Mencerna Situasi

742 142 270
                                    

Jam istirahat tiba. I'm not stupid to realized bahwa murid sekelas menjaga jarak denganku.  Especially the girls. Aku sendirian duduk di bangkuku. Tak ada yang menyapa atau mencoba mendekatiku. Walaupun sebetulnya kelas nyaris kosong.

Kulihat beberapa diantara mereka berdiri sambil memandangiku dari kejauhan sambil berbisik-bisik. Ada juga beberapa diantara mereka yang berjalan melewatiku sambil dengan sengaja menyenggolkan lengan mereka ke bahuku. Mereka dengan terang-terangan memusuhiku rupanya. Okay. Aku mengerti. Tidak masalah.

Beberapa menit kemudian, kulihat Anton dan Billy, sambil tersenyum-senyum janggal masuk ke kelas dan berjalan ke arahku.

"Hai Nadine?" Sapa salah satu dari mereka entah Anton atau Billy. Mereka kini berdiri tepat di samping mejaku.

Aku sungguh sedang malas untuk meladeni mereka. Aku panjatkan doa kepada Tuhan. Hal menyebalkan seperti apapun yang akan terjadi setelah ini, aku siap untuk hadapi, terserah pada Tuhan saja. Aku rela asalkan detik ini juga, tolong lenyapkan dua makhluk ini dari hadapanku. Amin.

"Naha budak ieu cicing wae?? (Kok diem aja sih ini anak)" tanya mereka sambil saling berpandangan.

Ternyata doaku barusan tak segera dikabulkan.

"Sorry, aku mau ke toilet dulu nih." Ujarku. Lalu dengan segera, aku beranjak dari dudukku. Mungkin lebih baik aku saja yang menghilang secepatnya dari pandangan mereka.

Kuhembuskan nafas panjang. Ada sedikit perasaan lega sesampainya di luar kelas. Seperti jam istirahat pada umumnya, suasana di sekolah ini sangat ramai. Kelasku bersebrangan langsung dengan lapangan. Kulihat beberapa siswa sedang bermain basket di sana.

Beberapa siswi duduk memenuhi bangku-bangku semen sepanjang sisi lapangan, sembari berteriak kegirangan saat seseorang berhasil memasukkan bola dalam keranjang. Yah, pemandangan seperti itu juga pernah kulihat di sekolah lamaku.

Aku tak jadi ke toilet. Selain aku tak tahu kemana arah menuju toilet terdekat, aku juga sebetulnya tak ada tujuan ke sana. Aku sedang tak ingin. Justru perutku sedikit lapar. Aku ingin makan sesuatu. Tapi letak cafetaria aku juga tak tahu. Aku menengok kanan kiri, sambil kucoba  menajamkan intuisi untuk memutuskan harus memilih jalan ke kanan atau kiri, yang sekiraya bisa dengan tepat membawaku sampai di cafetaria.

"Hey, tunggu, aku mau tanya sesuatu," aku mencegat seorang siswa berkacamata yang berjalan di depanku, sambil membawa tumpukan buku di pelukannya.

Bukan reaksi yang kuinginkan, siswa itu justru terkejut dan menjatuhkan seluruh buku yang ia bawa.

"Maaf, maaf!" dengan refleks aku membungkukkan diri untuk membantunya mengumpulkan kembali buku-buku yang berserakan di lantai. Setelah terkumpul, segera aku berikan padanya. Lalu kami sama-sama bangkit kembali.

Siswa itu mengamatiku dengan jeli. Dari ujung rambut ke mata kaki. Lalu ia terdiam beberapa detik sambil mengamati wajahku seolah-olah ada sisa selai atau serpihan roti bekas sarapan tadi yang masih menempel.

"Halo?" tanyaku sambil melambaikan telapak tanganku di depan wajahnya. Siswa itu tersentak, seperti tersadar akan sesuatu.

"Engga papa kok," jawabnya. "Terimakasih ya. Eh, kamu siswi di sini?" tanyanya bingung sambil menatap pakaianku. OH, pasti ia bingung melihatku yang tak berseragam. Kusibakkan rambutku. Aku hanya tersenyum dan mengangguk.

"Boleh kenalan dulu nggak, aku Bayu. Ketua osis. Kelas 3 ipa 3," siswa itu mendadak mengulurkan tangannya padaku. Cowok ini tingginya sedikit di bawahku.

Untold Love Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang