Part 10

7.1K 391 6
                                    

"Gue kenapa ?" Langit balik tanya pada Clarisa. "Loe itu nggak bisa dipercaya." Tukas Langit.

"Maksud loe apa ?"

---
"Gue udah ngelarang loe buat jalan sama senior loe yang brengsek itu kan ? tapi apa...loe jalan juga sama dia tadi pas pulang ngatar Raka. Heh, loe udah sama Raka sekarang, jangan jadi bangsat kayak emak loe ya." Maki Langit tajam. Langit sama sekali tidak bisa mengontrol mulut pedasnya kalau sedang kesal.

Clarisa yang mendengar penuturan kakaknya itu hanya diam sambil menunduk. Sedih mendengar omongan kakak nya itu walaupun sedikitpun Ia tidak bisa menyanggah apalagi menyangkut mama nya.

"Seharusnya loe emang nggak harus nerima perlakuan baik gue. Gue nyesal ngelihat orang yang udah gue baik-baikin tapi malah bullshit." Maki Langit lagi. Rasa bersalah langsung menyerang Clarisa. Semuanya itu nggak seperti apa yang kakak nya lihat.

"Gue bisa jelasin kak."

"Loe pikir gue sudi buat dengar ? Apapun alasan nya, gue udah peringati loe buat nggak dekat lagi sama Tomi, apapun keadaan nya."

"Maafin Clarisa, Tomi cuma mau minta maaf doang kok kak."

"Minta maaf kata loe ?" Tanya Langit kini telah sedikit merubah nada bicara nya.

"Dia nyesal udah mau coba merkosa Cla, dia minta maaf tadi. Seriusan, itu doang." Langit menjitak kepala Clarisa singkat lalu langsung masuk ke dalam meninggalkan dia seorang diri dan juga mobilnya yang sudah setengah dicuci tanpa mengatakan apapun.

Clarisa menarik nafas lega, dia tahu bahwa kakak nya itu tidak lagi murka, ya paling tidak sudah menurunkan level setannya setelah menjitak kepalanya. Clarisa memutar tubuh ingin kembali masuk ke rumah, tidak ingin gegabah keluar rumah atau kakak nya itu akan murka lagi. Tapi melihat Langit keluar lagi, Clarisa mengurungkan niatnya. Langit datang sambil menenteng kartu kredit nya lalu menyerahkan pada Clarisa, tak lupa satu jitakan lagi mendarat di kepala nya. Clarisa ingin memmaki, tapi sungkan.

"Nih pakai. Gue nggak mau dengar apapun tentang clubbing ya." Clarisa tersenyum lebar lalu menghambur dalam pelukan Langit. Kakak nya itu memang sedikit judes, tapi masalah uang, Ia sama sekali tidak pelit. Clarisa langsung pergi dengan taxi yang telah di pesannya terlebih dahulu. Ia sudah berjanji untuk tidak lagi ke club jika tanpa seijin pria-pria yang Ia sayangi. Papa, kakaknya, dan tentu saja Raka.

Tak peduli seberapa sakit hatinya mendengar caci-maki dari Langit, Ia akan tetap sayang pada kakaknya itu. Clarisa sadar, tidak mudah melewati masa kecil yang suram seperti Langit, ditinggal pergi ibunya, ditinggal ayahnya walaupun masih hidup, sendiri tanpa ada yang mensupport. Ia akui berat, bahkan Clarisa sudah kebal mendangar jika Langit marah pada ibunya, mengatakan ibunya petaka. Ia pasrah. Clarisa mencoba mengerti posisi sulit Langit. Apalagi selama kepergian kedua orangtuanya ke Jerman, Langit menjaganya dengan baik walaupun terkadang membuatnya keki karena terlalu dikekang.

Langit melanjutkan pekerjaan nya yang tertunda, kembali mengerayangi mobil nya yang sudah sebagian tersabuni. Tepat 2 jam, Langit selesai mencuci mobilnya itu. Peluh bertebaran di dahinya tapi tdiak terlalu dihiraukan karena kini mobilnya sudah bersih mengkilap, siap untuk dibawa pergi. Kebetulan malam ini, teman se-geng dengannya membuat acara bakar-bakar, lokasi nya di rumah pasangan yang baru saja resmi tunangan, Aldo's house.

"Bersih amat, Kak." Tegur seorang wanita yang baru saja masuk dari pintu gerbang. Langit tersenyum tipis melihat sepupunya itu datang.

"Yaeelaah, kalau udah niat, maksimal aja lah." Seloroh Langit sambil terus mengusapkan olesan pengkilat di bagian depan mobilnya.

"Mau ngapain loe ?" tanya Langit saat mereka sudah masuk ke dalam rumah.

"Mau nangkring aja. Rumah gue sepi."

Pilot, Aku Pada-mu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang