06. Ideal

6 0 0
                                        

Robert: Hidup ideal seperti apa, yang menjadi cita-cita mbah mangun?

Mangun: Saya tidak punya ide!

Kampret: Semua orang pasti punya gagasan tentang masa depan mbah.

Mangun: Untuk anak muda iya! Saya dulu juga iya, tapi setelah tua begini?...... Gagasan saya sudah kabur.

Robert: Bagaimana anda menjalani hidup tanpa gagasan?

Mangun: Malah enak to mas, Bebas!

Kampret: Saya tidak mengerti.

Mangun: Bukankah kalian akan sibuk merancang jalan, untuk mencapai semua gagasan dan ide-ide kalian? Sebaliknya apabila kalian tidak punya gagasan, apa pula yang ingin kalian rancang?

Robert: Benar juga, tapi saya masih tetap tidak bisa memahami jalan pikiran mbah Mangun. Bukankah orang yang tanpa gagasan tidak ubahnya seperti orang gila, atau orang Idiot?

Mangun: Ha ha ha ........ Bisa jadi. Kelihatannya memang demikian, tapi agak berbeda. Akan saya berikan contoh yang lebih sederhana, bukan yang ekstrim seperti yang kalian pikirkan. Begini, coba renungkan sebentar dua hal ini. Antara IDEAL dan REALIS. Ideal, selalu berupa gagasan. Sedangkan Realitas adalah yang terjadi, yang berwujud, yang nyata. Bagaimana? apakah kalian sudah bisa memahaminya?

Kampret: Menarik sekali. Sekarang, mbah Mangun sudah punya gagasan.

Mangun: Tapi gagasan ini sifatnya berbeda. Kalau gagasan idealis, selalu menuntut. Sedangkan gagasan ralitas, selalu berhenti. Gagasan idealis, selalu indah-indah dan tinggi-tinggi. Namun tidak demikian dengan gagasan realitas, dia tidak selalu tinggi dan juga tidak selalu indah. Tapi apa adanya. Gagasan idealis memerlukan energi yang besar untuk membangunnya, dan menguras energi saat hasilnya tidak sesuai dengan ide awal. Gagasan realis hampir tidak memerlukan energi, karena sifatnya hanya reaksi atas kejadian yang berlangsung. Dan karena gagasan ini tidak memerlukan kondisi yang ideal, maka dia tidak akan menguras energi saat sesuatu yang buruk terjadi. Karena apa yang disebut-sebut buruk, juga tidak benar-benar buruk.

Robert: Kelihatannya sederhana dan mudah dipahami. Tapi terus terang, saya kurang paham mbah.

Mangun: Begini, apabila kalian mengerjakan sesuatu dengan hasil yang tidak sesuai, seperti yang kalian harapkan, anda akan kecewa bukan?

Kampret: Tentu mbah,... itu manusiawi!

Mangun: Tidak usah pakai kata 'manusiawi', aku juga manusia!

Robert: Kalau yang berpandangan realis mbah?

Mangun: Biasanya orang realis, diterima saja hasilnya dan disesuaikan pemakaianya.

Kampret: Bukankah itu sama saja mbah?

Mangun: Ya, sama saja. Tetapi dampaknya yang akan berbeda. Orang yang kecewa, bisa mengurangi kerajinannya. Dengan dalih, hasilnya tidak sepadan dengan tenaga yang sudah dikeluarkan. Bahkan ada yang mencoba dengan peruntungan lain, misalkan saja mencari pekerjaan baru bagi para pekerja. Bukankah itu adalah cara hidup yang merepotkan? Sedangkan orang yang menerima saja hasil yang diperoleh, tentu tidak ada niatan untuk mengurangi kerajinannya. Bahkan ada kemungkinan untuk meningkatkan kerajinannya. Disaat yang paling tidak menguntungkan-pun orang jenis 'kedua' ini akan lebih santai ketimbang orang idealis.

Robert: Berarti menurut mbah Mangun, Realis lebih baik?

Mangun: Ya!

Robert: Apakah saya harus meninggalkan ide-ide yang sudah saya bangun?

Mangun: Tidak!

Kampret: Nah, kan..... Kenapa bisa begitu?

Mangun: Saya tadi bilang apa? Bukankah itu jalan saya! Jalan orang tua! Apa kalian sudah tua?

Kampret: Berarti ceramah mbah Mangun ini tidak ada gunanya bagi kita?

Mangun: Bocah gemblung!.... Dari cerita saya tadi, paling tidak kalian akan tahu baik buruknya dua pandangan tadi. Kalau kalian punya ide yang muluk-muluk dan tidak tercapai, cobalah untuk tidak terlalu kecewa. Kalian harus tahu kapan harus memegang gagasan idealis, dan kapan harus bersikap realis.

Robert: Kapan kita harus realis dan kapan harus idealis mbah?

Mangun: Kan sudah saya bilang, kalau 'Kalian' yang harus tahu! Bukan saya.

Kampret: Ha ha ha.......... Wah ndak mutu mbah Mangun ini.

Mangun: Loh....... Belajar itu ya mengamati juga,.... Bukan hanya mendengarkan! La wong anak-anak yang sekolah mbayar saja tiap hari dikasih soal sama gurunya kok. Apa ndak lebih koplak itu? Coba bayangkan, sekolah yang mbayarnya mahal-mahal itu, Eee..... Setelah masuk sekolah, malah dikasih soal,... dikasih tugas,... dikasih 'PR' pekerjaan yang harus dikerjakan dirumah. Bukankah itu lebih ndak mutu?

Robert: He he he...... tapi terima kasih mbah, atas wejangannya.

Mangun: Rokokmu tinggal Pret! Nggo selingan, mumpung arep Bada, men rada priyayi sithik.

Kampret: Kebetulan baru beli tadi mbah,.... Tak ambilin di mobil, sekalian satu Slop biar sampe lebaran nanti.

Mangun: Weh, nggantheng tenan kowe Le,....

Kampret: Putune sapa?

Mangun: Putune mbahmu!

Robert: Saya pamit dulu mbah.

Mangun: Iya, rajin-rajin mengamati lingkungan yo Le,...

Robert: Nggih mbah

Serial KampretWhere stories live. Discover now