"Gimana kalau kita bikinin obat untuk nyembuhin kekecewaan ibu?” kata Owi membalas tatapan Yana.
“Maksudnya?” tanya Yana sambil mengerutkan keningnya, masih belum mengerti maksud perkataan Owi.
Owi tersenyum melihat ekspresi Yana, lalu dikecupnya kening istrinya itu singkat. Namun Yana masih juga tak mengerti, dia terus menatap mata Owi mencoba mencari penjelasan atas ucapan suaminya tadi.
Owi masih tak menjawab, dan tetap memamerkan senyum manisnya, sambil kedua tanggannya merangkum wajah Yana, mencoba memberi isyarat pada istrinya apa yang ingin dia lakukan. Seketika Yana pun ikut tersenyum dan setelah itu dia terlihat mengangguk lemah, sepertinya istrinya itu sudah mengetahui apa yang dipikirkannya.
Owi yang sudah merasa menerima respon positif dari istrinya, seketika senyumnya bertambah lebar. Perasaannya begitu bahagia, setelah penantiannya selama ini segera berakhir. Dikecupnya kembali kening sang istri dengan lembut. Dan Yana terlihat memejamkan matanya menikmati setiap sentuhan Owi di wajahnya. Lalu Owi mencium puncak hidung Yana, kemudian beralih ke pipi mulus Yana.
Sejenak Owi menghentikan aktivitasnya, mengamati setiap guratan halus yang ada di wajah istrinya. Betapa bersyukurnya dia bisa menemukan wanita seperti Yana, istrinya. Wanita yang tak hanya terlihat menawan dari fisiknya, namun juga memiliki segudang kelebihan yang tercermin dari sikapnya.
Merasa tak lagi merasakan sentuhan Owi, Yana penasaran. Perlahan dia membuka matanya. Dia sedikit terkejut mendapati suaminya itu sedang memandangnya dengan cukup intens. Wajahnya mulai merona mendapat tatapan seperti itu dari suaminya. Namun, hal itu tak berlangsung lama. Pasalnya, belum sembuh Yana dari keterkejutaannya, tiba-tiba Owi kembali mendekatkan wajahnya. Dan sontak membuat Yana kembali memejamkan matanya. Yana merasakan hembusan nafas Owi semakin terasa di wajahnya. Dia yakin, tak lama lagi Owi akan menciumnya. Dan benar saja, kini bibir Owi sudah mulai menyentuh bibirnya.
‘BRUKK’ tiba-tiba terdengar suara berisik menyapu pendengaran mereka. Membuat keduanya sontak membuka mata dan menjauhkan wajahnya masing-masing. Terlihat pula sedikit raut kekecewaan di wajah Owi.
“Apa itu, Wi?” tanya Yana penasaran dengan suara yang baru saja dia dengar.
“Nggak tahu… kayaknya dari kamar Ibu.” jawab Owi dengan kekecewaan yang masih meliputi hatinya.
Karena merasa penasaran dengan suara itu, akhirnya mereka bergegas keluar kamar dan mencari sumber suara. Dan benar, ternyata suara itu berasal dari kamar sang Ibu.
“Ada apa, Bu?” tanya Owi yang baru saja memasuki kamar ibunya dan mendapati wanita itu terduduk di lantai sambil memegangi kepalanya.
“Ini… Ibu tadi mau ambil itu..." kata sang Ibu menunjuk barang yang berada di atas lemari, "... tapi malah kepeleset… eh, terus kejedot meja.” jawab sang Ibu sambil mencoba berdiri, dan Yana yang melihatnya pun langsung mendekat dan membantu mertuanya.
“Bu, dahi Ibu berdarah… Yana ambilkan obat merah dulu ya, biar nggak infeksi…” pamit Yana seraya keluar dari kamar itu menuju kotak obat.
“Tapi Ibu nggak pa-pa, kan?” tanya Owi sambil memeriksa lantai yang membuat ibunya terpeleset. Dan memang benar, ternyata ada sedikit air di sana. Lalu dia mengambil lap dan membersihkannya.
“Nggak pa-pa, hanya sedikit perih di dahi Ibu…” jawab sang Ibu sambil terus memijat-mijat dahinya yang sedikit perih.
Tak lama kemudian, Yana datang dengan membawa kapas, plester, dan obat merah di tangannya. Dia bergegas menghampiri sang mertua yang sudah duduk di tepi ranjang, lalu dengan telaten dia mengobati luka itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Search
FanfictionAku tidak akan menghentikan 'pencarian'ku sampai suatu saat nanti aku menemukan apa yang aku cari...