-AKR*12-

3.1K 181 2
                                    

Aku membuka pintu lalu menghempaskan diri di atas sofa. Hari ini benar-benar melelahkan.
Cokelat akan membuat hati bahagia?? Kalau begitu ... "Itti, kakak punya sesuatu! Spesial, lho!"

Itti berlari dari dalam penuh antusias. "Apa kak?" ucapnya dengan mata berbinar.

Aku menunjukkan cokelat itu sembari tersenyum ceria. "TADA!"

"Wahh cokelat!" Dia bersorak senang tapi kemudian kembali seperti semula. "Dari siapa? Bukannya kakak tidak terlalu senang pada cokelat?"

Tidak terlalu senang? Kurasa Itti ingin membangkitkan ingatanku saat melempar cokelat yang diberikan Ibu.

"Kak Ahmad." Aku menghela nafas lelah dan berusaha sedatar mungkin dengan mata melotot ke arah depan.

Itti menyelidik penuh curiga. "Kak Ahmad suka sama kakak?"

DEG!

Suka??

"Apaan, sih! Masih kecil udah ngomong suka-suka. Kakak aja udah gede nggak pernah tuh bahas hal kayak gitu." Aku cemberut, kesal pada bocah sok tau ini. Tetapi kenapa hatiku bersorak sebegitu keras saat ini? Serasa menahan senyum. Arghh ....

Itti mengunyah cokelat itu sambil berujar, "Kakak mah tau apaan."

Nih anak Subhanallah...

Sabar Alma, sabar.

"Udah, nggak usah dibahas. Nggak penting juga."

Itti sangat serius hingga tidak menggubris perkataanku sama sekali.

"Oh ya, tadi Kak Suci datang ke rumah." Akhirnya dia membuka suara setelah sekian menit sibuk sendiri di sana.

Aku menatapnya serius dengan jantung yang tiba-tiba memacu begitu cepat. "Terus?"

"Nyariin ibu. Itti bilangin deh ibu nggak ada. Dia bertanya ibu ke mana, Itti bilang nggak tau, ibu cuman nyimpen selembar kertas."

Aku memang belum menceritakan hal ini pada Suci, menunggu waktu yang tepat untuk itu.

"Kak Suci baca kertas itu, lalu dia nangis kayak kakak. Dia peluk Itti dan Itti juga ikut nangis. Selesai."

Baik, sekarang aku sungguh merasa bersalah padanya.

"Dan ... Kak Suci marah sama kakak."

Huft..
Bukan maksudku main rahasia ... hanya saja tidak mungkin aku membebaninya dengan bebanku sedangkan bebannya sendiri baru saja mereda.

Aku jadi serba salah. Ingin rasanya datang ke rumah keluarga Suci –tempat tinggalnya sekarang-  untuk minta maaf. Sayangnya, aku sendiri tidak tau di mana dia berada. Jika aku tersesat akan lebih beresiko. Aku juga belum membereskan pekerjaan rumah.

Alma: Assalamu 'Alaykum. Ci, i'm so sorry:(

Setelah menunggu begitu lama dia tidak membalas pesanku. Padahal, kemarin-kemarin dia tidak seperti itu.

Apa dia benar-benar marah??

...

Keesokan harinya aku berusaha meminta maaf pada Suci. Setelah mencari di berbagai tempat aku masih belum menemukannya. Di kelas, toilet, ruang guru, lapangan basket, bahkan di perpustakaan dia juga tidak ada.

Ke mana dia?

"Mong, lagi ngapain?" Ifki datang menyapaku saat hendak keluar dari gerbang sekolah.

Aku menarik napas lalu mengulas senyum meski agak dipaksa. "Hanya nikmatin indahnya lapangan ini."

Baik, itu terdengar konyol.

Aku Kau Dan Rabbku (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang