LITD-8

35 4 0
                                    

Cinta itu berawal dari mata. Jadi jangan heran jika di akhiri dengan air mata.
-Dio Ravendra.

🍃🍃🍃

Ada hari di mana semuanya terasa begitu lelah. Tak tahu harus melakukan apa, atau enggan beranjak dari tempat yang dirasa paling nyaman, kasur.

Jam weker di atas nakas menunjukkan pukul 10:00, tapi Zahra enggan beranjak hanya untuk mencuci muka atau sekedar minum air putih yang tenggorokannya mulai terasa kering. Zahra hanya ingin di hari minggu ini ia bisa bermanja manja dengan kasur nya. Tetapi itu hanyalah sebuah harapan yang tak akan jadi nyata untuk kali ini.

Kini tidur Zahra terganggu oleh kedatangan kedua lelaki yang tak di undang, Dio dan Dino. Zahra mendengus kesal.

Dasar Dio bekantan, sukanya ganggu orang aja. Tapi tak apalah yang penting ada kak Dino. Batin Zahra.

"Kalian ngapain di sini?! Ganggu." Sindir Zahra dengan mata yang masih terpejam.

Dio dan Dino duduk bersebelahan di sofa beludru merah dan Zahra langsung menjatuhkan bokongnya di salah satu sofa yang masih kosong.

"Gue mau minta temenin ke toko buku, Ra. Apa lo sibuk?" Tanya Dino.

"Gak boleh. Zahra gak boleh nemenin curut satu ini. Kan gue duluan yang dateng. Jadi Zahra harus ikut sama gue." Ucap Dio.

"Apa-apaan lo?! Kok jadi lo yang ngatur-ngatur" Balas Dino yang kini sudah memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Dio.

"Nah lo ngapa sewot!"

"Suka-suka gue dong!"

"Suka-suka gue juga." Balas Dio tak mau ngalah.

"Kok lo ngik--" Ucapan Dino terpotong. Karna mereka mendengar suara dengkuran dari hadapan mereka.

Mereka menoleh barengan ke arah sumber suara. Ya Tuhan. Itu suara dengkuran Zahra yang sedang tidur di sofa dengan mulut sedikit terbuka. Mereka terkekeh melihatnya.

Lucu. Batin Dino.

Buset, bagong. Hmm.. tapi tetep cantik ya lo, Ra. Batin Dio.

🍃🍃🍃

Dan di sinilah mereka bertiga di salah satu mall di Kota Jakarta yang selalu ramai dikunjungi. Apalagi hari ini weekend, ada yang quality time bareng keluarga, ada juga yang nge-date bareng pacar/teman.

Boro-boro nge-date sama pacar. Ini malah Dio bekantan gangguin gue sama kak Dino. Batin Zahra.

"Ra lo mau nonton apa?" Tanya Dino.

"Gimana kalo film surat cinta untuk starla?" Saran Zahra dengan mata yang berbinar-binar seperti anak kecil yang dibelikan eskrim.

"Boleh." Jawab Dino.

"Yaudah sono pesen tiket." Perintah Dio.

"Heh duit lo mana sini?!" Pinta Dino.

"Pake aja duit lo dulu. Nanti gue ganti 2x lipat elah. Gak usah kayak orang miskin deh."

"Bilang aja gak punya duit." Dino mendengus kesal sembari jalan untuk mesan tiket 3 orang. Dio & Zahra menunggu di tempat duduk yang di sediakan oleh bioskop tersebut.

"Ra. Enak ya kalo jalan-jalan gini. Apalagi kalo berdua doang tanpa anak curut noh." Seru Dio sambil menatap Zahra. Sedangkan, yang di tatap hanya sibuk dengan ponselnya. "Ra. Lo gak dengerin gue ngomong ya."

"Hm denger." Jawab Zahra tanpa menoleh ke arah Dio.

"Lagi balesin chat dari siapa sih, Ra?" Dio sedikit menggeser tubuhnya dan melirik ke kiri agar bisa melihat apa yang ada di ponsel Zahra.

"Cindy."

"Terus siapa lagi?"

