Collywobbles

18.1K 2.1K 85
                                    


Payung awan siang itu berubah mendung. Tebal-tebal berwarna kelabu gelap. Matahari menyembunyikan diri untuk sejenak. Tetesan air mulai menghujam bumi perlahan. Seperti jarum, tapi tidak sakit. Harry Hawthorne tengah berada di atas pohon. Dia tidur di sana sambil menutup matanya dengan satu tangan. Napasnya halus seperti melodi angin subuh yang menenangkan. Tidak terganggu dengan rintik hujan yang mulai melewati celah dedaunan. Awalnya dia di sana hanya untuk menenangkan diri, namun buaian angin menggodanya untuk memejamkan mata. Dia baru terbangun saat hujan sudah mulai deras. Hampir saja tubuhnya melayang dan bisa-bisa mematahkan tulang belakangnya jika ia tidak sigap karena cukup terkejut. Harry dengan cepat turun dari pohon dan berlarian ke dekat bangunan coklat kusam yang dari luarnya terlihat cukup ramai. Banyak orang berteduh seperti dirinya. Pedagang-pedagang mulai menutup toko kecil mereka karena hujan semakin deras. Harry memeluk dirinya sendiri. Merasakan dingin yang mulai menjalar. Saat ia tengah memerhatikan jalan, wangi lezat tiba-tiba menusuk hidungnya. Dia tidak pernah mencium aroma selezat ini. Perutnya tiba-tiba berbunyi nyaring. Sialan, dia merasa lapar hanya karena aroma lezat ini. Harry mendongak untuk melihat tempat apa yang sekarang dia singgahi. Hanya ada tulisan berwarna putih di papan coklat tanah yang tergantung di sisi pintu. Mie. Itulah nama toko itu.

Harry tidak pernah mendengar jenis makanan itu sebelumnya. Dia tertarik untuk memasuki kedai makan itu. Diintipnya dari balik jendela kaca. Di dalam cukup ramai. Sepertinya rasa makanan itu selezat aromanya. Dia hampir membuka pintu namun mengurungkannya. Dia memeriksa saku dan tidak menemukan uang di sana. Dia mengumpat kesal. Namun tiba-tiba ide melintas di otaknya. Dia harus memelas lagi dan menipu. Ini memang keahliannya.

Saat pertama kali memasuki tempat itu, aroma menusuk semakin tajam. Membuainya untuk segera duduk di bangku kosong dengan satu meja panjang. Tangannya tiba-tiba terangkat dan memanggil pelayan. Seorang pelayan dengan tubuh lebih pendek darinya, berkulit sedikit kecoklatan. Bermata kecil tanpa lipatan. Wajahnya bulat, rambutnya hitam legam. Wanita muda itu mengenakan penutup kepala yang terbuka setengah. Mirip penutup kepala biarawati di gereja pikir Harry. Mereka dari ras Mongoloid yang baru kali ini Harry temui.

"Pesan apa, Tuan?" tanyanya dengan aksen aneh.

"Kalian menjual apa?"

"Mie."

"Makanan seperti apa itu?" tanya Harry bingung. Di Mazahs baru kali ini ada makanan seperti itu. Ini abad pertengahan yang mana mie masih sangat asing di negeri Mazahs.

Pelayan itu diam sejenak. Dia kemudian berjalan ke belakang, ke arah dapur. Dia terlihat berbicara dengan pria tua yang sebangsa dengannya. Mereka berbicara dalam bahasa yang tidak dimengerti oleh Harry. Setelah cukup lama, wanita itu membawa nampan yang berisi mangkuk besar. Dia meletakkannya di hadapan Harry.

"Ayahku berkata Anda boleh mencobanya dan tidak perlu membayar."

Mata Harry berkilat senang. Dia tidak perlu memelas dan menipu.

"Kau memberikan ini bukan karena aku tampan dan terpesona padaku?"

Sang pelayan wanita mengerutkan keningnya.

"Tidak, ini cara berdagang kami. Kami memberikan tanpa membayar saat pertama kali agar Anda mencicipi dan jika Anda menyukai rasanya Anda akan kembali lagi kemudian Anda memberitahu orang-orang mengenai kelezatan kedai makan kami. Hanya itu."

Harry tidak pernah tahu ada sistem seperti itu dalam berdagang. Orang-orang di Mazahs maupun di Noipsam tidak pernah berbaik hati seperti mereka. Orang-orang negeri seberang ini memiliki pemikiran berbeda dengan negerinya dan juga negeri-negeri lain di sekitar pegunungan Nootbew.

"Terima kasih, aku akan mencobanya."

Dia terlalu malu untuk berkata dengan percaya diri lagi. Dia mulai mencoba makanan yang tampaknya biasa saja itu. Hanya ada beberapa irisan daging dan sayur-sayuran. Jamur yang dipotong-potong dan kuah bening yang berminyak. Saat mencoba kuahnya membuat Harry harus mengangkat kepala. Sungguh, rasanya luar biasa. Dia dengan lahap memakan sisa makanannya. Baru kali ini dia menemukan makanan aneh yang membius lidahnya.

METANOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang