Siang telah terbit. Pagi baru menyongsong beberapa saat lalu. Langit masih berwarna keemasan dengan biru laut yang mulai tampak. Sinarnya cukup menyilaukan mata dan hangat membungkus tubuh mereka. Harry masih tampak mengantuk. Semalaman dia menemani Kiera hingga cukup larut. Mereka berdebat soal nama-nama bintang dan mengacaukan hitungan bintang yang sudah sampai angka ratusan. Akibatnya mereka bertengkar mulut dan disudahi Harry karena Julio bergerak. Mungkin mengira Julio terganggu dengan suara mereka."Kita tidak sarapan pagi?" tanya Kiera di antara rasa kantuknya.
"Kau bisa makan sambil berjalan. Roti kering itu tidak harus dimakan sambil duduk santai," ucapnya sambil mulai menjalankan Luoes.
"Kupikir kita akan menikmati pagi indah ini dengan sedikit santai," jawabnya sambil mulai menaiki kuda.
"Itu akibatnya jika kau menghabisakan malam dengan hal tidak penting," Harry tampak kesal karena dia masih merasa kurang tidur.
"Jadi kau menyalahkanku? Bukankah kau yang terus-terusan memprotes setiap aku salah menyebutkan nama bintang dan berujung kau menghinaku dengan mengatakan aku wanita bodoh!"
"Aku? Jelas yang salah di sini kau, Nona. Kau menggangguku di saat aku ingin tertidur lelap. Kau bertanggung jawab untuk ini." Adam Glandwin menghela napasnya dengan berat. Sisa-sisa kantuk masih menggantung di pelupuk matanya.
"Bisakah kalian berdua tidak melanjutkan pertengkaran tertunda kalian semalam?" Adam melihat keduanya secara bergantian. "Kita punya hal yang lebih penting dari ini. Lihatlah, dia sudah meninggalkan kita," tunjuknya pada Julio Harding yang sudah jauh berjalan.
"Bukan aku yang duluan memulai," Kiera menjalankan kudanya dengan cepat. Dia ingin menyusul Julio yang sudah berada di dekat bebatuan besar.
"Wanita memang selalu tidak ingin salah. Itulah mengapa aku membenci mereka," rutuk Harry sambil mengikuti langkah kuda Kiera yang mulai menjauh.
Lembah Mazgûl masih berjarak dua hari lagi dari tempat mereka sekarang. Jalanan di sana sudah memasuki daerah kaki gunung Cortana. Banyak tanaman tumbuh subur di sana, tetapi banyak pula jurang-jurang besar mengangga lebar yang siap menjadi kuburan mereka jika mereka terjatuh atau terpeleset di sana. Embun pagi itu menghiasi dedaunan dan udara sejuk membalut tubuh mereka dengan sinar matahari hangat yang membuat mereka ingin menghentikan kuda barang sejenak lagi, tetapi itu tidak bisa mereka lakukan karena mereka akan mengejar waktu untuk segera sampai di Lembah Mazgûl.
"Aku ingin tahu, ada apa saja di Lembah Mazgûl. Tidak banyak orang yang pernah ke sana seperti halnya hutan Dunkelheit."
Julio Harding memelankan langkah kudanya dan menatap gunung Cortana yang membentang indah.
"Hutan, jurang-jurang besar yang curam, dan tempat gelap yang pengap serta berkabut," jawab Julio sambil mengingat-ingat apa yang pernah dilihatnya. "Bahkan kuda pun takut untuk melewati tempat itu," sambungnya.
"Kedengarannya sangat mengerikan," Kiera mulai bergidik ngeri.
"Lebih menakutkan dari hutan Dunkelheit?" tanya Adam.
"Tidak, tidak lebih berbahaya dari hutan Dunkelheit," jawab Julio sambil menuntun langkah Luoes berjalan.
"Tetap saja menakutkan," komentar Kiera.
"Teman-temanku pernah mati di sini."
Ada nada getir yang tersirat di sana. Punggung tegap itu terlihat rapuh saat mengatakannya.
"Terlepas dari semua kemistisan di sini, Lembah Mazgûl adalah tempat yang indah. Gunung Cortana tidak kalah indah dari gunung lainnya, meskipun cukup kecil dan tampak seperti bukit," Harry melihat gunung Cortana yang dulu pernah dilewatinya bersama Mateo Austin.
KAMU SEDANG MEMBACA
METANOIA
Fantasy[SEASON II DUNKELHEIT] Perjalanan mengubah pemikiran, hati, diri, atau prinsip hidup. Ini cerita biasa, membosankan dan tidak menarik, tetapi dia punya pesona yang akan membuatmu terpikat. NB : Disarankan untuk membaca Dunkelheit terlebih dahulu seb...