"Mira."

"Terus?"

"Jupri."

"Terus terus?"

"Itu kepala belom pernah kena sledingan gue?" Tanya Zahra yang menoleh ke arah Dio sambil menatapnya tajam, seperti ingin keluar bola matanya.

Dio hanya membalas dengan cengiran dan  menunjukkan jari telunjuk dengan jari tengah seperti huruf V.

"Nih udah gue beli. Mulainya jam dua siang. Masih ada waktu 2 jam lagi."

"Main game yuk Ra." Ajak Dio.

"Wih boleh tuh. Tumben otak lo cemerlang." Sahut Dino.

"Gue kan emang udah cerdas dari orok." Dio langsung menarik tangan Zahra tanpa memperdulikan adanya Dino di belakang.

Kok berasa gue yang jadi nyamuk ya, perasaan gue deh yang mau nge-date sama Zahra. Batin Dino.

TIMEZONE.

INGAT! Tulisannya TIMEZONE jadi ini tempat bermain, bukan FRIENDZONE yang sekedar teman rasa pacar-- eh author jadi curhat.

Dari anak kecil bahkan sampai dewasa pun ada di sana. Mereka memulai dengan bermain mobil-mobilan, bahkan mereka mencoba semua permainan disana. Kecuali kuda-kudaan yang hanya boleh dinaiki oleh anak kecil, sekitar usia 5-10tahun.

Dio sudah 5x mencoba mengambil boneka dari mesin bones tapi ia gagal.

"Ra. Main basket aja yuk." Ajak Dino sambil menarik tangan Zahra dan menjulurkan lidahnya ke Dio.

Dio mendengus kesal melihat Dino sengaja agar dirinya terbawa emosi, cemburu.

Ck. Dasar modus. Batin Dio.

"Woy. Gue laper. Makan yuk Ra." Ajak Dio.

"Yuk. Gue juga laper. Ayo kak kita makan."

Dio dan Dino memutuskan untuk makan di salah satu restoran yang terkenal dengan level pedasnya, karna ini permintaan Zahra yang mohon-mohon dengan cerdasnya mengeluarkan puppy eyes nya.

"Gue level 4 yo." Ucap Zahra.

"Kalo gue level 3 aja." Ucap Dino.

"Oke. Di tunggu nyonya." Ucap Dio yang memeragakan seolah-olah ia menjadi pelayan restoran.

Kali ini Dio yang memesankan makanan untuk mereka. Karna hari ini mereka sepakat untuk seorang Zahra Meika Hernandies dijadikan TUAN PUTERI oleh mereka berdua, Dio dan Dino.

"Makanan datang. Siap di makan." Seru Dio.

"Cocok lo jadi pelayan cafe-cafe." Ledek Dino.

"Ck. Sialan lo." Dio mendengus kesal.

Zahra tertawa terbahak bahak. "Anj*ng gue ngakak."

🍃🍃🍃

Setelah mereka menonton bioskop. Mereka memutuskan untuk pulang, tetapi Dino memutuskan untuk pulang duluan karna dia harus mengantarkan Ibu-nya belanja bulanan. Akhirnya Dio lah yang mengantarkan Zahra pulang.

"Gue duluan ya Ra. Maaf gak bisa nganter lo balik, gue harus nganter nyokao belanja." Ucap Dino.

"Iyaa gapapa. Sans." Balas Zahra.

🍃🍃🍃

"Nih. Makasih ya untuk hari ini." Ucap Zahra sambil mengulurkan helm milik Dio. "Ohiya. Jaket lo gue cuci dulu ya, kalo udah bersih gue balikin." Lanjutnya.

"It's okay. Gue balik ya." Ucap Dio. "Selamat malam, my girl." Lanjutnya sambil mengacak acak puncak rambut Zahra. Mungkin ini sudah menjadi kebiasaan Dio sebelum pulang kerumah nya.

Dasar Dio bekantan sok romantis. Batin Zahra.

Rasa nyaman menyergap hati Zahra.

----------

UP UP UP
Jangan lupa Vote&Komen-Nya gengs🍁

Light In The DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang