Tentang Aku dan Pagi

1.6K 178 356
                                    

Aku malas-malasan berangkat ke sekolah. Bukan hanya karena hari ini adalah hari pertamaku bersekolah di situ, melainkan karena ini semua bukan keinginanku. Kepindahanku ini bukanlah keputusanku. Walau 100% aku yakin bahwa setiap orang berhak memutuskan apapun untuk hidupnya, entah mengapa tidak denganku. Menjalankan semua hal yang kubenci sebagai kewajiban, buah dari keegoisan orang tuaku.

 Menjalankan semua hal yang kubenci sebagai kewajiban, buah dari keegoisan orang tuaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku benci kota ini. Juga benci negara ini. Aku benci orang-orangnya, terutama yang lelaki. Kemanapun aku pergi, semua orang selalu memandangiku. Sambil berbisik-bisik dan tertawa kecil setelah aku berlalu. Kadang kala mereka juga sengaja membicarakanku dengan suara lantang. Mungkin mereka pikir, karena wajahku begini, aku tak paham bahasa mereka. Aku tak habis pikir. Apa menurut mereka itu sopan?

Aku benci pemandangan di sini. Kacau. Aku juga benci aroma di sini. Aroma lembab. Cuacanya, mataharinya, anginnya, warna daunnya, sampai jenis kucingnya, semua aku benci.

Aku juga benci angkot ini. Yang kutumpangi pagi ini menuju sekolahku yang baru. Kubayangkan saja tidak. Semua menjadi hal yang tak akan habis untuk kupikirkan. Mengapa aku harus di sini?

Di dalam angkot, aku mengedarkan pandangan pada sekelilingku. Banyak juga pelajar seusiaku di dalam angkot ini. Aku melirik pakaianku sendiri. Mungkin seharusnya aku pakai seragam putih dan abu-abu seperti mereka. Tapi aku malah pakai kemeja ibuku berwarna merah muda dan rok selutut warna hitam. Why? Karena aku belum menerima seragam dari sekolah baruku itu. Yeah, I heard everything moving slowly here.

Aku melirik alroji di tangan kananku. Jangan tanya! Ya, memang aku left-handed alias kidal. Memakai alroji di tangan kiri akan mengganggu pergerakan tanganku saat menulis, sehingga aku nyaman untuk memakainya di kanan.

Alroji digital itu menunjukkan angka 6:45. Bertepatan dengan itu, angkot pun berhenti. Aku beranjak untuk turun. Kulihat beberapa penumpang berseragam SMA juga turun di situ. Mungkin mereka calon teman satu sekolahku. Sebelum angkot itu pergi aku menghampiri keneknya dan membayar. Bukannya langsung menerima uangku, kenek itu malah memandangiku sambil tersenyum ganjil.

"Nih, duitnya!" Kataku. Orang itu mengangguk-angguk. Tapi pandangan matanya tak juga teralih dari wajahku. Jujur ini membuatku tak nyaman.

"Ai sugan teh teu tiyasa basa Indonesia, hehehe" ujar orang itu kepada orang yg duduk di sampingnya, dengan nada menyebalkan, seraya menerima uang yang kusodorkan. Sungguh menyebalkan. Aku ingin menamparnya. Sungguh!

Tanpa berniat menjawab sepatah katapun untuknya, aku memilih untuk segera pergi. Sengaja kutunjukkan ekspresi kesalku padanya, bukannya meminta maaf atau setidaknya menyadari tingkahnya itu menyebalkan, orang itu justru berteriak padaku yang sudah pergi menjauh, "cantik banget tapi galak, euy!"

o o o

Entah mengapa aku harus mengalami hal menyebalkan padahal pagiku baru saja akan dimulai.

Aku sampai di sekolah. Tulisan di plakat besar itu terbaca SMA Nusantara 3 dan sejak hari ini secara official telah menjadi sekolahku.

Untold Love Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang