sedikit gemetaran menerima dokumen-dokumen itu dari tangan Kido. Dia belum cukup berani menatap dokumen yang mulai berpindah ke tangannya. Sedari tadi dia hanya menatap wajah Kido yang terus menyodorkam tangan kepadanya.
Setelah dokumen benar-benar beralih ke tangannya, dengan sedikit ragu dia menoleh ke tangannya. Tiga map berwarna hijau sudah ada di hadapannya sekarang. Jantung Owi berdegup lebih cepat saat tangan kanannya perlahan membuka map yang paling atas. Sejenak dia mengamati data yang ada di dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Search
FanfictionAku tidak akan menghentikan 'pencarian'ku sampai suatu saat nanti aku menemukan apa yang aku cari...