9. Eighth

778 84 14
                                    

***Family***
.
.
.

Guanlin membuka pintu kamarnya pelan, didapatinya sang istri yang tengah duduk bersila dengan layar laptop yang masih menyala, jari-jari istrinya seperti menari-nari diatas keyboard. Senyuman muncul di bibir tebalnya, perlahan ia berjalan kearah istrinya. Lalu memeluk leher sang istri, dan cukup berhasil membuat istrinya terjekut.

"Yakk!" Jihoon refleks memukul tangan Guanlin, namun Guanlin malah memutar kursi istrinya membuat mereka berhadapan. Ia lalu berjongkok menyamai tinggi istrinya, lalu mencium singkat bibir tebal Jihoon.

"Aku merindukan mu" ujarnya selepas mencium Jihoon.

"Bahkan belum ada dua puluh empat jam kamu ninggalin aku, jangan terlalu lebay lah" Jihoon menoyor pelan jidat Guanlin, harus sabar kalau punya istri macam Jihoon tuh. Di romantisin nggak bisa, di kasarin nggak bisa. Maunya apa coba? Pisah? Ya nggak lah, mana bisa Guanlin hidup tanpa Jihoon dan Jihoon hidup tanpa Guanlin? Nggak bisa pokoknya mah.

"Ih nggak lah" entah sengaja atau tidak yang pasti jari-jari panjang Guanlin kala ini tengah bermain pada kancing baju Jihoon. Ah iya, Jihoon beberapa hari ini tidak mengenakan celana boxer seperti dulu.

"Apaan sih! Ayo sini di lepas dulu sepatunya. Males banget" Jihoon lalu berdiri, sedangkan Guanlin hanya tersenyum tipis.

"Nggak tau banget, kan aku mau itu" gumannya, dan beruntung Jihoon tidak mendengarnya.

"Capek gak?" tanya Jihoon sembari membuka tali sepatu Guanlin.

"Sedikit" jawab Guanlin sembari merebahkan tubuhnya pada sandaran sofa.

"Mandi dulu ya, aku udah siapin airnya kok tadi" kini ia beralih ke dasi Guanlin, membuka simpulnya lalu melepaskannya dari kerah kemeja suaminya.

"Heh baru sadar, baru kemana kok pake celana panjang sama kemeja? Kamu keluar ya? Kan udah dibilang jangan ke-"

"Bawel ah, tadi sama papa kok" potong Jihoon cepat. Sejak insiden kecelakaan itu Guanlin mewanti-wanti Jihoon agar tidak keluar rumah sesukanya. Malahan kalau Jihoon mau keluar harus izin dulu sama Guanlin atau nggak harus ditemani oleh mamanya atau nggak siapalah pokoknya nggak boleh sendiri. Bukannya membatasi pergaulan Jihoon, tapi Guanlin tidak ingin melihat istrinya terbaring diranjang dan berjuang melawan mau sendiri. Iya, sesayang itu Guanlin sama Jihoon. Jihoon sendiri awalnya juga menolaknya, tapi ia sadar bahwa Guanlin seperti itu karena tak ingin kehilangan dirinya. Kalau boleh berharap Jihoon ingin di kehidupan mendatang Guanlin tetap menjadi jodohnya.

"Yaudah sana mandi, aku mau ganti baju juga" Jihoon lalu beranjak menuju lemari, mengambil baju tidurnya dan juga baju tidur Guanlin tentu saja. Sedangkan Guanlin berjalan menuju kamar mandi dengan senyuman yang menghiasi bibirnya.

"Dia adalah bidadari yang Tuhan titipkan untuk ku, terimakasih Tuhan karena Kau menitipkan seseorang seperti dirinya" gumannya. Ya setiap malam Guanlin akan dan selalu mengumankan hal yang sama seperti tadi, menurutnya itu adalah wujud dari rasa syukur yang Guanlin berikan. Mungkin juga, akhir pekan ia harus selalu berdoa di gereja. Berdoa untuk keluarganya serta istrinya dan berdoa agar supaya dikirimkan malaikat kecil untuk mengisi keluarga yanh sesungguhnya.

.
.
.

###Our Life###
.
.
.

Hari minggu datang lagi, biasanya sih hari minggu seperti ini Woojin tetap akan ada di studio miliknya sendiri, iya WH Dance Studio, yang dimana disana banyak sekali dancer-dancer yang berpotensi dan berbakat. Dimana banyak melahirkan sosok berbakat yang akan menjadi penerus generasi muda selanjutnya.

Our LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang