selcouth

1.3K 186 34
                                    

-selcouth;

"Yoongi-ssi.."

Langkah pelan mengalun saat figur kepala pirang menghampiri pria dengan setelan hitam, terduduk membelakangi meja poker yang masih tertumpuk kartu. Sebatang rokok ia hirup hanya untuk menambah racun ke dalam paru - paru, berharap bisa membunuhnya dalam seklias waktu.

Jimin menghalau asap yang mengikuti alur udara, mengarah kearah dirinya. Omong - omong, disini tak ada ventilasi. Yoongi memang tak kenal tempat jika ingin menghisap substansi racun itu. "Ini hampir pagi. Kau harus pulang." Park Jimin bernada seperti meminta, tapi terselip sebuah titah. Masih tidak ada respon apapun. Hanya ada suara napas menghembus asap. Jimin tidak masalah, ia sudah terbiasa.

Sebenarnya ia sudah menenteng jaket hitam, tanda bahwa Jimin siap untuk kembali kerumah. Menyimpan tenaga untuk kembali bekerja besok malam. Katakanlah ia spesies nokturnal, siang adalah alam mimpi, malam adalah alur hidupnya. "Err.. Kasino ini akan tutup saat pukul lima pagi. Ini sudah jam 4 pagi. Kurasa, lebih baik kau pu-"

"Park Jimin."

Ia berbicara dengan kecepatan cahaya, kilat tajam datang untuk memotongnya.

sejenak berubah sunyi, sebelum Jimin menjawab. "..ya?"

Bola mata Min Yoongi bergulir, pria dengan nama panggilan Suga di dunia permainan poker itu melirik figur kecil berkepala pirang. Cukup lama, jika saja Jimin tidak biasa, ia pasti salah tingkah. "Pulanglah, Jungkook menunggumu." Kalimat yang sukses membuat Jimin mengangkat alis. Apa gerangan Yoongi menyebut nama orang-yang sebenarnya adalah kekasihnya-lain disini?

"Jungkook tidak tinggal dirumahku."

"Tidak tinggal, tapi menginap."

"kau ini cenayang atau apa?"

Kedua alis Suga terangkat seraya menunjuk ponsel pintar yang digenggam Jimin. "Kau baru saja membalas pesan darinya." Sukses membuat kedua mata sayu Jimin terbuka lebar sembari menatap layar ponsel yang menampilkan sesi percakapan melalui pesan singkat kepada kekasihnya diseberang sana. "Yoongi-ssi-"

"Aku akan pulang. Kau tak perlu khawatir lagi."

Nadanya memang datar, tapi Jimin merasa seperti diusir, bukan dari tempatnya berada sekarang, tapi dari kehidupan Min Yoongi. Selamanya. Yoongi menyuruhnya untuk tidak perlu khawatir lagi. Karena dirinya bukanlah siapa - siapa di mata Yoongi. Tidak seperti dulu.

Helaan napas berat dari Park Jimin mengakhiri percakapan. Ia berjalan tanpa sepatah kata ke arah pintu kayu. Kaki kaki itu berhenti sejenak saat tangan menyentuh knob. Baru saja ia ingin menoleh, kedua mata elang Min Yoongi sudah tepat menatap lurus ke dalam netra miliknya.

Keduanya larut dalam telepati, potongan memori melintas dalam detik.

Yang pertama berpaling adalah Min Yoongi, batang kecil itu kembali dihisap dan menghembuskan asap dalam waktu singkat. "Pulanglah."

Mata itu kembali redup. Secercah senyuman Jimin berikan sebagai formalitas terhadap yang lebih tua. "Aku duluan." Ia memutar knob pintu dan keluar dari ruangan itu dengan cepat. Meninggalkan gundah yang muncul membuat hati merasa tidak tenang. Perasaan yang paling Jimin hindari saat bertemu Yoongi, setelah mereka mengakhiri hubungan, tentu saja.

Detik terakhir Yoongi melirik pintu melanin, tepat setelah tertutup. "..Hati - hati."

.

.

.

WARNING! MATURE CONTENT!

I DON'T RECOMMEND FOR UNDER 17 TO READ THIS, ITS YOUR CHOICE.

chipsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang