desire

2.5K 230 37
                                    


Hari itu, ketika detik menunjuk angka dua belas, kala kota Seoul meredup cahayanya, sebuah tapak dari pantofel hitam beradu merdu dengan debusan angin malam yang berhembus tanpa belas kasihan. Tumit itu menapak kasar layaknya mematikan api dalam sekam. Berjalan turun dari kendaraan yang bisa dikata sangat mewah. Kelap kelip cahaya dengan warna mencolok menyambut di pintu masuk, sebuah casino, tempat dimana ia membuat dan menumpuk dosa.

Disaat Kim Taehyung melangkah masuk, jejeran pelayan merunduk—membungkukkan badan sebagai rasa hormat. Tidak, ia bukan pemilik ataupun pemimpin dari tempat para pendosa ini, hanya kehadirannya memang sudah terlalu spesial. Penanam investasi, penambah kekayaan. Namun maaf maaf kata, ia memang orang besar, namun tidak suka diperlakukan seperti Tuan Besar. "Kalian terlalu formal, siapa yang mengajari?" Kim bersarkasme, ringkas seluruh manusia itu berdiri tegak kembali. Mereka seperti lebih takut kepada manusia ini daripada pemimpin casino yang entah dimana rimbanya.

Kaki kaki itu melangkah masuk, disambut dengan suara – suara mesin permainan, dimana semakin malam akan semakin liar. Deretan meja roulette mencuri perhatian Taehyung, tidak lama, hanya sebentar. Ia beralih ke mesin mesin permainan dimana para pemain bisa dibuat sakit kepala, kehabisan uang. Pria itu sejenak tertawa, lanjut melewati pusat permainan yang sungguh memekakkan telinga. Bukannya Taehyung tidak suka, ia hanya sedang malas untuk kembali dipenuhi keberuntungan, katakan saja ia sudah sering memenangi poker di pojok, berapa kali? Terlalu banyak untuk dihitung.

Saat ia masuk kedalam titik sunyi, bar kecil dimana tempat para wanita wanita pekerja mempromosikan diri. Memberi pelayanan, dibayar, lalu pergi. Kadang menyedihkan apabila mereka sempat terbawa hati. Atau memang sudah kebal sangking sering dilucuti?

Ia kaya, cek.

Ia tampan, cek.

Skill ranjang? Jangan ditanya.

Namun setiap wanita yang berusaha mendekatinya tidak.. katakanlah terlalu murah untuknya. Kim Taehyung lelaki mahal, atau bisa kau sebut expensive man. Siapa yang mau bercinta dengan hanya sekedar memuaskan diri kepada wanita – wanita disini? Maaf, level Taehyung terlalu tinggi. (Dan ia tidak berniat untuk bercinta disini, mungkin?)

Baru saja ia mendudukkan diri, sebuah tangan meraba lengannya. Jika saja Taehyung sama kurang ajarnya dengan Namjoon, ia akan menepis wanita ini, terlalu lancang, Taehyung tidak suka. Tapi bagaimanapun ia seorang pria, kasar dengan wanita itu adalah hal terlarang. Tak perlu cara rumit, menoleh saja pelacur itu pergi, tak perlu membentak atau melakukan kontak fisik, auranya sudah cukup untuk mengusir pekerja itu pergi.

"Tuan?" seorang lelaki menyapa, Taehyung sontak menoleh dan tersenyum. "Kau tau apa yang biasa kupesan, Jimin?"

Kepala pirang tertawa kecil, "Rum. Aku mengerti." Ia berlalu, begitu saja.

Jika kau bertanya – tanya, Taehyung kemari hanya sekadar menghibur diri. Tidak ada urusan bisnis atau semacamnya. Bagaimanapun ia adalah pentinggi perusahaan, terlalu liar untuk menjadi seorang CEO, Kim Namjoon sudah mengutuknya, karena Taehyung tidak bisa diatur dan hanya mau mengatur. Karena itu ia tidak akan bisa menjadi perwaris tahta. Toh siapa peduli, ini hidupnya, yang berhak mengatur hanyalah dirinya sendiri. Bukan siapapun, bahkan saudara kandungnya sendiri.

Ia meraih gelas kecil itu, baru sekitar beberapa detik berada disitu. Mata tajamnya bergulir meneliti tempat dimana ia berada sekarang. Tak ada pemandangan lain, wanita berpakaian minim, pasangan – pasangan yang tidak tahu tempat, dan ya bisa kau bayangkan sendiri. Namun ia tidak terganggu, lagipula ia tidak peduli.

"Jarang sekali aku melihatmu mabuk. Ada masalah?"

"Pekerjaan, Jimin-ah. Wajar kan? Aku stress."

"Aku mengerti itu, hyung. Hanya ingin minum? Tak tertarik untuk menghibur—"

"Aku tak mau. Maaf Jimin, aku masih perjaka, dan akan selalu seperti itu."

Taehyung melirik, ia bisa melihat Jimin tertawa sembari mengobrol dengan.. entah siapa—seorang pria, sepertinya berada di lingkaran dua puluh lima tahun. Matanya kembali melakukan scanning, ia hanya memakai kemeja putih polos, celana kain hitam, rambut hitam yang tampak berantakan—dan wajahnya bisa dibilang lumayan. Kedua alis pria Kim itu terangkat, tanda ia mendapat ketertarikan.

"Hoseok-hyung, tidak baik lama lama sendiri, kau butuh pasangan."

"Aku butuh duit, bukan pasangan. Hidupku semakin susah, hutang sana sini."

Ia tersenyum sejenak, Taehyung mengelus gelas yang masih berisi alkohol. Pendengarannya sama seperti elang, satu kalimat pun tidak tertinggal.

"Terserahmu, haha. Semoga sukses, aku harus kebelakang dulu. Habiskan minumanmu."

"Semangat kerja, Jimin-ah."

Bola mata Taehyung mengekori pria kecil itu berlari kecil itu sebelum  kembali ke lelaki yang bernama.. Hoseok? Seperti itulah yang Taehyung bisa dengar. Melihat gerak – geriknya, ia tidak biasa mabuk, kesulitan menghabiskan porsi kecil wine yang sungguh bisa diminum dalam sekali teguk oleh Taehyung sendiri. Ia tertarik, pria itu punya daya tarik yang cukup—kuat. Heran tidak ada yang meliriknya disini.

"Aku butuh duit, bukan pasangan."

Bukan Kim Taehyung jika ia tidak brengsek. Itu adalah frasa yang dilontarkan kakak nya yang biadab, si Namjoon. Bisa dibilang ia adalah anak yang paling tidak terdidik di keluarga terhormat seperti Kim. Tapi siapa peduli, ia Kim Taehyung, dan akan selalu menjadi Kim Taehyung. Saat ini ia sudah beranjak dari tempat duduknya, berjalan kearah Hoseok yang hanya berjarak tiga kursi. Ujung bibirnya menarik senyum—seringai. Tak ada niat lain, ia hanya ingin bersenang senang.

Lalu pria itu meraih pinggang Hoseok—membuat si pemilik berjengit. Namun sebelum melayangkan protes, ia dibungkam dengan suara berat Taehyung yang sungguh bisa membuat siapapun bergetar.

"Kau butuh uang? Aku bisa membantumu jika kau mau menurut kepadaku."

-tbc-

chipsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang