04. Mari Memberi

9 0 0
                                        

Kampret: Selamat pagi Mbah

Jampeng: Ya, ... Kata si Kliwon kamu muridnya Mangun Darma Wira?

Kampret: Ah... jadi tidak enak. Sebenarnya mbah Mangun belum pernah mengangkat saya menjadi muridnya. Hanya saja saya menganggap mbah Mangun adalah guru saya. Karena sepengetahuan saya, mbah Mangun memang tidak punya murid dan saya adalah orang yang paling dekat dengan mbah Mangun.

Jampeng: Kedatanganmu ke sini ada perlu apa?

Kampret: Saya hanya 'Sowan' mbah,..... Menurut mas Kliwon yang secara kebetulan ketemu di desa Buyaran, Simbah punya garis perguruan dari Padepokan Lembah Dawa. Demikian juga Guru emm maksud saya mbah Mangun juga dari perguruan Padepokan Lembah Dawa. Jadi kedatangan saya juga ingin mempererat hubungan kekeluargaan mbah.

Jampeng: Apa kamu sudah minta ijin sama Gurumu?

Kampret: Sudah mbah,... dan beliau titip Salam Hormat untuk simbah.

Jampeng: Ha ha ha......... anak itu selalu saja cerdas seperti biasanya. Cocok sesuai namanya, Mangun Darma Wira. Juga sampaikan salamku untuk gurumu, Salam Slamet untuk dia.

Kampret: Baik mbah,... Ini sekedar oleh-oleh untuk simbah.

Jampeng: Apa ini?

Kampret: Sarung mbah,

Jampeng: Ya,... saya tahu ini sarung! Tapi untuk apa kamu memberi saya sarung jelek seperti ini? Ini lihat sarung yang saya pakai, selain bagus juga mahal!

Kampret: Biasanya orang diberi sesuatu itu menjawab 'terima kasih' mbah. Kok saya jadi di cela?

Jampeng: Itu orang lain! Kamu pikir, saya tidak tahu bagaimana caranya berterima kasih? Bukankah kamu membeli sarung ini untuk dirimu sendiri?

Kampret: Saya tidak ngerti mbah

Kliwon: Iya mbah, saya juga bingung mbah

Jampeng: Dengarkan baik-baik,... Saat kalian mau memberi sesuatu kepada seseorang, pikirkanlah orang yang akan kamu beri sesuatu itu. Sehingga, kamu tahu persis apa yang diperlukan oleh orang yang akan kamu berikan sesuatu itu. Nah yang kamu lakukan sekarang kan bukan? Kamu membeli barang dipasar apa saja yang kamu lihat, untuk menghibur dirimu sendiri karena kamu merasa tidak enak kalau tidak membawa sesuatu. Bukankah benar apa yang saya katakan tadi? kamu membeli sarung untuk dirimu sendiri? Bukan untuk saya?

Oooo,..... Persis sekali mbah, itu yang ada dikepala saya.

Kliwon: Mohon petunjuk simbah, bagaimana seharusnya memberi itu mbah?

Jampeng: Begini, Berdanalah saat kalian ingin berdana. Jangan berdana, hanya karena kalian takut dikatakan pelit! Juga jangan karena sebab-sebab lain yang mengakibatkan pertentangan. Nah, kalau keinginan berdana kalian itu sulit muncul, ingatlah bahwa berdana itu adalah perbuatan baik, yang dipuji para bijaksana. Setelah itu, pikirkan orang yang ingin kalian beri!. Kalau apa yang kamu miliki tidak atau belum ada yang cocok dengan orang yang ingin kalian beri, lebih baik tunda pemberian itu. Kalau kalian paksakan, maka orang yang bersangkutan akan menerimanya setengah hati. Dan kalau kalian mengharapkan terimakasih dari orang yang bersangkutan, maka kamu sudah memaksanya melakukan apa yang harusnya tidak ingin dia lakukan. Bukankah itu tidak baik?

Kampret: Iya mbah,

Kliwon: Berarti, orang miskin tidak punya kesempatan untuk memberi kepada orang kaya dong mbah?

Jampeng: Bukankah memberi itu tidak selalu identik dengan materi? Bisa berupa ide, gagasan, tenaga, atau apa saja kalian bisa memikirkannya sendiri.

Kampret: Saya paham sekarang maksud simbah,

Jampeng: Bagus!.... Nah kalau kalian sudah memikirkan orang yang ingin kalian beri dan tahu persis apa yang diperlukan oleh orang yang bersangkutan, maka kalian tidak perlu repot-repot mengharap terimakasih dari orang yang bersangkutan. Karena Orang itu pasti akan berterima kasih dengan tulus dan bahkan pemberianmu itu akan selalu dia kenang.

Kliwon: Kalau kejadiannya adalah seperti yang dilakukan kang Kampret hari ini, bagaimana mbah?

Jampeng: Yang terjadi adalah kepalsuan belaka, orang menyebutnya basa-basi. Bukankah basa-basi itu adalah kejadian yang tidak sebenarnya? Kalau kalian mengaku murid dari garis Padepokan Lembah Dawa, maka kalian tidaklah patut melakukan tindakan-tindakan yang palsu demikian. Coba bayangkan, Saat Kampret membeli sarung, dia asal saja! Tidak benar-benar membeli! Dan seandainya saya juga berterima kasih sesuai permintaan Kampret, juga tidak benar-benar berterima kasih. Apa kelakuan saya yang sudah tua ini tidak ditertawakan sama anak-anak kecil itu?

Kampret: Saya minta maaf mbah,.... Sekaligus bersyukur, mendapatkan petunjuk dari simbah.

Jampeng: Ya.... Jangan diulang lagi. Ingat baik-baik pesan tadi, karena banyak orang diluar sana yang hidupnya memang selalu bersandiwara. Tapi tidak dirumah ini atau dirumahnya Mangun. Bukan begitu Pret?

Kampret: Iya mbah, saya selalu diwanti-wanti mbah Mangun untuk selalu Jujur dalam setiap tindakan.

Jampeng: Bagus!.... Itu baru cocok muridnya Mangun.

Kampret: Kalau begitu saya mohon pamit mbah, sarungnya saya bawa pulang saja. Akan saya pakai sendiri, agar saya bisa melihat kebodhohan saya setiap memakainya.

Jampeng: Baiklah,.... Hati-hati di jalan!

Kampret: Terima kasih sekali lagi mbah,... juga saya pamit kang Kliwon,

Kliwon: Baik kang Kampret, lain kali saya tak main ke sana.

Kampret: Saya tunggu kang.

Serial KampretWhere stories live. Discover now